Berita Terkini

88

Refleksi Pengawasan Pemilihan 2020 Dan Proyeksi Pemilihan 2024

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Senin (3/5/2021), KPU Kabupaten Bandung mengikuti Webinar Ngabuburit Pengawasan (Ngabaran) dengan topik “Refleksi Pengawasan Bawaslu pada Pilkada Tahun 2020 dan Proyeksi Pemilihan Serentak Tahun 2024” yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Bandung. Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Yusuf Kurnia, hadir selaku Keynote Speaker serta Ketua KPU Kabupaten Bandung, Agus Baroya, berkesempatan menjadi Narasumber bersama Peneliti Perludem, Fadli Rhamdanil. Pelaksanaan Pilkada kemarin di masa Pandemi merupakan pengalaman berharga bagi kita, banyak sisi menarik kesimpulan dari berbagai elemen. Di sisi Pengawasan tentu ada catatan, ini menarik kita bahas, serta untuk Pemilu Tahun 2024 apakah pandemi ini akan terus ada? Ini menjadi tantangan bagi kita semua, mari kita kupas tuntas, ungkap Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung, Kahpiana membuka acara. Yusuf Kurnia menyampaikan pendapatnya, Pilkada 2020 telah diselenggarakan di masa pandemi Covid-19, kemudian dilakukan modifikasi secara teknis melalui peraturan-peraturan, baik untuk Bawaslu maupun KPU. Dalam konteks penanganan pelanggaran, Bawaslu telah menyediakan perangkat adanya pelaporan secara online, tetapi respon peserta lebih suka melakukan pelaporan secara langsung dengan datang ke kantor. Begitu juga dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) yang mengalami beberapa problem. Namun di tengah keterbatasan dan tantangan-tantangan ini, Bawaslu telah secara maksimal melakukan pengawasan termasuk penindakan terhadap kecurangan-kecurangan pilkada. Dipandu moderator Anggota KPU Bawaslu Kabupaten Bandung, Hedi Ardia, menyampaikan hasil pengawasan pada Pilkada 2020 di Kabupaten Bandung kemarin, ada 103 pelanggaran protokol kesehatan, 7 pelanggaran kode etik penyelenggara, 2 intimidasi kepada Penyelenggara Pemilu, 1 penggunaan fasilitasi pemerintah, 23.746 pelanggaran alat peraga kampanye, 10 pelanggaran politik uang, 30 pelanggaran netralitas ASN, dan 2 pelanggaran netralitas Kepala Desa. Catatan besar dalam Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bandung Tahun 2020 meliputi 3 (tiga) poin yang merupakan keberhasilan bersama, yakni 1) Partisipasi pemilih sebesar 72,18% ini naik sebesar 9,28% dibandingkan Pemilihan Tahun 2015; 2) Tidak ada kluster Pilkada di masa Pandemi ini; dan 3) Situasi aman. Ini tentu saja berkat kesadaran dan komitmen semua pihak, ujar Agus Baroya membuka pemaparan materinya. Dalam Tahapan Penyelenggaraan Pilkada ada beberapa catatan, mulai dari tahapan persiapan meliputi sumber anggaran APBD dan APBN, Percepatan Regulasi, Pengaruh Pandemi Covid-19 terhadap pelaksanaan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis, Rekrutmen Badan Adhoc, serta Kapasitas server aplikasi SIDALIH dan regionalisasi. Semua ini ada plus minusnya, tambah Agus. Dari sisi tahapan Penyelenggara catatan kritisnya meliputi Penyempurnaan Sistem Informasi Pencalonan (SILON), e-katalog dan lelang konsolidasi, pemilih datang bergerombol, limbah medis belum ada aturannya, pemilih yang sedang isolasi mandiri karena kekhawatiran penularan kepada petugas, SIREKAP, serta Kampanye. Dari catatan kritis tadi kemudian saran dari kami diantaranya: 1) Perihal anggaran lebih baik ditarik ke APBN, 2) Perumusan regulasi lebih awal, 3) Penambahan jenis barang dalam e-purchasing/e-katalog, dan 4) perlu strategi khusus rekruitmen badan adhoc jelang Pemilu/Pemilihan 2024. Ini semua merupakan dinamika penyelenggaraan Pilkada yang tentu harus dihadapi, kemudian keberhasilan Pilkada ini merupakan keberhasilan bersama. Fadli Rhamdanil, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memaparkan pembahasannya dalam kesempatan ini, disampaikan jika Demokrasi adalah suatu sistem nilai, demokrasi bisa tergelincir jika hanya digunakan sebagai alat legitimasi keputusan suara terbanyak, dan pada ujungnya mengarah kepada hasil yang dapat melanggar martabat dan nilai-nilai individu atau bahkan banyak orang, oleh sebab itu sebuah sistem hukum sangat dibutuhkan. Lebih lanjut masalah penegakan hukum pemilu ini terjadi meliputi: 1) kerangka hukum yang tidak kooperatif, tertinggal dari peristiwa dan tidak memberikan daya cegah dan efek jera; 2) Hukum acara penyelenggara yang rumit, tidak konsisten; 3) Desain kelembagaan yang menjadi tumpeng tindih dan belum sejalan dnegan tujuan mewujudkan keadilan pemilu; 4) Beda tafsir antar institusi penegakan hukum pemilu; 5) waktu penanganan yang sempit; dan 6) rasa aman masyarakat untuk melaporkan pelanggaran belum sepenuhnya hadir. Hal-hal tersebut menjadikan pekerjaan rumah bagi penegak hukum Pemilu. Untuk persiapan Pemilu 2024, jika kondisi seperti ini dibiarkan maka perlu dilakukam simulasi oleh KPU maupun Bawaslu terkait beban kerja dalam pelaksanaan kewenangan dengan pemilu yang bertumpuk di tahun 2024, hasil simulasi akan menjadi dasar untuk menentukan prioritas, langkah, dan strategi penyelenggara pengawasan dan penegakan hukum pemilu ke depan, pungkas Fadli. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)  


Selengkapnya
41

Agama Dan Demokrasi

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Bertepatan dengan hari ke 17 di bulan Ramadhan, KPU Kabupaten Bandung mengikuti kegiatan Webinar Diskusi Online Ramadhan (DIORAMA) yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Sukabumi dengan tema "Agama dan Demokrasi Elektoral" pada Kamis (29/2/2021).  Webinar diawali dengan pengantar dari Ketua KPU Kabupaten Sukabumi, Ferry Gustaman, S.H. Agama akan mendorong demokrasi bahwa semua agama mempunyai sakralitas, satu sisi membutuhkan toleransi dan menjunjung tinggi keadilan ini sama dengan prinsip demokrasi, mari kita diskusikan hal dimaksud untuk pengetahuan kita semua dalam kegiatan ini, ujar Ferry. Webinar Diorama ini diisi oleh narasumber Dr. H. Idham Holiq, SE., M.Si. selaku Anggota KPU Provinsi Jawa Barat Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih, serta Daden Sukendar S.Pd.I., SH., M.Ag., sebagai Ketua FKUB Kabupaten Sukabumi serta dipandu moderator Meri Sariningsih, S.Pd.I., MM., Anggota KPU Kabupaten Sukabumi Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih. Adapun peserta yang hadir mengikuti webinar ini terdiri dari Sekretariat KPU Provinsi Jawa Barat, KPU Kabupaten/Kota di Jawa Barat dan di luar Jawa Barat, serta masyarakat umum. Idham sebagai narasumber pertama menyampaikan dalam pemaparan materinya, dijelaskan mengenai Kompatibilitas Demokrasi dengan Islam, menurut Muhammad Asad (2011): dilihat dari perspektif historis ini, 'demokrasi' sebagaimana dipahami di barat modern jauh lebih dekat dengan Islam daripada dengan konsep kebebasan (concept of liberty) Yunani kuno, karena Islam menyatakan bahwa semua manusia adalah sederajat secara sosial, dan oleh karena itu harus diberi kesempatan yang sama untuk pengembangan dan ekspresi diri. Dari sisi agama dibahas konsep syura dalam Al-Quran serta definisinya dalam kitab Ahkām Al-Qur’an (Juz I, hlm. 298), Ibnu ‘Arabi, syūrā adalah berkumpul untuk membicarakan suatu perkara agar masing-masing meminta pendapat yang lain dan mengeluarkan apa saja yang ada dalam dirinya. Kemudian dalam Kitab Qawā ‘id Nizām al-Hukmi fî al-Islam (hlm. 142), Mahmud al-Khalidi menyimpulkan bahwa syūrā adalah berkumpulnya manusia untuk menyimpulkan yang benar dengan mengungkapkan berbagai pendapat dalam satu permasalahan untuk memperoleh petunjuk guna mengambil keputusan. Ini adalah demokrasi dalam konsep keagamaan yang tertuang dalam Al-Quran. Kedaulatan rakyat (popular sovereignty) adalah prinsip utama dalam negara demokrasi, dimana otoritas suatu negara dan pemerintahannya diciptakan dan dijalankan berdasarkan persetujuan rakyatnya (the consent of its people), melalui wakil-wakil atau pemimpin yang dipilih (rule by the people).  Moh. Hatta menyatakan bahwa kedaulatan rakyat berarti pemerintahan rakyat yang dilakukan oleh para pemimpin yang dipercaya oleh rakyat. Dari sisi tradisi pemikiran timur sendiri kedaulatan berasal dari bahasa Arab, yaitu dawlah. Kata dawlah memiliki dua bentuk yaitu pertama, dûlatan yang berarti beredar. Istilah ini dihubungkan dengan adanya larangan peredaran kekayaan hanya diantara orang kaya. Kedua, nudâwiluhâ yang berarti mempergantikan. Istilah ini berkaitan dengan adanya penegasan bahwa kekuasaan merupakan sesuatu yang harus digilirkan di antara umat (Jimly Asshiddiqie dalam Sri Edi Swasono, 2002:87). Hal inilah yang merupakan bentuk demokrasi seusai ajaran agama, ujar Idham. Berbicara Demokrasi dan Agama keduanya bisa didialogkan, akan ada titik temu antar keduanya, demokrasi merupakan salah satu implementasi dari ajaran agama, ujar Daden Sukendar memaparkan materinya. Berdemokrasi sebaiknya dilakukan dengan santun, lemah lembut, tidak keras. Rasullah memberikan contoh kepada masyarakat. Dalam demokrasi dengan pilihan dan tujuan berbeda kita harus menjadi saling menghargai, memaafkan, serta kita harus bermusyawarah ketika berbeda pendapat, karena dalam Islam itu mengajarkan kesetaraan dan toleransi, tutupnya. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)  


Selengkapnya
51

Mendaulatkan Pemilih Dalam Tinjauan Filsafat

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung mengikuti kegiatan Webinar dengan Topik Mendaulatkan Pemilih dalam Tujuan Filsafat Pendidikan Pemilih yang diselenggarakan oleh KPU Kota Tasikmalaya berkolaborasi dengan KPU Kabupaten Indramayu pada Kamis (29/4/2021).  Dipandu oleh moderator Anggota KPU Indramayu Divisi Sosialisasi Partisipasi Masyarakat, Dewi Nurmalasari, M.A. serta narasumber Dr. H. Idham Holiq, S.E., M.Si. selaku Anggota KPU Provinsi Jawa Barat Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih. Webinar diawali dengan pengantar dari Ketua KPU Kota Tasikmalaya, Ade Zaenul Mutaqin, M.Ag. Demokrasi tidak bisa mengajarkannya sendiri. Jika kekuatan, kemanfaaatan, dan tanggung jawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warga negara, sukar diharapkan mereka mau berjuang untuk mempertahankannya, ujar Ade mengutip Gandal and Finn (1992:2). Posisi Pemilih yang berdaulat merupakan posisi yang urgent. Mengapa pendidikan demokrasi merupakan kebutuhan mendesak dan penting dalam membangun budaya demokratik (democratic culture)? Pertama, meningkatnya gejala dan kecenderungan ”political illiteracy”, Kedua, meningkatnya apatisme politik (political apathism) yang ditunjukkan dengan sedikitnya keterlibatan warga negara dalam proses-proses politik. Lebih lanjut Ade menjelaskan aspek tujuan pendidikan pemilih, yakni mengembangkan kecerdasan pemilih (voter intelligence), membina tanggung jawab warga negara (voter responsibility), dan mendorong partisipasi pemilih (civic participation). Membangun orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy, social trust dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Ada 3 (tiga) aliran filsafat pendidikan yang dapat dijadikan landasan, diantaranya adalah: (1) Perennialism: bahwa demokrasi diyakini sebagai nilai-nilai ideal atau nilai-nilai positif yang sudah ditemukan oleh para tokoh filosof dan cendekiawan yang harus diwariskan dari satu generasi ke generasi melalui kegiatan pendidikan; (2) Progressivism: meletakkan dasar penghormatan atas harkat dan martabat manusia, menjunjung tinggi hak asasi individu dan nilai-nilai demokratis seperti kebebasan atau kemerdekaan individu: (3) Constructivism: Ketika demokrasi terus berdialektika dengan perkembangan zaman, pemaknaan demokrasi mengalami perkembangan, maka pemilih diharapkan dapat mengkonstruksi makna demokrasi yang lebih substantif, ideal, dan implementatif yang sesuai dengan semangat zamannya, terang Ade. Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Filsafat pendidikan adalah cabang dari filsafat terapan/praktis yang berkaitan dengan hakikat dan tujuan pendidikan serta masalah-masalah filosofis yang timbul dari teori dan praktik pendidikan, terang Idham dalam paparannya. Kemudian berkaitan dengan Pendidikan Pemilih, proses pengetahuan pemilih muncul melalui 3 (tiga) hal, diantaranya: 1) Rasionalisme menyarankan bahwa pengetahuan muncul dari kekuatan pikiran manusia untuk mengetahui kebenaran; 2) Empirisme menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi. Kita mengalami mdunia dan sebenarnya “melihat” apa yang sedang terjadi; 3) Kontruktivisme (constructivism) menganggap bahwa orang menciptakan pengetahuan. Fenomena dipahami dalam beragam cara. Pengetahuan diciptakan oleh seseorang. Dalam hal ini ada yang diistilahkan social constructivism yang mengajarkan bahwa pengetahuan adalah produk interaksi simbolik di dalam kelompok sosial. Dalam istilah lain, realitas secara sosial dikonstruksikan, sebuah produk dari kelompok dan kehidupan kultural. Lebih lanjut Idham menjelaskan bahwa Pendidikan Pemilih adalah proses penyampaian informasi kepada Pemilih untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran Pemilih tentang Pemilihan/Pemilu, ini dijelaskan dalam Peraturan KPU. Pendidikan Pemilih yakni akivitas epistemik demokrasi dan pemilu, Pemilih berdaulat dalam berpartisipasi, khususnya dalam keputusan pilihan elektoralnya. Kedaulatan rakyat (popular sovereignty) adalah prinsip utama dalam negara demokrasi dimana otoritas suatu negara dan pemerintahannya diciptakan dan dijalankan berdasarkan persetujuan rakyatnya. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)  


Selengkapnya
50

Strategi Sosialisasi Regulasi Kepemiluan Melalui Publikasi JDIH

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Selasa (27/4/2021) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung mengikuti Webinar SiGincu yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Majalengka dengan topik "Strategi Membangun JDIH yang Berkualitas dan Aksesibel". Narasumber pada acara ini terdiri dari: (1) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, ST., SH., M.Si., Anggota KPU Republik Indonesia; (2) Nur Syarifah, SH., LLM., Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal KPU Republik Indonesia; (3) Reza Alwan Sovnidar, SH., Anggota KPU Provinsi Jawa Barat Divisi Hukum dan Pengawasan; serta (4). Suwardi Maninggesa, S.H.I., Anggota KPU Kabupaten Pangandaran Divisi Hukum dan Pengawasan. Webinar diawali dengan pengantar oleh I Dewa Kade, disampaikan jika Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum (JDIH) yang dimiliki oleh KPU ini penting. KPU memiliki kewajiban secara terus-menerus melakukan sosialisasi atas produk hukum yang dimiliki KPU. Kita akan menghadapi Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, Saya berharap waktu yang ada dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk melakukan berbagai upaya penyempurnaan dan pengembangan JDIH ke depan. Karena informasi ini diakses publik, oleh karena itu segala produk hukum yang disampaikan di JDIH harus akurat, mutakhir dan dapat dipertanggungjawabkan mengingat ini merupakan media resmi KPU. Lebih mendalam Nur Syarifah memaparkan komponen dalam membangun sebuah sistem Informasi Perundang-Undangan (JDIH) yang meliputi: (1) Hardware, sistem informasi membutuhkan perangkat yang mumpuni antara lain computer, server, jaringan internet, dan storage; (2) Software,  aplikasi antarmuka yang digunakan untuk mengoperasikan sistem informasi harus mudah digunakan; (3) Brainware, yaitu sumber daya manusia (SDM) pengelola JDIH harus memiliki keahlian dalam mengoperasikan aplikasi dan memahami perundangan-undangan; (4) Content, dalam arti data dan informasi yang disajikan dalam JDIH merupakan dokumen perundang-undangan dan produk hukum. JDIH sebagai sebuah sarana informasi produk hukum memiliki beberapa kriteria, diantaranya: (1) Tampilan menarik, tampilan antar muka perlu terlihat menarik agar pengunjung yang menggunakan JDIH semakin banyak; (2) User Friendly, semua fitur dan menu yang tersedia harus mudah digunakan; (3) Search Engine, fitur penelusuran sangat diperlukan untuk memberikan kemudahan mencari informasi yang dibutuhkan secara cepat; (4) Produk Hukum yang disajkan, harus valid, relevan, akurat, dan mutakhir; (5) Mudah diakses, harus mudah diakses  oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun, terang Nur Syarifah. Pada prinsipnya kewajiban kita memberi pelayanan kepada publik, JDIH merupakan wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum KPU secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan, serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah, dan cepat, ungkap Reza mengawali pemaparan. Manfaat dari JDIH ini, memberikan kesempatan kepada kita untuk lebih tertib dalam pengelolaan dokumen produk hukum dan akan lebih sempurna lagi selain hardcopy juga dalam bentuk digitalisasi. Hal ini harus dilakukan dengan terpadu dan berkesinambungan, ini menjadi kewajiban kita semua, JDIH ini menjadi bagian instrumen pelayanan kita baik internal maupun publik. Prinsipnya dengan pengelolaan JDIH ini, kebutuhan informasi atau produk hukum di internal dan pelayanan kepada publik bisa maksimal. KPU Kabupaten Pangandaran sebagai KPU yang telah mendapat penghargaan pengelolaan JDIH terbaik dari KPU Republik Indonesia berbagi pengalamannya. KPU Kabupaten Pangandaran sempat dijadikan pilot project sebagai JDIH yang dapat terhubung dengan KPU Republik Indonesia. Gagasan JDIH muncul dari staf yang ditugaskan KPU RI di KPU Kabupaten Pangandaran. Inti dari JDIH ini yaitu pendokumentasian dan publikasi produk hukum. Bertolak dari situasi KPU Kabupaten Pangandaran yang belum memiliki kantor secara tetap sehingga dokumen-dokumen yang dimiliki sering mengalami kehilangan karena belum digitalisasi. Belum terpublikasinya produk hukum, sehingga keputusan-keputusan yang kami terbitkan masih menjadi konsumsi internal, kemudian belum efektifnya sosialisasi perundang-undangan mengenai kepemiluan, serta publik belum bisa mengakses secara online. Hal-hal tersebutlah yang menjadi gagasan bagaimana agar bisa terhubung secara online. Adapun mafaat dari JDIH ini diantarnya: (1) produk-produk hukum dapat terdokumentasi dengan baik; (2) Mudah dicari ketika dibutuhkan; (3) Dapat diakses oleh publik dengan mudah; dan (4) Dapat menjadi dokumen sejarah bagi KPU Kabupaten Pangandaran. Kami memanfaatkan teknologi informasi untuk mendokumentasi produk hukum KPU Kabupaten Pangandaran berbasis online, ini juga sebagai bentuk nilai dasar sebuah tranparansi, ungkap Suwardi. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)  


Selengkapnya
53

Membumikan Demokrasi Melalui Literasi Media

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung mengikuti Diskusi Politik dan Demokrasi melalui webinar yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Garut dengan topik bahasan “Membumikan Demokrasi melalui Literasi Media’’. Webinar kali ini dibuka oleh Ketua KPU Kabupaten Garut, Dr. Junaidin Basri, yang menyebutkan bahwa diskusi ini akan diisi oleh narasumber yang terdiri dari Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Dr.H. Idham Holik, Jurnalis Kompas TV, Dosen dan Konsultan Media, Ridwan Mustopa, S.Sos.I., M.Sos, serta Direktur Eksekutif Democracy and Electoral and Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati. Diskusi dipandu oleh moderator Anggota KPU Garut, Nuni Nurbayati. Idham Holik menjadi narasumber pertama yang memaparkan materinya, dijelaskan bahwa “New Media” sebagai seperangkat objek yang digunakan untuk proses mediasi (mediation). Ada 4 (empat) konsep utama Media Baru, yaitu (1) Multimedia; adalah kombinasi tipe media yang berbeda dalam satu paket. Misalnya film adalah multimedia, karena mengkombinasikan unsur visual dan audio. Halaman web mengkombinasikan teks, video, animasi, audio, atau grafik. (2) Interaktivitas; untuk tujuan media digital ada tiga unsur utama dalam pendefinisian interaktivitas, yaitu a) sebuah dialog yang terjadi diantara seseorang dan program komputer; b) sebuah dialog yang terjadi secara simultan; dan c) khalayak memiliki beberapa ukuran pengawasan apakah isi media dilihat dan agar informasi dapat dipersonalisasi, memperbesar citra (magnifying an image), mengklik sebuah hyperlink. (3) Otomatisasi (automation): komputer dapat diprogram untuk mengotomatisasi beberapa tugas.  Otomatisasi memainkan peran krusial bagi kemampuan media online agar dapat dipersonalisasi dan dilokalisasi atau agar dapat memberikan informasi khusus-pengguna dan geografis. (4) Keringanan (ethereality); informasi digital itu lebih baik, karena memiliki kualitas immaterial dimana informasi digital memiliki konsekuensi jangkauan yang jauh ketika didistribusikan. Misalnya, perpustakaan digital tidak akan membutuhkan batasan waktu bagi pengecekan buku, terang Idham. Jurnalisme warga sebagai narasi publik dan demokrasi, juga dikenal sebagai media kolaboratif, jurnalisme partisipatif, jurnalisme demokratis, jurnalisme gerilya atau jurnalisme jalanan, didasarkan pada warga negara yang "berperan aktif dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarkan berita dan informasi". Ungkap Neni Nur Hayati. Lebih lanjut Neni mengungkapkan beberapa poin dari fungsi Citizen Journalism atau Jurnalisme warga diantarnya menjadi pilihan alternatif bagi warga/pemilih, membangun kerjasama dengan pemerintah, penyelenggara pemilu dan tokoh masyarakat, influencer, dsb. Mengisi konten positif di ruang publik digital dengan menulis dan mengisi konten youtube/podcast dll. Penguatan kompetensi literasi media informasi, serta ikut mendorong keterbukaan informasi badan publik. Jurnalis sebagai pilar demokrasi dalam publikasi literasi diawali dengan peran jurnalis dalam poses demokrasi yang mencakup menjembatani pendapat publik melalui jejaring sosial yang tersebar secara massif. Wartawan saat ini memiliki kekuatan terstruktur, atau terstruktur ulang, secara nyata, serta media massa - pers dalam arti luas - adalah lembaga penting dan memainkan peran kunci, ujar Ridwan Mustopa. Ridwan memaparkan pula untuk medukung literasi melalui media, ada langkah preventif agar media tak terjebak hoaks, diantaranya 1) HAK JAWAB: melaksanakan hak jawab atas keberatan seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan atas pemberitaan. 2) HAK KOREKSI: hak koreksi adalah hak setiap orang, termasuk penanggung jawab perusahaan pers setelah sadar atau kekeliruan yang merugikan orang lain. 3) MEDIA DEWAN PERS: media di Dewan Pers akan melaksanakan putusan atas kesepakatan bersama. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)  


Selengkapnya
75

Literasi Untuk Meningkatkan Kualitas Demokrasi

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Jumat (23/04/2021) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung mengikuti webinar Bincang Nongkrong Demokrasi dan Pemilihan (BINOKASIH) yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Sumedang. Webinar yang bertajuk “Pengaruh Literasi dalam Meningkatkan Kualitas Demokrasi dan Pemilih Cerdas” ini menghadirkan dua orang narasumber, yang terdiri dari Plt. Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat Jawa Barat, Santi Susilawati, dan Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Idham Holik. Webinar tersebut juga diikuti oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di luar Jawa Barat. Indonesia pada tahun 2016, literasi masyarakatnya menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara, di bawah Thailand (peringkat ke-59) dan di atas Bostwana (peringkat ke-61). Peringkat ini diterbitkan berdasarkan hasil riset World’s Most Literate Nations Ranking. United National Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada diurutan kedua dari bawah, yakni sebesar 0,001%. Artinya dari seribu orang di Indonesia, hanya satu orang yang rajin membaca, sebut Santi mengawali pemaparan materinya. Rendahnya literasi demokrasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) tingginya angka putus sekolah; (2) merebaknya kebodohan yang tidak berujung; (3) meluasnya kemiskinan; (4) tingginya angka kriminalitas; (5) rendahnya produktivitas kinerja; dan (6) rentannya sikap bijak dalam menyikapi informasi. Santi menambahkan, terdapat beberapa poin yang dapat dilakukan oleh para pemangku kebijakan dalam upaya meningkatkan budaya literasi demokrasi masyarakat di Indonesia, meliputi: (1) pemetaan literasi demokrasi di masyarakat; (2) sosialisasi literasi demokrasi kepada masyarakat dan komunitas melalui kampanye Pemilu cerdas; (3) menggalakkan strategi budaya literasi demokrasi; serta (4) meningkatkan ketertarikan literasi demokrasi melalui kegiatan menulis buku demokrasi dengan penguatan peran pemerintah. Krisis budaya literasi sering melanda negara-negara yang sedang melakukan konsolidasi demokrasi. Selain kurangnya fasilitas perpustakaan dan akses public atas sumber bacaan, krisi budaya tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman atau kesadaran terhadap konsep belajar seumur hidup (lifelong learning), ujar Idham mengutip Miller & McKenna (2016). Gerakan kampanye literasi bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar dapat memahami dan mengimplementasikan model literasi otonom (autonomous model of literacy), sebagaimana dikutip dari Street (1995). Dalam model tersebut, literasi bukan hanya sekedar keterampilan membaca dan menulis, tetapi menjadi praktik sosial (social practice) yang dapat menghadirkan perubahan dengan dilandasi kompetensi kognitif sebagai output (hasil) dari membaca, sebut Idham. Paulo Freire dan Donaldo Macedo (1987:1) menjelaskan bahwa membaca tidak hanya terdiri dari penguraian (decoding) kata atau bahasa tertulis, melainkan didahului oleh dan terjalin dengan pengetahuan dunia (knowledge of the world). Bahasa dan realitas secara dinamis saling terkait. Diawali dari kata, pembaca dapat memahami dunia. Melalui membaca, seorang pembaca dapat memahami ada hubungan antara teks dan konteks. Jadi dengan membaca, pemilih tidak sekedar memahami teks, tetapi memahami dunia, tambah Idham. Idham memaparkan kondisi rata-rata sosial masyarakat Indonesia periode Januari 2021 berdasarkan data dari “We Are Social”, sebagai berikut: (1) jumlah waktu penggunaan internet selama 8 jam 52 menit; (2) jumlah waktu menonton televisi selama 2 jam 50 menit; (3) jumlah waktu menggunakan sosial media selama 3 jam 14 menit; (4) jumlah waktu membaca selama 1 jam 38 menit; (5) jumlah waktu mendengarkan musik selama 1 jam 30 menit; (6) jumlah waktu mendengarkan radio selama 30 menit; (7) jumlah waktu mendengarkan podcasts selama 44 menit; dan (8) jumlah waktu bermain games selama 1 jam 16 menit. Data-data tersebut di atas disusun dari koresponden dengan cakupan usia 16 tahun – 64 tahun. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)  


Selengkapnya