Refleksi Pengawasan Pemilihan 2020 Dan Proyeksi Pemilihan 2024

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Senin (3/5/2021), KPU Kabupaten Bandung mengikuti Webinar Ngabuburit Pengawasan (Ngabaran) dengan topik “Refleksi Pengawasan Bawaslu pada Pilkada Tahun 2020 dan Proyeksi Pemilihan Serentak Tahun 2024” yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Bandung. Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Yusuf Kurnia, hadir selaku Keynote Speaker serta Ketua KPU Kabupaten Bandung, Agus Baroya, berkesempatan menjadi Narasumber bersama Peneliti Perludem, Fadli Rhamdanil. Pelaksanaan Pilkada kemarin di masa Pandemi merupakan pengalaman berharga bagi kita, banyak sisi menarik kesimpulan dari berbagai elemen. Di sisi Pengawasan tentu ada catatan, ini menarik kita bahas, serta untuk Pemilu Tahun 2024 apakah pandemi ini akan terus ada? Ini menjadi tantangan bagi kita semua, mari kita kupas tuntas, ungkap Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung, Kahpiana membuka acara.

Yusuf Kurnia menyampaikan pendapatnya, Pilkada 2020 telah diselenggarakan di masa pandemi Covid-19, kemudian dilakukan modifikasi secara teknis melalui peraturan-peraturan, baik untuk Bawaslu maupun KPU. Dalam konteks penanganan pelanggaran, Bawaslu telah menyediakan perangkat adanya pelaporan secara online, tetapi respon peserta lebih suka melakukan pelaporan secara langsung dengan datang ke kantor. Begitu juga dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) yang mengalami beberapa problem. Namun di tengah keterbatasan dan tantangan-tantangan ini, Bawaslu telah secara maksimal melakukan pengawasan termasuk penindakan terhadap kecurangan-kecurangan pilkada. Dipandu moderator Anggota KPU Bawaslu Kabupaten Bandung, Hedi Ardia, menyampaikan hasil pengawasan pada Pilkada 2020 di Kabupaten Bandung kemarin, ada 103 pelanggaran protokol kesehatan, 7 pelanggaran kode etik penyelenggara, 2 intimidasi kepada Penyelenggara Pemilu, 1 penggunaan fasilitasi pemerintah, 23.746 pelanggaran alat peraga kampanye, 10 pelanggaran politik uang, 30 pelanggaran netralitas ASN, dan 2 pelanggaran netralitas Kepala Desa.

Catatan besar dalam Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bandung Tahun 2020 meliputi 3 (tiga) poin yang merupakan keberhasilan bersama, yakni 1) Partisipasi pemilih sebesar 72,18% ini naik sebesar 9,28% dibandingkan Pemilihan Tahun 2015; 2) Tidak ada kluster Pilkada di masa Pandemi ini; dan 3) Situasi aman. Ini tentu saja berkat kesadaran dan komitmen semua pihak, ujar Agus Baroya membuka pemaparan materinya. Dalam Tahapan Penyelenggaraan Pilkada ada beberapa catatan, mulai dari tahapan persiapan meliputi sumber anggaran APBD dan APBN, Percepatan Regulasi, Pengaruh Pandemi Covid-19 terhadap pelaksanaan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis, Rekrutmen Badan Adhoc, serta Kapasitas server aplikasi SIDALIH dan regionalisasi. Semua ini ada plus minusnya, tambah Agus. Dari sisi tahapan Penyelenggara catatan kritisnya meliputi Penyempurnaan Sistem Informasi Pencalonan (SILON), e-katalog dan lelang konsolidasi, pemilih datang bergerombol, limbah medis belum ada aturannya, pemilih yang sedang isolasi mandiri karena kekhawatiran penularan kepada petugas, SIREKAP, serta Kampanye. Dari catatan kritis tadi kemudian saran dari kami diantaranya: 1) Perihal anggaran lebih baik ditarik ke APBN, 2) Perumusan regulasi lebih awal, 3) Penambahan jenis barang dalam e-purchasing/e-katalog, dan 4) perlu strategi khusus rekruitmen badan adhoc jelang Pemilu/Pemilihan 2024. Ini semua merupakan dinamika penyelenggaraan Pilkada yang tentu harus dihadapi, kemudian keberhasilan Pilkada ini merupakan keberhasilan bersama.

Fadli Rhamdanil, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memaparkan pembahasannya dalam kesempatan ini, disampaikan jika Demokrasi adalah suatu sistem nilai, demokrasi bisa tergelincir jika hanya digunakan sebagai alat legitimasi keputusan suara terbanyak, dan pada ujungnya mengarah kepada hasil yang dapat melanggar martabat dan nilai-nilai individu atau bahkan banyak orang, oleh sebab itu sebuah sistem hukum sangat dibutuhkan. Lebih lanjut masalah penegakan hukum pemilu ini terjadi meliputi: 1) kerangka hukum yang tidak kooperatif, tertinggal dari peristiwa dan tidak memberikan daya cegah dan efek jera; 2) Hukum acara penyelenggara yang rumit, tidak konsisten; 3) Desain kelembagaan yang menjadi tumpeng tindih dan belum sejalan dnegan tujuan mewujudkan keadilan pemilu; 4) Beda tafsir antar institusi penegakan hukum pemilu; 5) waktu penanganan yang sempit; dan 6) rasa aman masyarakat untuk melaporkan pelanggaran belum sepenuhnya hadir. Hal-hal tersebut menjadikan pekerjaan rumah bagi penegak hukum Pemilu. Untuk persiapan Pemilu 2024, jika kondisi seperti ini dibiarkan maka perlu dilakukam simulasi oleh KPU maupun Bawaslu terkait beban kerja dalam pelaksanaan kewenangan dengan pemilu yang bertumpuk di tahun 2024, hasil simulasi akan menjadi dasar untuk menentukan prioritas, langkah, dan strategi penyelenggara pengawasan dan penegakan hukum pemilu ke depan, pungkas Fadli. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 88 Kali.