
Literasi Untuk Meningkatkan Kualitas Demokrasi
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Jumat (23/04/2021) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung mengikuti webinar Bincang Nongkrong Demokrasi dan Pemilihan (BINOKASIH) yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Sumedang. Webinar yang bertajuk “Pengaruh Literasi dalam Meningkatkan Kualitas Demokrasi dan Pemilih Cerdas” ini menghadirkan dua orang narasumber, yang terdiri dari Plt. Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat Jawa Barat, Santi Susilawati, dan Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Idham Holik. Webinar tersebut juga diikuti oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota di luar Jawa Barat.
Indonesia pada tahun 2016, literasi masyarakatnya menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara, di bawah Thailand (peringkat ke-59) dan di atas Bostwana (peringkat ke-61). Peringkat ini diterbitkan berdasarkan hasil riset World’s Most Literate Nations Ranking. United National Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada diurutan kedua dari bawah, yakni sebesar 0,001%. Artinya dari seribu orang di Indonesia, hanya satu orang yang rajin membaca, sebut Santi mengawali pemaparan materinya.
Rendahnya literasi demokrasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) tingginya angka putus sekolah; (2) merebaknya kebodohan yang tidak berujung; (3) meluasnya kemiskinan; (4) tingginya angka kriminalitas; (5) rendahnya produktivitas kinerja; dan (6) rentannya sikap bijak dalam menyikapi informasi. Santi menambahkan, terdapat beberapa poin yang dapat dilakukan oleh para pemangku kebijakan dalam upaya meningkatkan budaya literasi demokrasi masyarakat di Indonesia, meliputi: (1) pemetaan literasi demokrasi di masyarakat; (2) sosialisasi literasi demokrasi kepada masyarakat dan komunitas melalui kampanye Pemilu cerdas; (3) menggalakkan strategi budaya literasi demokrasi; serta (4) meningkatkan ketertarikan literasi demokrasi melalui kegiatan menulis buku demokrasi dengan penguatan peran pemerintah.
Krisis budaya literasi sering melanda negara-negara yang sedang melakukan konsolidasi demokrasi. Selain kurangnya fasilitas perpustakaan dan akses public atas sumber bacaan, krisi budaya tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman atau kesadaran terhadap konsep belajar seumur hidup (lifelong learning), ujar Idham mengutip Miller & McKenna (2016). Gerakan kampanye literasi bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar dapat memahami dan mengimplementasikan model literasi otonom (autonomous model of literacy), sebagaimana dikutip dari Street (1995). Dalam model tersebut, literasi bukan hanya sekedar keterampilan membaca dan menulis, tetapi menjadi praktik sosial (social practice) yang dapat menghadirkan perubahan dengan dilandasi kompetensi kognitif sebagai output (hasil) dari membaca, sebut Idham.
Paulo Freire dan Donaldo Macedo (1987:1) menjelaskan bahwa membaca tidak hanya terdiri dari penguraian (decoding) kata atau bahasa tertulis, melainkan didahului oleh dan terjalin dengan pengetahuan dunia (knowledge of the world). Bahasa dan realitas secara dinamis saling terkait. Diawali dari kata, pembaca dapat memahami dunia. Melalui membaca, seorang pembaca dapat memahami ada hubungan antara teks dan konteks. Jadi dengan membaca, pemilih tidak sekedar memahami teks, tetapi memahami dunia, tambah Idham.
Idham memaparkan kondisi rata-rata sosial masyarakat Indonesia periode Januari 2021 berdasarkan data dari “We Are Social”, sebagai berikut: (1) jumlah waktu penggunaan internet selama 8 jam 52 menit; (2) jumlah waktu menonton televisi selama 2 jam 50 menit; (3) jumlah waktu menggunakan sosial media selama 3 jam 14 menit; (4) jumlah waktu membaca selama 1 jam 38 menit; (5) jumlah waktu mendengarkan musik selama 1 jam 30 menit; (6) jumlah waktu mendengarkan radio selama 30 menit; (7) jumlah waktu mendengarkan podcasts selama 44 menit; dan (8) jumlah waktu bermain games selama 1 jam 16 menit. Data-data tersebut di atas disusun dari koresponden dengan cakupan usia 16 tahun – 64 tahun. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)