Berita Terkini

48

SOSIALISASI PETUNJUK TEKNIS BAKOHUMAS

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Rabu (15/09/2021), KPU RI mengadakan Sosialisasi secara daring terkait Petunjuk Teknis Bakohumas KPU RI, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota. Ketua KPU RI, Ilham Saputra, memberikan sambutan sekaligus membuka secara resmi kegiatan tersebut. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bahwa badan publik wajib membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, sehingga layanan informasi dapat diakses dengan mudah tersedia dengan cermat, cepat dan akurat. Berkenaan dengan hal tersebut, sesuai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 35 Tahun 2014 yang menyebutkan Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) sebagai lembaga nasional struktural merupakan forum koordinasi dan kerja sama antar unit  kerja bidang humas yang melakukan fungsi margin dibidang informasi dan komunikasi badan publik/badan koordinasi untuk mendiseminasi berbagai informasi terkait penyelengaraan pemilu dan pemilihan. Ini merupakan awalan bagi kita sebagai lembaga yang tentu harus patuh terhadap peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan Bakohumas, ujar Ilham. Secara internal Bakohumas juga dibuat sebagai ruang komunikasi sekaligus konsolidasi internal KPU secara berjenjang dengan tujuan percepatan dan kelancaran arus informasi antar Bakohumas dan antar KPU Provinsi dan KPU kabupaten/Kota, tambah Ilham. Anggota KPU RI Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menyampaikan beberapa informasi terkait petunjuk teknis pelaksanaan Bakohumas yang tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 542 Tahun 2021. Bakohumas merupakan satu agenda yang sangat penting dan strategis bagi KPU, disatu sisi KPU menyelenggarakan program yang terkait dengan pendidikan pemilih, di sisi lain KPU juga melaksanakan sosialisasi dan hubungan masyarakat. Kedua sisi ini diharapkan akan mampu mewujudkan salah satu tugas dan kewajiban KPU dalam hal menyampaikan informasi kepemiluan bagi masyarakat, jelas Dewa. Bakohumas merupakan lembaga non struktural yang merupakan forum koordinasi dan kerja sama antar unit kerja bidang humas kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, lembaga penyiaran publik, lembaga negara non struktural, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, perguruan tinggi negeri, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. Bakohumas KPU dibentuk dengan suatu pertimbangan dan latar belakang, di samping merupakan sebuah kewajiban, juga merupakan komitmen KPU dalam rangka memberikan peyanan kepada masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program ini salah satunya untuk memperlancar arus informasi dari KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada pemangku kepentingan, imbuh Dewa. Dewa juga menjelasakan secara rinci apa saja yang tertuang dalam petunjuk teknis pelaksanaan Bakohumas. Di dalam petunjuk teknis ini mengatur tentang tugas dan tanggungjawab yang pada prinsipnya KPU RI sesuai dengan kewenangan yang ada mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk mengatur dalam aspek regulasi yang dituangkan dalam bentuk keputusan. KPU Provinsi/KIP Aceh memiliki tugas dan tanggungjawab dalam hal koordinasi terhadap Kabupaten/Kota penyelengara setingkatnya, sementara KPU/KIP Kabupaten/Kota sebagai pelaksana. Selain itu, petunjuk teknis ini juga mengatur tentang susunan pengurus Bakohumas, alur dan pelaksanaan informasi, strategi hingga kode etik Bakohumas. Sebagai penutup, Dewa juga menyampaikan bahwa peran nyata Bakohumas KPU adalah sebuah keniscayaan dengan lebih memperluas penyampaian informasi menghadapi Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, khususnya tantangan dalam melawan disinformasi dan hoaks kepemiluan yang masif penyebarannya. Dengan hadirnya Bakohumas KPU diharapkan dapat membangun kesiapan dan koordinasi antar Bakohumas secara berjenjang di internal KPU dan juga stakeholders lainnya terkait kepemiluan menjadi lebih aktif. Untuk itu KPU berkomitmen meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) kehumasan melalui beragam pelatihan dan pengembangan menuju Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 mendatang, karena Kesuksesan pemilu dan tingginya partisipasi masyarakat dipengaruhi dari arus informasi kepemiluan yang baik, positif, lengkap dan transparan yang dirilis ke publik untuk diketahui, tutup Dewa. Dalam kesempatan ini, KPU menghadirkan Anisha Dasuki selaku Praktisi Media sebagai narasumber. Anisha membagikan pengalamannya bagaimana cara menghadapi masalah hoaks, dalam hal ini juga yang seringkali dihadapi oleh humas KPU, dimana penyebaran informasi saat ini sulit dibendung karena informasi berada dalam genggaman kita, baik itu informasi hoaks atau fakta. Ada beberapa tipe hoax/fake news yang seringkali ditemui, diantaranya menduplikasi situs berita resmi, membuat domain persis dengan situs berita resminya dan memunculkan screen capture media konvensional. Sebagai praktisi media, Anisha menjelaskan bahwa ada beberapa tipe media yang dapat dimanfaatkan oleh sebuah instansi. Personel humas KPU harus mempunyai pertemanan yang baik dengan wartawan atau teman-teman media, sehingga apabila ada informasi yang ingin dibagikan akan lebih mudah untuk diliput, ujar Anisha. Anisha menambahkan, ada beberapa cara untuk berkomunikasi dengan rekan media, karena masing-masing media memiliki tipenya sendiri dalam pendekatanya, seperti chanel berita, berbicara dengan media harus berdasarkan data, fakta, dan referensi yang kuat. Bersiaplah untuk dibenturkan dengan ucapan narasumber lain, bisa dalam talkshow atau paket berita. Kemudian untuk Non-News Chanel, bicaralah yang singkat, padat, dan jelas. Karena televisi non berita hanya akan mengutip 20-30 detik dari ucapan narasumber. Bicara bernas akan menghindari salah persepsi atau informasi dipelintir karena kalimat yang belum selesai. Sedangkan untuk portal berita online kita harus jelaskan dengan lugas disertai fakta dan referensi yang kuat. Jangan sampaikan kalimat 'setengah-setengah' karena berpotensi dibuat judul bombastis untuk menarik 'klik', tutup Anisha. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
154

SISTEM DAN TAHAPAN PEMILU DAN PEMILIHAN

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU RI kembali menggelar kegiatan Webinar Berseri Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3) yang dilaksanakan pada Selasa (14/09/2021). Dalam Seri II kali ini, KPU mengambil tema Sistem dan Tahapan Pemilu dan Pemilihan. Webinar dibuka oleh Ketua KPU RI, Ilham Saputra. Dalam sambutannya, Ilham menyampaikan bahwa saat ini belum ada sistem pemilu ideal yang betul-betul baik bagi penyelenggara dalam sebuah negara demokratis, sehingga sistem kepemiluan sangat penting dan harus terus dikaji terkait dengan teknis pelaksanaannya. Pemilu tidak hanya bicara tentang sistem, tetapi juga bagaimana tahapannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem itu sendiri. Tahapan pemilu sendiri dirumuskan sebagai bentuk untuk mendesain, merencanakan, membantu dan mengontrol kegiatan dan aktivitas yang memudahkan penyelenggara dalam menjalankan tugasnya, dan peserta pemilu untuk terlibat dalam kontestasi di dalamnya. Ada tiga tahapan pemilu, yaitu tahapan pra pemilu, tahapan pemilu dan tahapan pasca pemilu yang masing-masing memiliki tantangan dan dinamika sendiri. Oleh karenanya tahapan ini harus betul-betul disiapkan sesuai peraturan perundang-undangan, dengan perhitungan yang akurat untuk setiap waktu dari tahapan itu sendiri. Anggota KPU RI Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, memberikan pengantar sebelum kegiatan dimulai. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya KPU untuk meningkatkan sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada masyarakat. KPU telah melaksanakan serangkaian kegiatan terkait program DP3, dimana respon terhadap program ini sangat baik. Melalui webinar seri 2 ini, KPU akan terus berupaya menyampaikan regulasi dan kebijakan-kebijakan untuk penyempurnaan penyelenggaraan pemilu. Melalui upaya sosialisasi dan pendidikan pemilih lebih awal, diharapkan informasi-informasi kepemiluan dapat sampai ke daerah-daerah, sampai ke desa dan kampung, dimana sesungguhnya kehidupan sosial dan pemilih berada disana. Mada Sukmajati, menjadi narasumber pertama yang menyampaikan pemaparannya mengenai sistem-sistem pemilu di Indonesia. Secara teoritik sistem pemilu di dunia menurut international IDEA dibagi menjadi empat rumpun besar, yaitu sistem Pluralitas/Mayoritas, Sistem Campuran, Sistem Proporsional dan sistem lainnya yang tidak dapat dimasukan ke dalam tiga kategori sebelumnya, yang mana disetiap rumpunnya terdapat beberapa varian lagi, dan salah satunya diadopsi dalam kepemiluan di Indonesia yang Ssbagian besar menggunakan sistem proporsional terbuka. Pemilu legislatif di Indonesia menggunakan sistem proporsional (daftar tertutup dan daftar terbuka). Pemilu di Indonesia sebetulnya masuk dalam kategori keluarga sistem pemilu yang banyak diakui dan dikembangkan diberbagai negara. Secara umum, tahapan pemilu terbagi menjadi tiga periode, yaitu Masa Pra-Pemilu, Masa Pemilu dan Masa Pasca-Pemilu, dimana banyak sekali aktivitas yang diselenggarakan pada masing-masing periode tersebut. Secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut, Masa Pra-Pemilu: terdiri dari Perencanaan, Pelatihan, Informasi dan Registrasi; Masa Pemilu: Nominasi, Kampanye, Pemungutan suara dan Hasil; Masa Pasca Pemilu: Strategi, Reformasi dan Kajian (audit dan evaluasi). Narasumber kedua, Pramono Ubaid yang juga sebagai Anggota KPU RI, turut memberikan pemaparannya terkait rancangan desain tahapan Pemilu Tahun 2024 dan sistem pemilu seperti yang telah dibahas oleh narasumber sebelumnya, dimana unsur-unsur di dalamnya terdapat besaran daerah pemilihan, desain surat suara, formula konversi suara menjadi kursi dan ambang batas (parlemen dan pencalonan kepala pemerintahan eksekutif termasuk di dalamnya penjadwalan pemilu). Pramono menjelaskan bahwa sistem pemilu dan unsur-unsur pemilu mempunyai dampak politik, yaitu dampak mekanik yang mempengaruhi kursi dan dampak psikologis yang mempengaruhi suara. Saat ini, KPU telah memiliki desain tahapan sementara, dimana untuk hari H Pemilihan 2024 dimulai pada 27 November 2024, sedangkan untuk hari H Pemilu 2024 dimulai pada 21 Februari 2024 yang jatuh pada hari Rabu dan tidak berlangsung di bulan puasa, juga tidak bersamaan dengan hari raya keagamaan. KPU menentukan hari Rabu karena adanya dampak yang diinginkan, salah satunya diharapkan pemilih terdorong untuk datang ke TPS dan tidak memilih untuk pergi liburan jika pemilu jatuh pada Senin atau Jumat. Kemudian untuk pencalonan Pemilihan 2024 didasarkan pada perolehan suara pada Pemilu 2024. Hasil perolehan suara Pemilu 2024 akan menentukan peta lokasi Pemilihan 2024.  Pramono menambahkan bahwa tahapan dimulai 25 bulan sebelum hari H, berbeda dengan tahapan-tahapan pada pemilu sebelumnya, kali ini persiapan dilakukan lebih lama karena KPU sudah mengetahui tantangan pada pemilu sebelumnya seperti apa, sehingga KPU ingin mempersiapkan lebih baik lagi. KPU menambahkan lima bulan masa persiapan yang disebut dengan pre-election period atau Masa Pra-Pemilu yang biasanya tidak dimasukan ke dalam tahapan, ujar Pramono. Pimpinan Netfid Indonesia, Dahlia Umar, menjadi narasumber terakhir dalam kegiatan ini. Dalam pemaparannya Dahlia membahas tentang sistem pemilu dan implikasinya terhadap landskap politik Indonesia, dimana sistem pemerintahan presidensial dengan sistem pemilu proporsional dan multipartai ekstrem (PR) mengakibatkan tidak ada partai politik yang memenangkan pemilu secara mayoritas, sehingga harus membentuk koalisi. Koalisi yang terbentuk lebih bersifat pragmatis untuk tujuan power sharing tanpa pertimbangan ideologis/kompromi kebijakan. Koalisi mayoritas tunggal mengakumulasi kekuasaan secara kolektif, hampir tidak pernah ditemukan negosiasi dan kompromi kebijakan antar partai politik dalam isu tertentu, tetapi lebih pada bagaimana mendistribusikan alokasi kekuasaan dalam bentuk jabatan-jabatan di kementerian, mempengaruhi birokrasi, memperoleh posisi strategis seperti komisaris dan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta sistem pemilu dengan PR terbuka disatu sisi melemahkan fungsi partai politik dalam arena berkontestasi, namun di sisi lain memperkuat oligarki partai politik dalam penentuan elit partai dan kandidat calon anggota legislatif. Ada personalisasi kepemilikan sebagian partai politik yang mempengaruhi dinamika sirkulasi kepemimpinan partai politik, sehingga tidak mengakar kepada konstituen. Selain itu, Dahlia juga menyampaikan ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pemutakhiran data pemilih dan penggunaan teknologi informasi pungut hitung di Indonesia, yaitu e-Rekap. Yang menjadi major Issues dalam aturan pendataan kependudukan dengan pemutakhiran data pemilih antara lain: (a) pemutakhiran data kependudukan bersifat aktif oleh penduduk sedangkan dalam pemutakhiran data pemilih penduduk lebih bersifat pasif; (b) penduduk tercatat dua kali atau tidak tercatat sama sekali karena berdomisili tidak sesuai dengan alamat KTP; dan (c) penduduk yang sudah meninggal/tidak lagi berdomisili masih tercatat di alamat asal dan tidak memperbarui data kependudukannya, sehingga tetap tercatat dalam DPT dan rawan disalahgunakan, ungkap Dahlia. Kemudian penggunaan e-Rekap juga memiliki tantangannya tersendiri, dimana perangkat aturan dan desain penggunaan teknologi informasi yang diinginkan belum disepakati secara utuh dan dituangkan dalam aturan perundang-undangan. Sistem pemilu yang rumit dengan tenggat waktu pemungutan dan penghitungan suara di hari yang sama berpotensi menghasilkan pencatatan yang tidak lengkap/tidak akurat dalam berita acara. Pemilu 5 kotak menghasilkan lima berita acara yang membebani petugas penyelenggara, apalagi bila ditambah dengan menyusun berita acara khusus untuk untuk rekapitulasi secara elektronik. Pemilu 5 kotak bisa saja membutuhkan instrumen e-Rekap yang berbeda karena perbedaan sistem antara Pilpres, Pemilihan DPD, DPR dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jaringan internet belum mencakup seluruh wilayah terutama di wilayah remote areas, dataran tinggi dan kepulauan, sehingga menyulitkan perekaman hasil melalui internet. Dahlia juga membahas singkat mengenai partisipasi pemilih, yang mana kelemahan di Indonesia ini adalah bentuk partisipasi yang semakin mengecil dan melemah. Partisipasi politik merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mepengaruhi cara kerja dan dampak dalam sebuah sistem politik. KPU sebenarnya dapat mengambil peran untuk meningkatkan kemampuan rakyat dalam menyampaikan opininya atau berpartisipasi secara luas, bukan terbatas hanya pemilu. Untuk itu dengan adanya program DP3 diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemilih untuk menjadi pemilih yang bermartabat, pemilih cerdas yang paham dan mampu menggunakan hak-haknya secara aktif, pungkas Dahlia. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
87

PELUANG PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMILU

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU)  Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Webinar Nasional pada Jumat (11/09/2021) dengan tema Peluang Penerapan Special Vote Arrangement (SVA): Early Voting, Drop Box dan Postal Vote dalam Praktik Pemilu di Indonesia. Dalam pengantarnya, Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Rifqi Ali Mubarok, menyampaikan ada beberapa cara pemungutan suara untuk dapat dilakukan selain datang ke TPS yang dapat menjadi alternatif ketika pemilih tidak memungkinkan untuk datang ke TPS, seperti Early vote, Postal Vote, dan TPS Mobile yang pernah diterapkan di Indonesia pada tahun 2004/2009. Tidak menutup kemungkinan model  ini dapat diterapkan pada Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Hal ini tidak lain dalam rangka menjamin pemilih agar tidak kehilangan dan tetap dapat menggunakan hak pilihnya karena terkendala untuk datang ke TPS, ujar Rifqi. Direktur Eksekutif NETGRIT, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menjadi narasumber pertama. Ferry dalam kesempatan ini menyampaikan materi tentang pengalaman Pemilu Indonesia di Luar Negeri. Ada catatan penting  terkait Special Voting Arrangement. Jika kita melihat bagaimana pengaturan kegiatan pemungutan suara yang khusus ini dibeberapa negara, terdapat 4 aspek yang dilakukan, antara lain: (1) Early Voting; (2) Postal Voting ; (3) Proxy Voting (para pemilih memberikan wewenang kepada orang lain dalam memberikan suara mereka); dan (4) Home and Institutional - based Voting by Mobile Ballot Box (TPS Keliling). Dalam kerangka SVA Pemilu Indionesia, sekiranya ada 3 metode yang sudah digunakan dibeberapa kegiatan, khususnya digunakan dalam proses pemilu di luar negeri. Pada Pemilihan di luar negeri juga ada beberapa tantangan yang dapat dijadikan pencermatan dalam mendesain kegiatan-kegiatan proses pemilu, terutama yang terkait dengan pemungutan suaranya, disinilah SVA menjadi penting untuk dilakukan. Jika melihat data pemilu pada tahun 2019, metode pemilihan yang dilakukan adalah TPS LN, Kotak Suara Keliling dan POS. Hal ini terkait dengan mekanisme yang ada disetiap negara. Melihat beberapa kondisi termasuk partisipasi pemilih yang cukup rendah di luar negeri, KPU melakukan Early Voting yang merupakan terobosan dari SVA. Dengan melihat dampak yang positif terhadap partisipasi pemilih, meskipun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tidak memberi ruang bagi KPU untuk melaksanakan pemungutan suara Pemilu Presiden-Wakil Presiden di luar negeri lebih awal dibanding di dalam negeri, KPU memutuskan untuk mengadopsi pengaturan pemungutan suara lebih awal (early voting) bagi Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 di luar negeri. Pengaturannya di tuangkan dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2014, sebut Ferry. Ferry juga memberikan beberapa rekomendasi terkait pemilu Indonesia di luar negeri, antara lain perlunya penguatan regulasi serta penerapan SOP yang informatif. Early Voting juga masih penting digunakan untuk memberikan kesempatan masyarakat Indonesia di luar negeri menggunakan partisipasinya dengan waktu yang sesuai kondisi di negara yang bersangkutan, serta dalam penerapan SVA perlu memperhatikan transparansi, keamanan, kerahasiaan dengan mitigasi secara menyeluruh dan uji coba yang terukur, tutup Ferry. Peneliti Senior Perludem (Perkumpuluan untuk Pemilu dan Demokrasi), Heroik M. Pratama, lebih melihat konteks penerapan SVA dalam skala yang sifatnya lebih komparatif. SVA ini penting dalam tata kelola pemilu di Indonesia. Perlindungan hak pilih menjadi gagasan awal dari penerapan SVA, yang kemudian desain konstitusi di Indonesia mewajibkan bahwa tidak ada satupun orang yang sudah memenuhi kriteria sebagai pemilih tidak difasilitasi hak pilihnya, harus diberikan akses yang mudah dan setara dalam proses pelayanan hak pilihnya. untuk itu, SVA atau pemberlakuan khusus dalam pemungutan suara yang tujuan utamanya adalah perlindungan hak pilih. Gagasan awal inilah, walaupun di tengah situasi dan kondisi apapun, desain tata kelola pemilu dapat disesuaikan sedemikian rupa dengan tujuan perlindungan hak pilih, termasuk di tengah tata kelola pemilu yang situasinya abnormal, misalnya dalam situasi bencana alam ataupun non alam, maka dari itulah diberlakukannya SVA. Metode yang sering digunakan dalam SVA berupa Early Voting, jika di kontektualisasikan dengan pandemi saat ini, Early Voting bertujuan untuk meminimalisir adanya penumpukan pemilih pada hari pemungutan suara. Metode ini dapat menjamin pemilih unuk tetap memberikan suaranya kepada Lembaga legislatif yang sesuai dengan levelnya masing-masing. Postal Vote, digunakan sebagian besar penduduk Amerika di tengah situasi pandemi saat ini, maka postal vote juga dapat memberikan perlindungan hak pilih. Namun demikian ada beberapa tantangan dalam melakukan SVA ini, yaitu menentukan klasifikasi siapa saja yang berhak menggunakan SVA, logistik pemilu utamanya surat suara yang perlu dipersiapkan, perlunya autentifikasi pemilih untuk memastikan SVA tidak berujung pada electoral malpracties serta memastikan prosedur pengamanan surat suara sampai hari penghitungan suara. Ketika kita ingin menerapkan SVA ini, jangan kemudian menjadi suatu persoalan yang menambah beban kerja penyelenggara pemilu dan juga mengurangi prinsip demokratis kita akibat daftar pemilih dan autentifikasi pemilih yang tidak bisa kita pastikan, ujar Heroik mengakhiri pemaparannya. Direktur DEAL (Democracy an Electoral Empowering Partnership), Neni Nur Hayati, juga berkesempatan menjadi narasumber dalam webinar ini. Neni memberikan catatan – catatan penting pada Pemlu Tahun 2019 dan Pilkada Serentak Tahun 2020 dalam tata kelola dan regulasi. Penerapan  SVA pada pemilu di Indonesia sudah dapat dijadikan kebutuhan untuk menjawab beberapa problematika yang terjadi, tetapi tentu saja harus dibarengi payung hukum yang kuat, uji coba dan simulasi  secara bertahap, juga melakukan evaluasi mengenai kelemahan dan kelebihan serta mengkaji apa yang menjadi manfaatya dan mudharatnya. Proses ini dapat menghasilkan rekomendasi SVA yang paling tepat, sehingga harapannya trust public serta legitimasi proses dan hasil atas penyelenggaraan pemilu/pemilihan yang jujur dan adil dapat  berimplikasi terhadap peningkatan partisipasi pemilih, terang Neni. Neni memberikan rekomendasi dalam penerapan SVA pada pemilu di Indonesia terkait bagaimana penguatan regulasi (mendesak perubahan regulasi, antara lain amandemen terbatas UU atau Perppu) menjadi hal yang sangat krusial, kemudian bagaimana kesiapan SDM, infrastruktur dan teknologi, penganggaran yang optimal, sosialisasi yang terstruktur, akurasi data pemilih, ketersediaan logistik (penyediaan surat suara),  mitigasi mikro dan penyusunan Peraturan KPU maupun Perbawaslu. Penerapan SVA di Indonesia menjadi keniscayaan untuk pemilu yang terbuka, sederhana, transparan dan berintegritas, tutup Neni. (Humas KPU Kabupaten Bandung).


Selengkapnya
52

MEDIA KREATIF DIGITAL UNTUK PENGUATAN DEMOKRASI

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Rabu, 8 September 2021, KPU Provinsi Jawa Barat mengadakan webinar 3D (Data & Digital Discussion) seri ke-8. Tema yang diambil kali ini mengenai Media Kreatif Digital Untuk Penguatan Demokrasi. Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Rifky Ali Mubarok, memberikan sambutannya sekaligus membuka secara resmi kegiatan webinar pada hari ini. Untuk penguatan pemilu dan pemilihan dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi yang dilakukan, baik di Provinsi Jawa Barat maupun Kabupaten/Kota lainnya, sudah seharusnya kita dapat memanfaatkan media-media digital yang sangat potensial untuk memberikan informasi maupun mengedukasi masyarakat, termasuk yang terkait dengan pembangunan atau penguatan demokrasi. KPU dapat memanfaatkan media digital menjadi media utama untuk menyampaikan informasi dan edukasi, sehingga sudah saatnya kita menanggalkan media-media konvensional atau media luar ruang yang biasanya digunakan. Untuk itu diperlukan media literasi digital kreatif  yang harus dilakukan agar apa yang diinformasikan KPU terkait pemilu dan pemilihan dapat mengundang ketertarikan masyarakat untuk membaca dan memperbincangkan. Untuk itu, Rifqi mengajak agar KPU dapat bersama-sama belajar bagaimana membuat media digital kreatif, tidak hanya untuk penguatan demokrasi, tetapi juga menyampaikan informasi yang dapat menarik perhatian masyarakat untuk membahas isu-isu terkait pemilu dan pemilihan. Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Titik Nurhayati, memberikan sedikit pengantar kegiatan diskusi pada edisi spesial ini, tentang bagaimana membuat konten digital yang akan mengisi ruang media sosial maupun media publikasi yang dimiliki oleh KPU. Untuk memproduksi sebuah grafik digital ada yang dapat berupa gambar maupun tidak. Astu Prasidya yang merupakan Film and Animator Director, sekaligus Nominator Piala Citra Film Pendek Terbaik, bertindak sebagai Narasumber. Astu membagikan pengalamannya selama memproduksi content digital, dimana ide-ide yang muncul dalam pembuatan sebuah konten ia dapatkan, salah satunya bisa didapat dari data-data atau ide cerita yang klien berikan, atau bahkan muncul dari keresahannya tentang masalah sosial, masalah lingkungan ataupun masalah lainnya, sehingga tercipta sebuah karya, dalam hal ini karya animasi. Astu menjelaskan, untuk pembuatan konten digital yang pertama harus dilakukan yaitu mengenal medianya terlebih dahulu dan mengetahui karakteristik platform-platform yang akan digunakan, sehingga kita juga dapat menentukan berapa durasi yang akan dibuat sesuai dengan platformnya. Selanjutnya yang harus dilakukan dalam pembuatan konten digital yaitu bagaimana caranya menarik perhatian audiens untuk melihat konten tersebut, tentu disertai dengan isi pesan yanga akan disampaikannya. Untuk perangkat yang digunakan, Astu justru tidak memiliki alat sendiri, melainkan cukup dengan sewa, karena menyewa beliau mendapatkan alat-alat yang terbaru, lain halnya jika memiliki alat sendiri. Dan hal ini dibuktikan oleh hasil karyanya yang selalu menarik. Secara teknisnya KPU harus memiliki konsep dan grand design yang bagus untuk membuat suatu karya agar lebih terukur, agar media yang digunakan KPU dalam memberikan informasi lebih menarik, dengan konsep yang seragam dan satu kesatuan. Narasumber kedua, Irawan Karseno, seorang seniman dan interior desainer, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta 2015-2018, berbagi cerita dan pandangannya mengapa seni harus diperkuat untuk peradaban, mengapa produksi seni penting untuk memperkuat masyarakat Indonesia, dalam konteks ini memperkuat demokrasi.  Menurutnya dalam bernegara, pemilih itu ibarat keluarga yang rukun dengan berbagai suku, ras, budaya dan agama,  satu keluarga besar yang membuat satu perhelatan besar yang bernama pemilu, untuk memilih kepala pelayan kita. Seni bukan hanya untuk kepentingan seniman saja, tetapi mempunyai sisi yang spiritual dalam pengertian, membangun peradaban atau membangun kebudayaan, karena sebetulnya seni memperhalus perasaan manusia, memahami kebenaran dengan perasaan. Seni juga berbicara tentang hal-hal yang melatih empati manusia menjadi lebih besar, empati yang dapat membangun toleransi. Problematika yang ada saat ini yaitu kesenian dan kreatifitas juga digunakan oleh dinamika politik kekuasaan, dimungkinkan terjadinya perang konten di dalam ruang digital. Maka tugas KPU bersama seniman ahli yaitu membangun informasi yang tidak sekedar propaganda dan instruksional, melainkan informasi sebesar-besarnya agar bagaimana semua elemen masyarakat menjaga negara ini, tutup Irawan. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
76

KPU KABUPATEN BANDUNG TERIMA HIBAH ASET DARI PEMKAB

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – 8 September 2021 menjadi hari bersejarah bagi KPU Kabupaten Bandung setelah perjuangan panjang selama 10 tahun menanti hibah tanah serta gedung dan bangunan. Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU Kabupaten Bandung, Agus Baroya, SP., MM. pada acara Penyerahan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dan Penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) Hibah Tanah dan Gedung dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung kepada KPU Kabupaten Bandung yang dilaksanakan di Rumah Dinas Bupati Bandung, Komp. Pemda, Jl. Raya Soreang KM 17. Momen ini akan menjadi tonggak untuk perubahan serta kemajuan yang signifikan bagi pembangunan demokrasi di Kabupaten Bandung ke depan. Pembangunan gedung KPU yang representatif, selain menjadi kebanggaan warga Kabupaten Bandung, juga menjadi simbol keseriusan atas komitmen dan fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dibidang kepemiluan yang akan mendorong peningkatan kemajuan demokrasi di Kabupaten Bandung, tutur Agus. Agus menambahkan, keluarga besar KPU Kabupaten Bandung, KPU Provinsi Jawa Barat dan KPU RI menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bupati beserta seluruh jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. Kami jajaran penyelenggara pemilu merasa sangat bahagia karena perjuangan panjang dan keinginan untuk mendapatkan hibah tanah serta gedung dan bangunan sejak Januari 2011 akhirnya terwujud. Semoga dengan gedung baru representatif yang nantinya dibangun, akan menjadi energi positif bagi KPU khususnya, dan seluruh stakeholders kepemiluan di Kabupaten Bandung pada umumnya dalam berdemokrasi yang elegan. Prosesi penyerahan NPHD dan penandatanganan BAST dilakukan antara Ketua KPU Kabupaten Bandung dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung, Dr. Cakra Amiyana, ST., MA. yang disaksikan secara langsung oleh Bupati Bandung, H.M. Dadang Supriatna, S,Ip.,M.Si. Ini merupakan amanat undang-undang, salah satunya dengan memfasilitasi penyelenggara pemilu, diantaranya adalah KPU. Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung berkomitmen akan selalu mendukung penyelenggaraan pemilu/pemilihan yang bersih dan lebih baik serta memfasilitasinya melalui penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang, sebut Dadang. Hibah dan aset yang diserahkan kepada KPU ini merupakan salah satu bentuk perhatian dari Pemerintah Daerah terhadap penyelenggaraan pemilu dan pemilihan di Kabupaten Bandung. Lahan ini sangat bermanfaat karena berhubungan dengan kepentingan hajat hidup masyarakat banyak. Semoga dengan terlaksananya proses hibah ini dapat membantu meningkatkan kemajuan pembangunan daerah secara umum. Oleh karena itu, selanjutnya kami tunggu pembangunan konstruksinya, sehingga saat menghadapi pelaksanaan pemilu dan pemilihan nanti kita semua sudah siap. Kami apresiasi yang sebesar-besarnya untuk proses ini, imbuh Dadang. Dalam hibah yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, KPU Kabupaten Bandung menerima 2 bidang tanah dengan luas total sejumlah 4.851 m2 serta 6 gedung dan bangunan dengan luas total sejumlah 500 m2. Kedua aset tersebut berlokasi di Jl. Sindang Wargi, Kecamatan Soreang. Adapun gedung dan bangunan yang dihibahkan merupakan kantor yang selama ini digunakan untuk beraktivitas sehari-hari oleh KPU Kabupaten Bandung. Impian KPU Kabupaten Bandung selanjutnya adalah memiliki gudang yang memadai. Ini menjadi critical point yang harus diantisipasi dan dipersiapkan dari sekarang. Dengan jumlah penduduk terbesar kedua se-Indonesia, maka logistik pemilu/pemilihan akan sangat banyak dan membutuhkan sarana gudang yang besar agar pengelolaan logistik dapat dijalankan dengan optimal. Harapan kami kepada Bupati Bandung untuk tahap berikutnya adalah pengadaan fasilitas gudang yang menunjang, sehingga proses tata kelola logistik tidak mengalami hambatan, tutup Agus. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
53

PEMBELAJARAN PEMILU DAN DEMOKRASI DI TINGKAT SMA/SMK/SLB

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Selasa (07 September 2021), KPU Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Diskusi Kegiatan Muatan Pembelajaran Pemilu dan Demokrasi pada tingkat SMA/SMK/SLB di Jawa Barat. Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Rifqi Ali Mubarok, dalam sambutannya menyampaikan bahwa sebagai bentuk upaya melaksanakan pendidikan pemilih, selain berkolaborasi dengan pemerintah provinsi, KPU juga berkolaborasi dengan media untuk sama-sama membangun pemilu dan demokrasi di Jawa Barat ke arah yang berkualitas dan berintegritas. Salah satu hal yang diupayakan KPU untuk terus membangun dan memperbaiki pelaksanaan pemilu/pemilihan serta budaya demokrasi di Jawa Barat yaitu melalui  pendidikan pemilih yang dilaksanakan di luar tahapan. Hal yang perlu dipersiapkan selanjutnya yaitu bagaimana menyiapkan pemilih-pemilih yang nantinya akan memilih di tahun 2024, termasuk kemungkinan pelajar di tingkat SMA/SMK/SLB yang akan menggunakan hak pilih dan menjadi pemilih pemula yang sangat potensial dan dapat mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih. Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi yang jumlah pemilihnya paling banyak di Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan demokrasi secara nasional, salah satunya dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024. Anggota KPU Provinsi Jawa Barat Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat, Idham Holik, menjadi narasumber pertama. Demokrasi sebagai sebuah pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus diinternalisasi dengan baik. Proses internalisasi tersebut berlangsung sepanjang waktu secara simultan. Dengan terinternalisasinya nilai-nilai demokrasi, partisipasi pemilih pemula akan jauh lebih baik. Demokrasi konsolidasi menjadi kewajiban kita semua, oleh karena itu mendidik warga negara, mendidik siswa dan mendidik pemilih menjadi tanggung jawab kita semua. Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat, kedaulatan rakyat dapat dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat di dalam tahapan penyelenggaraan pemilu/pemilihan. Mengapa pemilih pemula harus ikut berpartisipasi? Hal ini berkaitan dengan legitimasi pemerintahan, lebih luasnya partisipasi juga akan berdampak pada efektivitas jalannya pemerintahan. Ada Beberapa catatan tentang potensi yang dapat merusak proses pemantapan konsolidasi demokrasi pada pemilu/pemilihan. Pemilu/Pemilihan Serentak Tahun 2024 harus terbebas dari politik pasca kebenaran, politik identitas, politik permusuhan, politik uang/klientelisme, politik intimidasi; budaya politik tak setara; pemilih literat, dan media partisan, terang Idham. Idham juga menjelaskan bahwa tujuan pendidikan pemilih adalah sebagai pemelihara dan penerus warisan budaya demokrasi, karena budaya demokrasi merupakan amanah para pendiri bangsa. Budaya demokrasi seperti apa yang diinginkan para pendiri bangsa? Yaitu budaya Demokrasi Pancasila dan budaya demokrasi Konstitusional menurut UUD Tahun 1945. Dengan budaya demokrasi kita dapat membangun Indonesia, membangun Jawa Barat dan tempat dimana kita tumbuh. Di Jawa Barat sendiri, Pendidikan pemilih akan difokuskan pada bagaimana mengembangkan kepribadian pemilih, sehingga pemilih dapat memiliki intelektualitas yang cukup baik. Pendidikan pemilih diharapkan dapat mengembangkan budaya heutagogy (belajar mandiri/self-determining learning) bagi pemilih, karena pemilih memiliki kuriositas tinggi. Inti dalam proses pendidikan pemilih sendiri dititiktekankan pada partisipasi berpengetahuan dengan pondasi prinsip demokrasi yang tertuang dalam konstitusi atau regulasi, dan yang lebih spesifik lagi terhadap Pancasila, jelas Idham. Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh MGMP Pkn Provinsi Jawa Barat, Ida Rohayani. Ida memaparkan dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) melibatkan banyak hal terutama mempelajari tentang konstitusi, aturan-aturan dan bagaimana menjalankan pemerintahan, mempelajari proses pemilu dan mengajarkan nilai-nilai sikap sebagai warga negara yang baik, juga membangun keterampilan dalam berpolitik dan pemerintahan. PPKn bukan hanya pendidikan tentang kewarganegaraan, tetapi ideologi harus masuk di dalamnya. PPKn mengajarkan bagaimana menjadi bagian integral dari ide, instrumen, serta cara hidup bermasyarakat, bernegara dan berbangsa Indonesia. Tujuan dari pendidikan nasional untuk membentuk pelajar yang potensial, mendidik mereka sebagai manusia yang religious, beretika, sehat, berpengetahuan, cerdas, kreatif, mandiri. Sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, sesuai yang tertuang dalam Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kaitannya dengan profil pelajar Pancasila, bahwa pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Ada tiga kunci yaitu pelajar sepanjang hayat, kompetensi global dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila (Think Globally Act Locally). Kemudian, profil pelajar Pancasila adalah profil lulusan yang bertujuan menunjukkan karakter dan kompetensi yang diharapkan diraih dan menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila peserta didik dan para pemangku kepentingan. Apa saja dimensi profil pembelajaran Pancasila itu? Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, Berkebhinekaan global, gotong-royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Profil pelajar baru didengungkan di tahun 2020, tetapi profil pelajar Pancasila di sekolah sudah dapat diterapkan melalui iklim sekolah, kebijakan, pola interaksi dan komunikasii, serta norma yang berlaku di sekolah, melalui pembelajaran berbasis proyek konstektual dan interaksi dengan lingkungan sekitar yang harus melibatkan semua guru untuk menciptakan warga negara yang baik, serta melalui ekstrakurikuler atau kegiatan untuk mengembangkan minat dan bakat, untuk kemudian sekolah dijadikan laboratorium kewarganegaraan, tutup Ida. Pemimpin redaksi Tribun Jabar, Adi Sasono, yang bertindak sebagai narasumber memberikan pandangannya bahwa pemilih pemula ibarat tunas yang sangat berharga di masa depan sebagai generai penerus. Sehingga sebaiknya dalam konteks pemilu mereka menjadi pemilih yang benar, dan ketika menjadi kontestan mereka dapat menjadi kontestan yang benar. Sudah seharusnya remaja menulis dengan penanya sendiri, dan membaca dengan kacamatanya sendiri, ucap Adi. Ada beberapa permasalahan bagi pemilih pemula dalam pemilu, antara lain problem administratif, banyak pemilih pemula yang tidak paham mengapa harus ada pemilu sebagai proses politik dalam negara demokrasi, kemudian mereka mudah dibujuk untuk ikut kampanye, padahal ketika bukan dalam proses pemilu mereka sebagai kelompok pemula tidak diperhatikan. Problem lainnya karena keluguan dan mudah terbawa arus, mereka dapat menjadi pendukung buta bahkan golput. Kemudian yang terakhir kelompok pemilih pemula masih minim literasi, rawan gagal paham terhadap realitas di media sosial yang penuh hoax. Pemilih pemula sebagai pasar yang potensial dimata media harus diperhatikan dengan serius. Media juga harus menyediakan kebutuhan informasi kredibel dan edukatif, kemudian diwujudkan menjadi sebuah produk yaitu berita yang kredibel dan multiplatform juga even yang melibatkan pemilih pemula, terang Adi menutup paparannya. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya