
SELEKSI CALON ANGGOTA KPU RI DAN BAWASLU RI PERIODE 2022-2027
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Senin (04 Oktober 2021), Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri mengadakan webinar terkait Seleksi Calon Anggota KPU RI dan Bawaslu RI Periode 2022-2027. Webinar dibuka oleh Dirjen Politik dan PUM Kemendagri, Bahtiar, yang menyampaikan bahwa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, bahwa persiapan penyelenggaraan seleksi harus disusun paling lambat enam bulan sebelum berakhirnya jabatan penyelenggara pemilu, dalam hal ini Anggota KPU RI dan Bawaslu RI periode 2017-2022 yang akan berakhir pada bulan April 2022. Sehingga pada pertengahan bulan Oktober ini persiapan harus sudah dilaksanakan, dan Tim Seleksi harus sudah dibentuk. Tim seleksi sendiri, sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 berjumlah paling banyak 11 orang dengan memerhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%. Bahtiar menambahkan, calon peserta anggota KPU RI dan Bawaslu RI yang akan mendaftar diharapkan memahami betul apa saja tugas pokok dan syarat sebelum mendaftar. Seleksi calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI memalui beberapa tahapan seleksi yaitu: (1) Pendaftaran, yang diumumkan melalui media massa nasional; (2) Seleksi Administrasi; (3) Tes Tertulis; (4) Tes Psikologi; (5) Tes Kesehatan; dan (5) Tes Wawancara. Hasil dari seleksi ini menghasilkan dua kali calon anggota dan dilaporkan kepada presiden, kemudian diteruskan ke DPR RI untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan, yang selanjutnya menyampaikan nama-nama terpilih kepada presiden untuk dilantik.
Dosen Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, menjadi narasumber pertama. Syarat utama menjadi calon anggota KPU dan Bawaslu memiliki 5 aspek, antara lain non partisan. Mencari non partisan tidaklah mudah karena rekam jejak dari setiap calon yang berbeda, dimungkinkan mereka pernah berkecimpung di dunia partisipasi politik, namun dalam hal ini karena KPU dan Bawaslu merupakan lembaga yang akan mengelola pemilu, dimana berhadapan dan bersentuhan langsung dengan suksesi kepemimpinan nasional, maka sikap non partisan harus ditegakkan. Inilah yang menjadi tantangan bagi panitia seleksi ke depan dalam menyaring orang-orang yang berintegritas dan jujur. Berdasarkan pengalaman selama ini ada beberapa yang menjadi tantangan seleksi KPU dan Bawaslu. Sumber daya potensial rekrutmennya terbatas seputar petahana, aktivis lembagag swadaya masyarakat (LSM) dan akademisi, Tantangan berikutnya adalah pengetahuan kepemiluan, rekam jejak integritas, proses seleksi, kepentingan politik dan keterwakilan perempuan yang perlu diperkuat dan tidak hanya dipertimbangkan, tetapi wajib, terang Sri.
Sri juga menambahkan beberapa rekomendasi terkait seleksi anggota KPU dan Bawaslu, dimana perlu adanya transparansi dalam proses seleksi, baik dalam ranah panitia seleksi maupun ranah DPR. Konsistensi antara proses teknokratik di panitia seleksi dan proses politik di DPR dalam penetapan hasil seleksi untuk meminimalkan potensi intervensi dan kepentingan politik DPR (partai politik) dalam komposisi anggota KPU dan Bawaslu yang terpilih, serta perlu adanya penguatan kebijakan afirmatif dalam peraturan teknis seleksi dan pengambilan keputusan DPR agar peningkatan jumlah perempuan calon anggota KPU dan Bawaslu terefleksikan secara memadai dalam keterpilihan.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDI-P, Junimart Girsang, turut menjadi narasumber dalam webinar ini. Menyambung pembahasan sebelumnya, Junimart menyampaikan bahwa DPR RI melalui Komisi II, sesuai dengan perintah Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 ahun 2017 menggariskan bahwa setelah panitia seleksi melakukan kegiatannya dalam rangka menyaring calon anggota penyelenggara pemilu, maka DPR menunggu hasil kerja panitia seleksi melalui presiden. Selama 30 hari setelah DPR menerima surat dari presiden, Komisi II harus sudah bekerja melakukan rekam jejak atau memverifikasi. Komisi II akan membuat tim untuk mencari dan mendalami rekam jejak para calon anggota KPU dan Bawaslu.
Sekretaris Departemen Politik dan Pemerintahan Fisip UGM, Mada Sukmajati, menjadi narasumber yang turut menyampaikan paparannya dengan mengangkat tema partisipasi publik dalam proses seleksi calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI. Partisipasi publik menjadi sangat penting dalam seleksi calon anggota penyelenggara kepemiluan, karena demokrasi sangat ditentukan oleh pemilu. Pemilu adalah hajatan bersama yang melibatkan semua pihak disebuah negara, sehingga partisipasi publik perlu didorong dalam proses rekruitmen penyelenggara pemilu karena pemilu tidak sebatas aktivitas pencoblosan atau penggunaan hak suara saja, partisipasi masyarakat juga diharapkan dapat menjamin proses dan hasil pemilu yang baik serta menghasilkan para pemimpin yang baik. Partisipasi juga diharapkan dapat menjamin penegakan prinsip Lembaga Penyelenggara Pemilu (LPP) yang ideal, yang mana prinsip-prinsip besarnya adalah independensi, imparsialitas, integritas, transparansi, efisiensi, profesionalisme dan berorientasi pelayanan. Prinsip-prinsip tersebut membentuk dasar bagi penyelenggaraan kepemiluan dan sangat esensial untuk menjamin integritas proses pemilu, jelas Mada.
Pemilu adalah salah satu lembaga politik, sehingga partisipasi politik warga negara individual sangat diharapkan. Partisipasi dalam proses rekruitmen dapat diharapkan dari tokoh-tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, pegiat pemilu atau masyarakat sipil, akademisi dan media massa yang tidak kalah pentingnya. Ada berbagai bentuk partisipasi pemilu, antara lain mencalonkan diri dan memberikan dukungan kepada calon, juga memberikan penolakan kepada calon disertai dengan alasan yang konkret dan valid untuk menghindari pembunuhan karakter dan kampanye hitam, serta mendiskusikan berbagai dinamika pada setiap tahapan dalam berbagai bentuk forum diskusi dalam rangka menghasilkan rekomendasi dan usulan kepada tim seleksi dan DPR untuk mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas ditiap tahapan rekruitmen. Terakhir Mada menekankan bahwa partisipasi publik sangat menentukan terbentuknya penyelenggara pemilu yang berintegritas dan kompeten, juga berimplikasi terhadap berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pemilu yang LUBER dan JURDIL. Partisipasi publik juga sangat terkait dengan tata kelola pemerintahan yang baik, dan tentu saja partisipasi publik akan mempengaruhi konsolidasi demokrasi, tutup Mada.
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mengelaborasi poin-poin dari narasumber sebelumnya dan menjelaskan lebih jauh mengenai peran DPR dalam seleksi calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI. Harus dipahami bahwa proses seleksi calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI sudah diatur dalam undang-undang. Dalam proses seleksi sebelumnya, baik di tingkat pusat ataupun daerah, masih ditemukan beberapa masalah diantaranya terkait kapasitas atau kemampuan memahami soal-soal kepemiluan, permasalahan leadership juga kerap terjadi. Sering ditemukan adanya perbedaan atau konflik antara penyelenggara, kemudian persoalan integritas juga menjadi salah satu masalah. Oleh karenanya proses seleksi di tingkat pusat kali ini penting untuk menjadi pencermatan dan perlu evaluasi. Komisi II berkomitmen untuk mendorong proses seleksi dari awal sampai akhir dapat memenuhi standar yang dijelaskan sebelumnya. Panitia seleksi dibuat oleh pemerintah, karena diharapkan pemerintah berdiri di atas semua kepentingan (netral) dan dapat memilih panitia seleksi yang independen. Diharapkan dengan mekanisme yang sudah ditentukan, ke depannya akan menghasilkan komisioner-komisiner KPU dan Bawaslu yang baik dan dapat menyusun aparat kekuatannya untuk mempersiapkan pemilu di tahun 2024 yang semakin rumit, jelas Doli.
Sebagai narasumber terakhir, Ketua Umum AIPI/Anggota DKPP, Alfitra Salam, turut memberikan pandangannya terkait iim seleksi. Alfitra berharap tim seleksi bukan menjadi sumber masalah. Persoalan-persoalan tim seleksi nasional juga perlu diperhatikan, begitu juga tim seleksi provinsi dan tim seleksi kabupaten/kota. Alfitra sependapat dengan ketua Komisi II yang menganggap bahwa tim seleksi nasional, provinsi dan kabupaten/kota menjadi satu kesatuan. Tim seleksi kabupaten/kota jauh lebih penting karena pelaku-pelaku penyelenggara pemilu lebih banyak di kabupaten/kota, sehingga diharapkan pembahasan seperti ini tidak hanya sampai di tim seleksi nasional, tetapi juga mengkritisi tim seleksi provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, tim seleksi hendaknya memerhatikan tokoh-tokoh daerah, mereka perlu diperhatikan karena kualitasnya juga tidak diragukan, tak lupa mengenai keterwakilan perempuan dalam tim seleksi perlu diperhatikan kembali. Alfitra menekankan bahwa tim seleksi harus bekerja transparan, jangan sampai timbul kecurigaan-kecurigaan yang ada di tim seleksi. Tingkat transparansi tim seleksi sebelumnya hanya sebatas transparansi nilai psikologi, sementara nilai-nilai tentang kertas kerja dan tahapan lainnya tidak terbuka, sehingga masyarakat tidak dapat turut menilai. Pada intinya transparansi dan faktor parsisipasi masyarakat sangatlah penting. (Humas KPU Kabupaten Bandung)