IDENTIFIKASI BERITA HOAKS PEMILU DAN PEMILIHAN

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Webinar Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3) seri ke-5 kembali diselenggarakan oleh KPU RI, Jumat (8/10/21) dengan mengangkat tema Teknik dan Metode Identifikasi Berita Hoaks dalam Pemilu dan Pemilihan. Webinar dibuka secara resmi oleh Ketua KPU RI, Ilham Saputra, serta Anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandhi, yang berkesempatan menyampaikan pengantar diskusinya. Berita hoaks yang sampai dimasyarakat berisiko menurunkan tingkat kepercayaan kepada penyelenggara pemilu, sehingga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat. Untuk itu, Ilham berpesan kepada KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota serta para Kader DP3 untuk bisa membantu KPU RI dalam menangkal hoaks.

Pakar Ilmu Politik Universitas Gajah Mada (UGM), Narasumber Abdul Gaffar Karim, berkesempatan menjadi yang pertama memaparkan materinya. Hoaks adalah salah satu bentuk konten negatif yang menimbulkan kekacauan informasi, yang dilakukan secara sengaja untuk membuat orang mengambil sikap dan melakukan tindakan yang salah. Abdul menjelaskan ragam konten negatif terdiri dari: (1) Disinformasi, yaitu informasi yang sengaja dibuat salah; (2) Misinformasi, merupakan informasi yang tidak sengaja salah karena sumber tidak lengkap atau tidak akurat; dan (3) Mal-Informasi, merupakan informasi benar tetapi disampaikan dengan cara yang salah atau frame yang salah.

Bagaimana menyikapi hoaks tersebut? Abdul memaparkan ada dua pendekatan, yaitu otoritas, dimana kita harus menyediakan informasi yang lengkap dan mudah diakses, serta individu, dalam artian kita sebagai individu harus memfilter informasi dengan cara: (1) Tingkatkan literasi, artinya mempunyai pengetahuan memadai tentang apa yang akan dilakukan; dan (2) Kritis, mampu menyaring dengan baik informasi yang masuk.

Perwakilan dari KoDe Inislati, Violla Reininda, menjadi narasumber kedua. Viola memaparkan dari sisi telaah hukum penyebaran hoaks dalam pemilu dan pemilihan. Hoaks menjadi ancaman kualitas demokrasi, diantaranya: (1) Merusak kontestasi pemilu yang setara, bebas, dan adil; (2) Ruang dialektika dimasa pemilu diisi dengan perdebatan hoaks, bukan terkait track record calon, program dan substansi gagasan, ataupun isu krusial; (3) Mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu dan performa penyelenggara pemilu; (4) Mendegradasi legitimasi publik terhadap pemilu; dan (5) Memecah kerukunan dan persatuan bangsa.

Dalam melawan dan mereduksi hoaks, KoDe Inisiatif memliliki beberapa rekomendasi yang mencakup aspek hukum, pengawasan, dan penegakan, meliputi: (1) Merumuskan aturan tentang kampanye di media sosial, kampanye daring, dan pidana hoaks pada pemilu secara komprehensif. Aturan tidak hanya berorientasi pada kepatuhan prosedural kandidat, melainkan juga antisipasi terhadap manuver tindakan kandidat dan mendorong kepatuhan substantif; (2) Investigasi mendalam untuk menemukan keterhubungan antara akun penyebar hoaks dan ujaran kebencian dengan kandidat; (3) Memperkuat koordinasi dan sinergitas antar lembaga negara untuk menangkal berita hoaks, seperti dengan Kominfo dan Kepolisian, serta menjalin kerja sama dengan platform media sosial untuk mendukung pengawasan dan pemantauan konten media sosial; dan (4) Penyelenggara pemilu mengaktifkan information center yang mudah diakses masyarakat sebagai sumber informasi resmi kepemiluan.

Peran Media dalam memerangi Informasi Hoaks pada Pemilu dan Pemilihan, disampaikan oleh Ketua Aliansis Jurnalis Indonesia, Sasmito Madrim. Hadirnya informasi dan berita dari sisi media tentu saja memiliki peran yang berbeda. Berita dihasilkan dengan kerja-kerja jurnalistik, kode etik jurnalis, reportase, verifikasi, dan sengketa diproses di Dewan Pers. Sedangkan Informasi, semua orang bisa menyebarkan informasi, belum tentu ada proses verifikasi, bisa jadi informasi palsu, serta sengketa dilaporkan ke platform. Tantangannya yaitu diseminasi, penyebaran hoaks yang makin marak serta deep fake. Maka dari itu rekomendasi untuk memerangi informasi hoaks ini melalui literasi media, kolaborasi dalam mengecek fakta atau kebenaran dari sebuah informasi serta kembali pada media itu sendiri.

Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri, AKBP Rizki Agung Prakoso, turut menjadi narasumber penutup yang berbagi pemaparannya mengenai memerangi hoaks atau kepalsuan dari sisi tugas Polri. Bentuk tidak pidana siber dalam tahap penyelenggaraan pemilu dan pemilihan mencakup: (1) Logical attack (serangan logis); (2) Pysical attack (serangan fisik); dan (3) Black campaign (kampanye hitam). Bentuk penanganannya sesuai Surat Edaran Kapolri Nomor 6 Tahun 2015 meliputi Pencarian, Penentuan Target, Eksekusi Target (ditangkap/dilaporkan ke penyedia layanan media sosial), Eksploitasi (lakukan interview, penggeledahan, buka catatan perbankan, ambil data dari perangkat seperti handphone dan komputer milik tersangka), dan Sebarkan Informasi (penerangan kepada masyarakat), Berikan info kepada Dit Intelkam, Dit Binmas (Bhabinkamtibmas) dan Bid Humas agar masyarakat lebih waspada. Serangkaian alur ini merupakan bagian dari akuntabilitas kinerja.

Serupa dengan paparan narasumber lainnya, Rizki mengatakan bahwa hoaks, fake news, dan hatespeech semakin marak jelang pilpres dan pileg. Perlu peningkatan kemampuan penyidik dan penyelidik, serta perlu literasi ekspose pesan kamtibmas. Rekomendasi yang dapat disampaikan dari sisi kami sebagai Siber Bareskrim bahwa perlu penceramah agama yang lebih nasionalis dan menghargai perbedaan, dengan mengembangkan pendidikan keagamaan yang terbuka, toleran, dan inklusif; Gerakan silent majority untuk berbicara; serta Peningkatan kesejahteraan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan rasa keadilan. (Humas KPU Kabupaten Bandung)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 48 Kali.