Berita Terkini

79

EVALUASI PRINSIP DAN URGENSI PENATAAN DAPIL

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan tahapan Pemilu Tahun 2024, KPU RI mengadakan Rapat Evaluasi Prinsip dan Urgensi Penataan Daerah Pemilihan (Dapil) Pemilu yang dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting pada Jumat (10/12/2021). Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia yang membidangi Divisi Teknis Penyelenggaraan. Ketua Divisi Keuangan, Umum dan Logistik KPU RI, Pramono Ubaid Tantowi, dalam sambutannya menjelaskan, dapil merupakan salah satu unsur dari sistem pemilu yang sangat penting. Penataan dapil akan menentukan sistem kepartaian dan mempengaruhi stabilitas pemerintahan hasil pemilu. Namun demikian walaupun secara teoritik sangat penting, akan tetapi secara praktis dapil sedikit terabaikan karena relatif tidak banyak dibahas. Dapil adalah arena kontestasi yang sebenarnya dari para peserta pemilu, wilayah dimana terdapat suara dan kursi yang diperebutkan partai politk dan calon. Untuk itu, KPU betul-betul mengatur dapil tersebut harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur di dalam undang-undang. Unsur-unsur dapil ini meliputi kursi, penduduk dan wilayah. Hal yang perlu diperhatikan menurut Pramono adalah bahwa semakin besar dapil, maka semakin kecil presentasi suara yang didiberikan untuk meraih kursi. Demikian juga sebaliknya, semakin kecil dapil, maka semakin besar presentasi suara yang diberikan untuk meraih kursi. Sebagaimana diketahui, prinsip terakhir dari penataan dapil adalah kesinambungan, dalam artian bahwa sebisa mungkin dapil lama dipertahankan, kecuali terdapat beberapa hal seperti terjadi pertambahan atau berkurangnya penduduk, sehingga alokasi kursi per-dapil bertambah atau berkurang, serta apabila terjadi pemekaran wilayah. Untuk itu, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dapat melihat kembali  beberapa faktor tersebut agar tidak terjadi anomali atau kecurangan di dalam proses penataan dapil. Pemerhati Tata Kelola Pemilu, Ramlan Surbakti, menyebutkan bahwa negara demokrasi harus menyelenggarakan pemilu yang demokratis secara periodik. Walaupun pemilu hanya sebagai salah satu unsur dari sistem politik demokrasi, namun jika pemilu tidak dilakukan secara periodik, maka hilanglah status sebagai negara yang demokratis. Penyelenggara negara harus merupakan hasil pemilu, dan negara demokrasi mengadopsi serta menerapkan sistem perwakilan yang mengharuskan adanya satu atau lebih jenis pemilu. Setiap penyelenggaraan pemilu memerlukan suatu sistem, yang salah satu unsurnya adalah besaran dapil. Besaran dapil tersebut mencakup 2 (dua) hal, yaitu lingkup dapil berupa wilayah administrasi, jumlah penduduk atau kombinasi wilayah administrasi dengan jumlah penduduk, serta lingkup jumlah kursi setiap dapil. Ramlan menambahkan bahwa jumlah penduduk, keadilan teritorial, kemampuan keuangan negara serta kesepakatan antar fraksi merupakan beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan jumlah kursi DPR. Dalam undang-undang pemilu di Indonesia pada era reformasi tidak disebutkan kriteria yang digunakan untuk menentukan jumlah kursi DPR. Semuanya ditentukan berdasarkan kesepakatan kepentingan antar fraksi dan pemerintah, tetapi tanpa penjelasan kepada publik. Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, bertindak sebagai narasumber kedua yang memaparkan mengenai bagaimana menjaga Proporsionalitas Pemilu melalui Daerah Pemilihan. Dapil adalah arena kompetisi bagi partai politik untuk memperebutkan kursi sekaligus arena representasi politik antara warga dengan partai politik. Proporsionalitas jumlah penduduk ke kursi adalah prinsip yang utama untuk mencapai OPOVOV (One Person, One Vote, One Value). Selain itu, perlu memastikan kohesivitas dan integralitas antar wilayah, ikatan politik, sosial, dan budaya antar pemilih dengan wakilnya. Dapil memiliki sejumlah konsekuensi, antara lain untuk membedakan antara varian sistem pemilu, pola persaingan, perilaku partai politik/peserta pemilu, dan juga pemilih. Terdapat 6 (enam) prinsip dalam membentuk batasan-batasan dapil, antara lain: (1) Dapil merupakan satu kesatuan yang utuh (contigous), maka pembentukannya harus memperhatikan kesatuan wilayah; (2) Kesetaraan populasi (equal population), berarti harga kursi disetiap dapil setara; (3) Menjaga kesamaan kepentingan dari komunitas (preserving communities of interest), yaitu pembentukan dapil memperhatikan kesamaan-kesamaan kondisi sosial masyarakat dalam suatu wilayahnya; (4) Menjaga keutuhan wilayah politik/administrasi (preserving political subdivision); (5) Protecting incumbent; dan (6) Kekompakan dapil (compactness of district). Dalam sistem pemilu terbuka, besaran alokasi kursi dapil sangat berpengaruh terhadap proporsionalitas pemilu. Terdapat kesepakatan universal dikalangan ahli bahwa hal krusial yang menentukan kemampuan sistem pemilu dalam mengkonversi suara menjadi kursi yang diraih secara proporsional adalah besaran dapil, yakni jumlah wakil yang dipilih ditiap-tiap dapil. Sistem pemilu ini mengedepankan prinsip proporsionalitas opovov. Di Indonesia sendiri terdapat bentuk ketidaksetaraan perwakilan yang disebut dengan overrepresented, yaitu provinsi yang terwakili secara berlebihan karena jumlah penduduk untuk satu kursi sangat rendah, dan underrepresented, yakni provinsi yang kurang terwakili karena jumlah penduduk untuk satu kursi sangat tinggi. Padahal sistem pemilu di Indonesia adalah sistem proporsional, maka untuk pengalokasian kursipun harusnya proporsional dengan menggunakan  prinsip opovov tersebut. Adapun yang menjadi rekomendasi  ke depan diharapkan penataan dapil bukan menjadi domain dari pembuat undang-undang, melainkan domain KPU agar jauh lebih independen dan transparan dalam proses pembentukannya. Praktisi Pemilu, Harun Husain, menguraikan bahwa dapil DPR dan DPRD Provinsi untuk Pemilu Tahun 2024 tidak mengalami perubahan, baik alokasi fungsinya maupun distriknya. Aturan main districting universal ini dibuat untuk melindungi kepentingan dan kedaulatan rakyat, serta berorientasi pada kepentingan publik. Terdapat beberapa permasalahan dalam dapil DPR. Alokasi kursi dan dapil DPR banyak ketidakjelasan pada metode pengalokasian kursi (apportionment) dan pembentukannya (districting) yang mengakibatkan sejumlah daerah kelebihan kursi (overrespresentatif), sedangkan sebagian lainnya kekurangan kursi (underrepresentatif). Prinsip-prinsip pendapilan yang sudah diadopsi dalam undang-undang pemilu justru dilanggar sendiri oleh pembuatnya. Kasus paling menonjol berupa terbentuknya dapil superman di pusat sampai daerah. Exit clausul yang sudah ada dalam undang-undang pemilu justru menjadi tidak bermakna dan tidak berhasil menghilangkan dapil-dapil ajaib itu. Di sampaing itu juga menyebabkan proses yang tidak partisipatif, dalam artian KPU dan publik tidak dilibatkan secara bermakna. Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (PSD), Erik Kurniawan, sebagai pemateri terakhir, menyatakan bahwa alokasi kursi dan pendapilan perlu dilakukan berdasarkan prinsip maupun metode yang lebih baik dan universal, agar kualitas demokrasi di Indonesia meningkat. Banyaknya pelanggaran alokasi kursi dan dapil disebabkan pemain menjadi wasit untuk mengatur lapangan permainan. Sehingga penangan soal teknis seperti alokasi kursi dan dapil perlu dikembalikan lagi kepada penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, seperti halnya pada Pemilu Tahun 2004. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
48

OPEN DATA KPU UNTUK EKOSISTEM CIVICTECH PEMILU 2024 YANG DEMOKRATIS

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Knowledge Sharing Digitalisasi Pemilu kembali digelar oleh KPU RI secara daring melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung di  chanel YouTube KPU RI pada Rabu (8/12/2021). Pada seri ke-5 ini, tema yang diangkat mengenai Open Data KPU untuk Ekosistem Civitech Pemilu 2024 yang Demokratis. Webinar pada kesempatan ini menghadirkan narasumber dari The Indonesian Institute, Center Of Public Policy (TII), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), serta Pusat Data dan Teknologi (Pusdatin) KPU RI. Ketua KPU RI, Ilham Saputra, mengungkapkan bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan dan masukan dari civictech atau para pihak yang terlibat dalam teknologi untuk menyuskeskan satu program tertentu. KPU ingin mewujudkan integrasi sistem informasi yang telah dimiliki guna menyukseskan pemilu dan pemilihan. KPU sendiri telah mengaplikasikan beberapa sistem informasi yang dimiliki, namun perlu menyosialisasikan dan mendapatkan masukan mengenai bagaimana sistem informasi yang baik, serta bagaimana pentingnya teknologi informasi dalam sebuah penyelenggaraan pemilu dan pemilihan. Ilham menambahkan, perlu juga kiranya memberikan pemahaman lebih mengenai peran civictech dalam penyelenggaraan pemerintahan, penguatan demokrasi di Indonesia, dan lebih spesifik mengenai kinerja KPU sebagai penyelenggara pemilu. Ketua Divisi Data dan Informasi KPU RI, Viryan Azis, juga menyampaikan bahwa kegiatan digitalisasi pemilu ini diadakan beranjak dari pencermatan yang telah dilakukan. Hasil stock opname digital terkait dengan sumber daya manusia (SDM) KPU se-Indonesia terdapat dua hal, yaitu disparitas kemajuan dan pemahaman teknologi digital, serta adanya kebutuhan peningkatan kapasitas. Konteks hari ini terkait open data, secara ringkas KPU telah membuat web open data. Pemahaman mengenai konsep open data sangat penting, baik bagi jajaran KPU maupun para pihak, agar ada kesamaan pandangan. Open data menjadi salah satu instrumen yang strategis dalam membangun ekosistem digitalisasi Pemilu Tahun 2024. Isu mengenai civictech sendiri, masih menjadi isu baru bagi  KPU. Oleh karenanya pemahaman mengenai civictech dan pentingnya open data perlu ditanamkan lagi. Menyangkut bagaimana penggunaan teknologi yang memberikan ruang kepada publik dalam berpartisipasi membantu kerja-kerja pemerintahan. Jika dalam konteks pemilu, bagaimana peran publik dalam menggunakan kemajuan teknologi untuk membantu kerja-kerja penyelenggaraan pemilu agar demokratis. Guna mengefektifkan upaya tersebut, maka perlu adanya data yang terbuka agar publik dapat mengelola data tersebut untuk menyebarluaskan dengan baik dan meningkatkan kepercayaan publik  untuk ekososistem civictech Pemilu Tahun 2024 yang demokratis. Ketua AMSI, Wenseslaus Manggut, membahas tentang open data dengan melihat pendekatan dari sisi media, bagaimana melihat pemilu dan data yang ada dalam konteks pemilu. Di dunia media, data merupakan sesuatu yang sudah sejak lama digeluti. Namun terkait digitalisasi sangat sedikit media yang mengolah data sebagai sumber informasinya. Di AMSI, Informasi yang ditulis harus informasi yang berguna bagi publik. Informasi tersebut seringkali datang dalam bentuk data dan membutuhkan proses yang lebih besar. Open data harus mengandung nilai transparansi, nilai akuntabilitas, dan harus dapat mendorong partisipasi publik, agar kualitas demokrasi di Indonesia semakin baik. Banyak negara di dunia yang karena open data, pelayanan pemerintahan lebih efektif, partisipasi masyarakat meningkat, dan warga terbantu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pemilu merupakan sebuah kerja kolosal yang melibatkan banyak orang dan banyak data di dalamnya. KPU perlu melakukan open data karena nilai demokrasi juga ditentukan oleh sejauh mana segala proses serta hasil, termasuk data, harus terbuka bagi publik. Dengan adanya keterbukaan data, KPU dapat  menjelaskan transparansi, kualitas dari prosesnya, dan mendorong partisipasi publik dalam proses pemilu yang berbasis data. Open data dapat menghindarkan publik dari hoaks yang beredar seputar pemilu. Selain itu, open data juga menghindari saling klaim kemenangan antara tim sukses, karena data rujukan yang resmi mudah diakses publik. Semakin mudah data dapat dikonsumsi, maka semakin mudah data tersebut disampaikan kepada khalayak ramai. Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII), Adinda Tenriangke Muchtar, menjelaskan bahwa civictech sebagai bagian dari partisipasi masyarakat untuk mendorong kebijakan yang efektif, relevan, responsif dan kontekstual dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Sementara open data adalah keterbukaan data publik yang menekankan pada penyebarluasan informasi mentah (raw information) melalui penggunaan teknologi informasi. Berbicara mengenai keterbukaan data pemilu bukan hanya pada persoalan penyediaan data, namun juga pelu memperhatikan elemen penting lainnya, seperti mempertimbangkan para aktor dan kepentingan yang terlibat agar menjadi program yang berkelanjutan untuk mendukung ekosistem civictech. Terkait dengan ekosistem civictech, terdapat 8 (delapan) elemen pendukung keberhasilan civictech, yaitu: (1) Komitmen kepemimpinan politik; (2) Kerangka hukum dan kebijakan; (3) Ketersediaan data;      (4) Permintaan data; (5) Manajemen pendataan; (6) Kapasitas lembaga/infrastruktur; (7) Sumber Daya Manusia (SDM); dan (8) Anggaran. Berbicara tentang ekosistem civictech dan open data, terdapat keterlibatan beragam kepentingan dan aktor yang relevan. Tidak hanya hanya masyarakat sipil atau penyelenggara pemilu, melainkan harus melibatkan media. Komunitas IT (teknologi informasi) juga penting untuk dipertimbangakan dan dilibatkan. Sehingga ke depannya civictech ini menjadi ekosistem yang berkelanjutan dan menjadi kepemilikan bersama yang akan berdampak pada pemilu yang berinegritas, mendorong akuntabilitas penyelenggara pemilu, dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Dalam rangka meningkatkan keterbukaan data pemilu di Indonesia, KPU perlu mempersiapkan sistem untuk menerapkan data terbuka di PemiluTahun  2024. Seperti peta jalan untuk pelaksanaan tahapannya dan persiapan teknis (contoh: penggunaan QR code untuk mengidentifikasi pemilih), meningkatkan kualitas SDM IT KPU, menerapkan prinsip inklusivitas sosial (GESI) dalam pengelolaan dan permintaan data, membangun budaya keterbukaan data pemilu dengan menginternalisasikan prinsip open data, menyediakan infrastruktur ICT diberbagai level, termasuk konektivitas, manajemen dan keterampilan, serta mendorong optimalisasi penyediaan data pemilu terbuka. Dengan demikian tidak ada lagi data yang dianggap tidak terbuka. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
68

SOSIALISASI SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU Provinsi Jawa Barat mengadakan sosialisasi Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. Kegiatan tersebut dikemas dalam acara Webinar Data dan Digital Discussion (3D)  yang telah memasuki seri ke-13 pada Rabu (8/12/2021).  Ketua Divisi Data dan Informasi KPU Provinsi Jawa Barat, Titik Nurhayati, menjadi pemateri utama dalam kegiatan ini. Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Rifqi Alimubarok, menyatakan bahwa KPU baru saja menerbitkan  Peraturan KPU dalam rangka mempersiapkan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024 kearah yang lebih baik, lebih berkualitas, dan lebih berintegritas. Kedua Peraturan KPU ini sangat penting dan strategis karena menjadi program prioritas dan unggulan dari KPU RI. Penerbitan regulasi tersebut termasuk bagian dari adaptasi KPU dalam penyelenggaraan SPBE yang dilakukan untuk mewujudkan tata kelola pemilu yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya. Dengan terbitnya Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2021 ini, sebagai suatu lembaga penyelenggara pemilu diharapkan dapat menyelenggarakan dan menerapkan SPBE di lingkungan KPU. Sehingga dengan penerapan ini KPU dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan publik kepada masyarakat luas. Yang kedua melalui terbitnya Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2021, menjadi dasar yang memperkuat pelaksanaan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan, sehingga dapat dioptimalkan pelaksanaannya dengan menyediakan data dan informasi pemilu secara komprehensif, akurat dan mutakhir. Peraturan KPU ini mempertegas siapa yang menyelenggarakan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan serta bagaimana tugas dan wewenangnya, baik dilevel KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota. Titik menyampaikan bahwa sosialisasi ini bukan hanya ditujukan bagi penyelenggara pemilu di Jawa Barat, namun terbuka juga untuk publik yang ingin lebih mengetahui perihal Peraturan KPU ini. Dalam mewujudkan tata kelola dan manajemen yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel, serta meningkatkan kualitas dan kepercayaan pelayanan publik dengan memberikan jangkauan luas kepada masyarakat, menjadi latar belakang terbitnya Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2021. Lebih jauh Titik menjelaskan, dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2021 terdapat banyak pembaharuan dan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh KPU Kabupaten/Kota. Ada beberapa unsur yang harus diterapkan dalam tata kelola SPBE KPU, unsur tersebut meliputi: (1) Arsitektur SPBE, yang bertujuan memberikan panduan dalam integrasi terhadap proses bisnis KPU, data dan informasi, infrastruktur TIK, aplikasi dan keamanan, sehingga menghasilkan layanan yang terpadu; (2) Peta Rencana SPBE, yang bertujuan mengukur capaian target dalam membangun, mengembangkan dan menerapkan SPBE KPU; (3) Rencana dan anggaran SPBE KPU, yang berpedoman pada arsitektur SPBE; (4) Proses Bisnis KPU, yang memberikan pedoman dalam penggunaan data dan informasi, juga sebagai pedoman dalam membangun, mengembangkan dan menerapkan aplikasi, keamanan dan layanan SPBE; (5) Data dan Informasi, yang terintegrasi dengan menggunakan sistem elektronik; (6) Infrasturktur SPBE KPU, untuk meningkatkan efisiensi, keamanan dan kemudahan dalam melakukan integrasi;  (7) Jenis aplikasi, yang digunakan untuk layanan administrasi perkantoran pada umumnya, dan digunakan untuk layanan publik sesuai tugas dan fungsi KPU pada khususnya;  dan                         (8) Keamanan SPBE KPU, yang cakupannya meliputi keamanan terhadap data dan informasi, infrastruktur SPBE dan aplikasi yang wajib dijamin kerahasiannya, keutuhannya, ketersediaan terhadap cadangan, keasliannya, serta layanan SPBE KPU. Layanan SPBE KPU sendiri terdiri dari layanan administrasi perkantoran berbasis elektronik dan layanan publik berbasis elektronik. Dalam penyelenggaraannya, KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membentuk Tim SPBE KPU yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Koordinasi, baik di tingkat KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Diperlukan pula pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan SPBE KPU dengan tujuan untuk mengukur dan meningkatkan capaian kemajuan penerapan SPBE KPU, meningkatkan kualitas layanan, pengukuran kinerja yang dilakukan dengan metode penilaian mandiri, penilaian dokumen, dan penilaian wawancara. Penilaian mandiri dilakukan oleh Tim Asesor internal KPU, dan pengawasannya dibantu oleh APIP dan masyarakat TIK. Pembahasan selanjutnya terkait Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa KPU Kabupaten/Kota-lah yang melakukan pemutakhiran data pemilih berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu terakhir yang dimutakhirkan secara berkelanjutan Terbitnya Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2021 ini telah dinantikan sejak tahun lalu, mengingat proses pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PPDB) sejak 2 (dua) tahun belakangan ini dilaksanakan berdasarkan surat edaran. Implementasi Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2021 membutuhan gradasi waktu, dikarenakan terdapat beberapa peralihan, terutama mengenai sistem informasi, dimana dalam ketentuan peralihan, peraturan tersebut berlaku dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. KPU kabupaten/Kota mempunyai tugas dalam menjabarkan program dan arah kebijakan PDPB, menyelenggarakan tahapan pelaksanaan PDPB, melakukan koordinasi dengan instansi lain di wilayah kabupaten/kota, melakukan rekapitulasi PDPB tingkat kabupaten/kota, mengumumkan hasil rekapitulasi PDPB tingkat kabupaten/kota, dan berwenang dalam menyelenggarakan forum koordinasi PDPB tingkat kabupaten/kota. KPU Kabupaten/Kota juga berkewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan data pribadi, melindungi dan menjaga kerahasiaan data pribadi, mengelola, mengamankan, dan menyajikan data pemilih berskala kabupaten/kota, menyampaikan laporan PDPB tingkat kabupaten/kota kepada KPU Provinsi, menindaklanjuti laporan dan pengaduan masyarakat, serta menindaklanjuti hasil pengawasan Bawaslu Kabupaten/Kota atas PDPB. Data Pemilih yang dilakukan pemutakhiran secara berkelanjutan meliputi data pemilih pemilu dan/atau pemilihan terakhir, data pemilih baru, data kependudukan yang dikonsolidasikan setiap 6 (enam) bulan sekali oleh oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, data pemilih yang tidak memenuhi syarat dan data penduduk yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih tetapi belum memiliki dokumen kependudukan. Kegiatan PDPB ini dilakukan berjenjang melalui pemutakhiran dan pemeliharaan secara berkesinambungan dengan memerhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
52

PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN BUDAYA KERJA ORGANISASI

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU Kabupaten Bandung mengikuti webinar series Bimbingan Teknis dengan tema Pengembangan Komunikasi dan Budaya Kerja Organisasi pada Selasa (07/12/21). Acara ini diselenggarakan oleh KPU Kota Bandung sebagai upaya penguatan reformasi birokrasi dan pelayanan publik bagi penyelenggara pemilu. Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Undang Suryatna, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga sejalan dengan program pemerintah yang terkait dengan implementasi core value dan employer branding. KPU sebagai penyelenggara Pemilu dituntut menjadi lembaga yang mandiri, profesional dan berintegritas. Oleh karenanya berbagai upaya dalam peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) penyelenggara pemilu menjadi bagian yang penting agar selalu dapat menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan yang senantiasa berubah. Perkembangan tekologi informasi yang terus berubah memberikan kemudahan dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja serta pelayanan publik. Undang juga menekankan reformasi birokrasi mengubah budaya kerja di lingkungan institusi pemerintah, sehingga sebagai pegawai dituntut untuk memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja dengan profesional, mampu mencapai target kinerja yang ditetapkan dan mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi dan nepotisme. Ketua KPU Kota Bandung, Suharti, mengutarakan bahwa KPU sebagai badan publik tentu dituntut untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat maupun peserta pemilu. Dalam rangka pelayanan publik kepada masyarakat, KPU Kota Bandung menggagas kegiatan ini untuk meningkatkan kapasitas SDM diinternal KPU, juga bagi seluruh lembaga publik untuk terus melakukan pembenahan dalam persiapan menghadapi Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Komunikasi dan budaya kerja menjadi modal utama untuk melayani semua pihak demi suksesnya penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Suharti berharap dengan adanya kegiatan ini, dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan komunikasi dan budaya kerja sesuai dengan tagline KPU Melayani. Asisten Komisioner Bidang Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku Aparatur Sipil Negara (ASN), Iip Ilham Firman, dalam kegiatan ini bertindak sebagai narasumber. Tema yang diangkat pada kesempatan ini tidak terlepas dari faktor reformasi birokrasi yang merupakan perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) aparatur negara, serta merupakan suatu upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan SDM aparatur. Reformasi birokrasi ini muncul karena adanya fakta yang timbul, dengan tujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Sasarannya adalah mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang kapabel dan pelayanan publik yang prima. Namun demikian masih ada beberapa permasalahan utama penyebab kurang optimalnya reformasi birokrasi, khususnya di daerah karena reformasi birokrasi masih dianggap sebagai formalitas dan pemenuhan administratif. Fokus dan lokus reformasi birokrasi belum mengacu pada akar masalah yang ada di daerah. Strategi reformasi birokrasi juga belum terintegrasi, serta masih adanya komitmen pimpinan dalam mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi belum optimal. Reformasi birokrasi di Indonesia sudah berjalan 11 (sebelas) tahun, dan reformasi birokrasi masih menjadi sebuah upaya yang tidak mudah dalam mewujudkannya. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama pada masing-masing instansi dalam membangun reformasi birokrasi diinternal dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik. Iip menambahkan bahwa disiplin pegawai dan kode etik pegawai sangat melekat bagi seorang ASN, baik di dalam jam kerja maupun di luar jam kerja. Tetapi masih banyak yang beranggapan bahwa sebagai ASN itu hanya bekerja pada saat jam kerja, dan di luar itu hanya sebagai individu. Kemudian mengapa ASN harus melaksanakan nilai dasar, kode etik dan perilaku serta menegakkan netralitasnya? Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa ASN diikat oleh 3 (tiga) fungsi, yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, fungsi sebagai pelayan publik, dan fungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Ketiga fungsi tersebut tidak akan berjalan dengan baik apabila ASN tidak melaksanakan nilai dasar, kode etik dan perilaku yang ditetapkan disetiap instansi maupun negara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa reformasi birokrasi sangat berkaitan dengan penguatan karakter nilai dasar ASN. Begitu pula dengan netralitas lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu, dimana hal tersebut merupakan ujian integritas yang mutlak. Kaitannya dengan pengawasan netralitas pada Pemilu Tahun 2024 mendatang, ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan, antara lain: (a) Perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam pencegahan pelanggaran netralitas dengan sosialisasi aturan netralitas melalui media audio-visual, terutama pada Wilayah Indonesia Timur;           (b) Perlu meninjau kembali kedudukan kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), karena berpotensi menyebabkan ASN sulit bersikap netral;               (c) Memperkuat kerja sama antar lembaga pengawas dan lembaga terkait untuk meningkatkan pemantauan pelanggaran netralitas ASN di seluruh wilayah; dan           (d) Pemberian sanksi hukum yang tegas bagi pasangan calon kepala daerah dan partai politik yang memobilisasi ASN untuk pemenangan pemilu/pemilihan. Sesi berikutnya, Anggota Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Barat, Yudaningsih, menyampaikan pemaparannya mengenai optimalisasi pelayanan publik. Optimalisasi pelayanan publik merupakan harga mati, apabila sebuah badan publik dalam hal ini KPU, ingin menjadi badan publik yang mumpuni dan dipercaya oleh publik. Namun ada beberapa kendala yang menyebabkan pelayanan publik tidak berkualitas, diantaranya rendahnya kepatuhan/implementasi standar pelayanan yang mengakibatkan berbagai jenis mal-administrasi yang didominasi oleh pelanggaran perilaku aparatur, atau masalah sistemik yang terjadi di instansi menjadi kendala utama dalam peningkatan pelayanan publik, disertai dengan ketidakpastian dalam memberikan jaminan penyelesaian pengaduan serta kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah yang menurun. Sehingga berpotensi mengarah pada apatisme publik. Faktanya saat monitoring dan evaluasi (monev), KI Provinsi Jawa Barat mendapati sebagian besar badan publik belum maksimal dalam melaksanakan fungsi dan tugas pelayanan publik. Masih banyak masyarakat yang tidak memahami mengani standar operasional prosedur (SOP) permintaan informasi publik. Dibutuhkan sebuah komitmen untuk menjadi badan publik yang informatif dan betul-betul melayani masyarakat. Dalam mewujudkan pelayanan prima, dapat dilakukan dengan metode SMART service, yaitu Sigap, Mudah, Akurat, Ramah dan Terampil. Strategi yang dapat dilakukan dalam mewujudkan pelayanan prima ini antara lain dengan penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat, komitmen pimpinan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penerapan dan penyesuaian standar pelayanan harus dapat memberikan perlindungan bagi internal pegawai, menindaklanjuti pengaduan masyarakat, pengembangan SDM dan infrastruktur, serta melakukan monev terhadap kinerja pelayanan publik. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Bandung, Bambang Sukardi, berkesempatan memberikan pemaparannya terkait hubungan kelembagaan penyelenggara pemilu dengan pemerintah daerah. Pertama, pemerintah berperan dalam penyiapan data kependudukan, dengan melakukan evaluasi dan update data kependudukan bersama KPU untuk pemilu/pemilihan yang akan datang, penyediaan anggaran pemilihan dan dana hibah untuk mendukung kegiatan KPU Kota Bandung, menjaga netralitas ASN serta menjaga stabilitas politik dan situasi keamanan dan ketetertiban masyarakat (kamtibmas) yang kondusif. Pemerintah daerah memiliki langkah stabilitas politik dalam mendukung situasi kondisi agar tetap nyaman dan aman dengan melakukan deteksi dini dan pemetaan potensi stabilitas yang mempengaruhi dinamika politik lokal, pendidikan sosial, politik dan budaya kepada elemen masyarakat, penguatan fungsi intelejen data, meningkatkan komunikasi dengan tokoh masyarakat, adat dan agama, juga dalam pemanfaatan modal sosial (pendekatan sosio-kultural). Pemerintah daerah juga memberikan bantuan dan fasilitasi berupa penugasan personel dan penyediaan sarana ruangan bagi sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan, pelaksanaan sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan pemilu, fasilitasi dalam transportasi pengiriman logistik, pemantauan kelancaran penyelenggaraan pemilu, serta kegiatan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pemilu. Dalam menjaga paradigma dan prinsip-prinsip independensi penyelenggara, Pemerintahan Daerah (Kepala Daerah dan DPRD) tidak memiliki hubungan kelembagaan secara langsung dengan lembaga penyelenggara pemilu/pemilihan. Sebagai penutup, Bambang menyampaikan bahwa relasi penyelenggara pemilu/pemilihan dengan pemerintahan daerah adalah dengan menciptakan ruang komunikasi yang efektif dan setara dalam lingkup kewenangan masing-masing institusi. kemudian mengelola hubungan secara profesional, berjarak, tetapi juga selalu dalam ruang koordinasi yang terjaga. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
49

MENJADI HUMAS PEMERINTAH: SEMUA BISA, BISA SEMUA

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU Kabupaten Bandung mengikuti kegiatan KCOC (Kemenkeu Corpu Open Class) secara daring pada Selasa (7/12/21), yang digelar oleh Balai Diklat Keuangan (BDK) Cimahi. Kelas ini diselenggarkan untuk dapat diikuti oleh seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), baik pusat maupun daerah. Tema yang diangkat pada KCOC kali ini mengenai Humas Pemerintah. Widyaswara BDK Cimahi, Oktavia Ester P., dan Host TVOne, Indy Rahmawati, bertindak sebagai narasumber pada acara ini. Kepala BDK Cimahi, Ririn Mardiyani, menyampaikan bahwa Hubungan Masyarakat (Humas) merupakan lini pertama yang memberikan informasi kepada publik dan sangat memegang peranan dalam penyediaan informasi sesuai peraturan perundang-undangan, dalam hal ini adalah undang-undang keterbukaan publik yang menaungi kehumasan. Sesuai ketentuan dalam undang-undang tersebut, badan publik memiliki kewajiban untuk memastikan ketersediaan informasi publik yang terbuka untuk umum serta dapat diakses secara cepat, tepat waktu, murah dan sederhana. Fungsi humas dalam organiasai merupakan bagian struktural yang tak terpisahkan dari lembaga atau organisasi tersebut, yang berhubungan langsung dengan fungsi kepemimpinan. Profesi humas tidak sekedar hanya menyampaikan pesan, namun juga merupakan fungsi strategis dengan banyak kriteria yang harus dimiliki seseorang untuk dikembangkan sebagai praktisi kehumasan. Oleh karenanya, fungsi kehumasan ini penting untuk diberdayakan lagi demi menjaga nama baik citra lembaga. Oktavia menyebutkan bahwa “Kita adalah Humas Pemerintah”, karena pada saat ini setiap kita adalah wujud atau gambaran dari pada unit atau lembaga yang kita tempati. Apapun tugasnya harus dapat menjadi humas “berjalan” bagi lembaga atau organisasi masing-masing. Oktavia mengajak kepada seluruh peserta agar apapun yang disampaikan oleh setiap individu harus diperhatikan, karena setiap individu itu merupakan bagian dari lembaga pemerintah. Tentu dalam melakukannya tidaklah mudah, karena kita dihadapkan oleh ancaman terjadinya hoaks, yaitu informasi yang salah atau informasi yang sengaja disebarkan untuk menyesatkan dan meresahkan masyarakat. Maka disinilah letak pentingnya strategi kehumasan dan komunikasi. Melihat tingginya pengguna mobile connection dan pengguna internet, penting bagi humas untuk memulai share tentang kebijakan maupun meluruskan berita hoaks melalui sosial media dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Publikasi informasi tersebut cukup dilakukan dengan singkat namun padat sesuai keterbatasan yang dimiliki media sosial. Hal ini perlu dilakukan mengingat waktu yang dihabiskan rata-rata setiap orang dengan media sosialnya mencapai tiga jam, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menonton televisi. Sesuai dengan yang diharapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, agar lembaga pemerintahan dapat mengoptimalkan media sosial sebagai sarana informasi. “Dimanapun dan sebagai apapun kita bekerja, kita hanya bisa melakukan sesuatu yang besar apabila mencintai apa yang kita lakukan. Dan selalu ingat siapapun kita, kita adalah humas tempat kita bekerja,” ujar Oktavia. Pada sesi kedua, Indy Rahmawati memberikan tips dan trik, agar ketika berbicara kepada masyarakat melalui media sosial, humas dapat menyampaikan hal serius dengan bahasa yang mudah dipahami. Sosial media saat ini menjadi sarana humas yang paling efektif dan efisien, dengan karakteristik yang cepat, durasinya singkat, to the point, mudah diingat, tidak rumit dan menarik. Humas harus dapat memanfaatkannya dengan maksimal dalam merilis berita atau informasi agar dapat diterima oleh masyarakat. Diantaranya dengan menggunakan gaya bahasa yang membumi, hindari bahasa pemerintah, penggunaan visualisasi, audio, dan grafis juga menjadi daya tarik untuk sebuah konten, dilengkapi dengan data, serta editing yang baik. Dengan penyampaian yang menarik dan tepat sasaran, diharapkan masyarakat yang membaca menjadi ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai kebijakan-kebijakan apa saja yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. (Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya
67

KPU KABUPATEN BANDUNG KEMBALI RAIH PREDIKAT BADAN PUBLIK INFORMATIF

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Barat menggelar acara Penganugerahan Keterbukaan Informasi Badan Publik se-Jawa Barat Tahun 2021 pada Senin (6/12/2021). Kegiatan dilaksanakan bertempat di Aula Barat Gedung Sate Bandung, yang disiarkan secara langsung melalui channel YouTube KI Provinsi Jawa Barat juga secara daring melalui Zoom Meeting. Anugerah Keterbukaan Informasi Publik bagi badan publik di tingkat Jawa Barat ini diserahkan secara langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Penganugerahan terdiri dari kategori Pemerintah Kabupaten/Kota, kategori Organisasi Perangkat Daerah, kategori Instansi Vertikal, Kategori Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Kategori Partai Politik, dan kategori Organisasi Non Pemerintah untuk 170 Badan Publik yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Ketua KI Provinsi Jawa Barat, Ijang Faisal, dalam sambutannya mengatakan bahwa monitoring dan evaluasi (monev) keterbukaan informasi publik sangatlah penting dan  secara regulasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Di samping itu, monev keterbukaan informasi juga berfungsi sebagai sarana pembuktian komitmen badan publik dalam menjalankan amanah peraturan perundang-undangan. Salah satu bentuk output dari kegiatan monev tersebut berupa pemberian reward dan punishment kepada badan publik. Ijang mengungkapkan bahwa tak terhindarkan lagi diera keterbukaan saat ini, informasi menjadi energi yang mampu mengakselerasi proses pencerdasan bangsa dan menorehkan berbagai perubahan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Oleh karenanya, negara harus hadir dengan semangat keterbukaan dan akuntabilitas, sehingga keterbukaan informasi menjadi ruh utama badan publik dalam melayani rakyat. Salah satu indikator kepercayaan publik terhadap Pemerintah adalah dengan menjalankan pemerintahan yang terbuka dan akuntabel. Untuk itu, KI memberikan reward dalam bentuk penghargaan terhadap badan publik yang sungguh-sungguh mengimpelentasikan keterbukaan publik dengan kategori tertinggi sebagai badan publik yang informatif. Dalam acara tersebut, terdapat sejumlah badan publik yang mendapatkan penganugerahan dengan klasifikasi informatif. Penerima penganugerahan kategori informatif untuk Badan Publik Lembaga/Instansi Vertikal tingkat Jawa Barat ialah KPU Provinsi Jawa Barat dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat. Di tingkat kabupaten/kota, KPU Kabupaten Bandung kembali mendapatkan anugerah keterbukaan informasi publik dengan kategori informatif badan publik instansi vertikal kabupaten/kota pada peringkat pertama dari 27 (dua puluh tujuh) badan publik. Ketua KPU Kabupaten Bandung, Agus Baroya, menyampaikan rasa syukur atas pencapaian yang sangat baik ini. Predikat sebagai badan publik yang informatif selama 2 (dua) tahun berturut-turut ini sekaligus menjadi tantangan atas komitmen lembaga untuk selalu konsisten membuka ruang publik dalam mengakses informasi yang seluas-luasnya. “Selamat dan terima kasih kepada seluruh jajaran keluarga besar KPU Kabupaten Bandung, semoga prestasi ini dapat dipertahankan pada tahun-tahun mendatang,” ujar Agus. Sementara itu Sekretaris KPU Kabupaten Bandung, Irman Noviandi, berpesan kepada seluruh jajaran Sekretariat agar selalu meningkatkan kualitas tata kelola dan pelayanan informasi publik. Semua elemen masyarakat maupun para pemangku kepentingan harus mendapatkan pelayanan informasi publik yang prima dengan menerapkan prinsip cepat, murah, akuntabel, transparan dan tepat waktu. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu akan semakin meningkat. “Kita berharap melalui peningkatan pelayanan publik yang menjadi salah satu agenda prioritas lembaga selama ini, masyarakat di Kabupaten Bandung dapat memperoleh informasi kepemiluan yang akurat dan berkualitas, sehingga dapat memberikan kontribusi positif dalam mencerdaskan serta meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu maupun pemilihan,” tambah Irman.(Humas KPU Kabupaten Bandung)


Selengkapnya