SIARAN PERS SIMULASI PEMUNGUTAN SUARA PEMILU 2024
Selengkapnya
Siaran pers tentang simulasi pemberian suara dan penghitungan suara pada penyederhanaan surat suara dan formulir Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024 di KPU Provinsi Sulawesi Utara, selengkapnya dapat DIUNDUH DI SINI.
Jatinangor, kab-bandung.kpu.go.id – Jumat (19/11/2021), KPU Kabupaten Bandung dan KPU Kabupaten Sumedang melaksanakan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dengan Kepala Cabang Dinas (KCD) Wilayah VIII Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. KCD Wilayah VIII ini menaungi lingkup kerja di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari perjanjian kerja sama yang sudah dilaksanakan oleh KPU Provinsi Jawa Barat dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Perjanjian kerja sama meliputi agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman demokrasi dan kepemiluan kepada pemilih pemula di tingkat SMA/SMK/SLB. Kerja Pemilu dan demokrasi serta menyukseskan kegiatan Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan. Acara ini berlangsung di Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII, Kampus IKOPIN Gd. G Lt. II, Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Hadir pada acara ini Ketua KPU Kabupaten Bandung, Agus Baroya, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM, beserta jajaran sekretariat, serta dihadiri oleh Ketua KPU Kabupaten Sumedang, Ogi Ahmad Fauzi, beserta Anggota dan jajaran sekretariat KPU Kabupaten Sumedang. Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Otin Martini, menyampaikan bahwa wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang memiliki sekitar 444 sekolah negeri dan swasta untuk tingkat SMA/SMK/SLB yang dapat menjadi target dari kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih. Kegiatan ini akan dilakukan oleh KCD Wilayah VIII dengan KPU menjelang Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Ketua KPU Kabupaten Bandung, Agus Baroya, dalam sambutannya mengatakan bahwasanya KPU mencoba mencari tahu apa yang menjadi hal untuk dibenahi dalam kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih. Berbagai upaya telah dilakukan KPU, salah satunya yang teraru adalah Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3). Menurut Agus, sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada generasi muda bukan hanya sekedar melibatkan pelajar dengan proses pemilu, namun juga terkait efek maupun pengaruhnya terhadap keluarga dan masyarakat. Ke depan Agus berharap dapat mengaplikasikan kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih melalui Dinas Pendidikan di Provinsi Jawa Barat ini. Dengan adanya kerja sama ini akan mendapat legasi dikemudian hari dengan terus melakukan evaluasi terkait program dan kegiatan yang akan dijalankan. Dengan demikian nantinya proses pemilu dan pemilihan menjadi bagian yang regular dan familiar di kalangan masyarakat termasuk generasi muda, sehingga KPU mampu meningkatkan indeks kesadaran demokrasi. Ketua KPU Kabupaten Sumedang, Ogi Ahmad Fauzi, menyampaikan bahwa kegiatan pendidikan pemilih telah dilakukan jauh sebelum tahapan pemilu dan pemilihan dimulai. Hal ini merupakan upaya KPU dalam rangka meningkatkan melek politik dan literasi demokrasi kepada pemilih pemula, bahkan kepada mereka yang saat ini belum mempunyai hak pilih. Di tahun 2024 nanti, mereka akan menjadi pemilih pemula, itulah salah satu yang menjadi target KPU dalam pelaksanaan sosialisasi dan pendidikan pemilih tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, KPU sedang berupaya melakukan kerja sama dengan beberapa intansi, salah satunya Kementrian Agama. Kementrian Agama memiliki banyak penyuluh, yang diharapkan penyuluh tersebut akan menyampaikan pendidikan pemilih di acara-acara keagamaan. Hal tersebut dilakukan karena berkaca pada maraknya kegelisahan mengenai perbedaan pendapat yang signifikan pada Pemilu Tahun 2019 lalu. (Humas KPU Kabupaten Bandung)
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Komite Independen Pemantau Pemilih (KIPP), Jojo Rohi, memberikan pemaparan mengenai sistem serta tahapan pemilu dan pemilihan. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sementara Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota secara langsung dan demokratis sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Pemilu dan pemilihan memberikan kesempatan bagi setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk berpartisipasi menggunakan hak pilihnya. Pemilu dan pemilihan menjadi sarana terjaminnya pergantian kepemimpinan di pusat dan daerah secara konstitusional yang berlangsung secara regular. Pemilu dan pemilihan juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta harus dapat dirasakan secara konkrit oleh masyarakat. Pemilu dan Pemilihan juga sebagai pendidikan politik dan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin sebagai representasi dari publik. Itulah yang menjadi tujuan Pemilu dan pemilihan yang selama ini diketahui. Di Indonesia, sistem pemilu dan penentuan pasangan calon terpilih yang digunakan dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden apabila pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap Provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah Provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Untuk Pemilihan calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan PRD Kabupaten/Kota, menggunakan sistem proporsional terbuka. Dan untuk pemilihan calon anggota DPD pelaksanaannya menggunakan sistem distrik berwakil banyak. Menurut International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA, 2016), tahapan penyelenggaraan pemilu terdiri dari: (1) Tahap Persiapan (Pra Pemilu dan Pemilihan; (2) Tahap Penyelenggaraan/Pelaksanaan Pemilu dan Pemiihan; serta (3) Tahap Pasca Pemilu dan Pemilihan. Tahapan Pemilu atau pemilihan merupakan sebuah siklus berkelanjutan, dimana sebuah tahapan dalam tata kelola pemilu bisa kembali ke tahapan sebelumnya atau bahkan ke tahapan yang paling akhir melalui proses kajian dimasing-masing tahapan dengan melibatkan stakeholders yang berkepentingan, yaitu lembaga penyelenggara pemilu dan pembuat kebijakan juga peserta pemilu. Bahkan untuk tahapan sosialisasi, logistik atau pemutakhiran data pemilih, dapat terus dilaksanakan berkelanjutan diluar masa tahapan atau sesuai dengan kebijakan penyelenggara pemilu dan pemilihan. Sesi selanjutnya dibahas juga mengenai pendidikan pemilih dan pencegahan politik uang, yang di paparkan oleh Sekretaris Departemen Politik dan Pemerintahan Fisip Universitas Gajah Mada (UGM), Mada Sukmajati. Studi yang dilakukan oleh The Latin American Public Opinion Project (LAPOP) Americas Barometer, Afrobarometer, Money Politics Project di Asia Tenggara menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ketiga negara di dunia yang paling banyak melakukan praktik jual beli suara atau politik uang. Indonesia hanya kalah bersaing dibanding Uganda dan Benin. Menurut Manzetti dan Wilson (2007), perilaku masyarakat yang cenderung lemah dalam mendapatkan informasi politik menjadi sasaran utama praktik politik uang. Survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2019, 40% Masyarakat Indonesia menerima uang dari peserta pemilu, dan 37% masyarakat Indonesia mengaku menerima uang dan mempertimbangkan untuk tetap memilih mereka (Purnamasari, 2019). Mada menjelaskan berbagai modus kini dilakukan dalam praktik politik uang. Dahulu, tindak pidana politik uang dilakukan dengan cara tim sukses pasangan calon langsung memberikan uang atau barang lainnya kepada pemilih disertai ajakan memilih pasangan calon tertentu. Di masa sekarang ini, modus yang digunakan biasanya dilakukan oleh tim bayangan yang bukan sebagai tim kampanye terdaftar di KPU, dilakukan dalam ruang publik tertutup seperti pesantren, acara keagamaan khusus, komunitas setempat lewat tokoh, juga dengan tawaran yang diberikan sesuai kebutuhan masyarakat yang tidak selalu berbentuk uang, bisa dalam bentuk voucher, hadiah, sembako, bansos bahkan uang elektronik dan asuransi yang disertai selebaran/ajakan memilih calon tertentu, baik secara langsung maupun disamarkan. Untuk itu, menurut Mada, sebagai pemilih cerdas yang memilih dengan penuh kesadaran dan sikap kritis, harus memiliki modal aktif. Pemilih harus aktif mencari informasi tentang riwayat kandidat seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas kemasyarakatan, riwayat perjuangan dan kepribadian dalam kehidupan kemasyarakatan. Aktif mencari informasi tentang visi, misi dan program kandidat. Aktif mencari informasi pemilu dan berperan serta dalam pelaksanaan setiap tahapan. Aktif mengecek statusnya di DPS dan DPT online untuk memastikan apakah sudah terdaftar atau belum sebagai pemilih. Aktif mengikuti kegiatan kampanye untuk mengetahui lebih dalam visi, misi dan program kandidat. Aktif mengajak pemilih dan datang langsung ke TPS pada hari H untuk menggunakan hak pilih. Aktif awasi proses pemungutan suara di TPS dan penghitungan suara agar berjalan secara jujur dan adil. Juga aktif memonitor rekapitulasi hasil hingga penetapan hasil suara disemua tingkatan. (Humas KPU Kabupaten Bandung)
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Rabu (17/11/2021), KPU Kabupaten Bandung mengikuti webinar mengenai Penerapan Sirekap pada Pemilu yang diselenggarakan oleh KPU RI. Acara ini disiarkan langsung di chanel YouTube KPU RI. Narasumber pada kesempatan ini diisi oleh Guru Besar Perbandingan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof. Ramlan Surbakti, MA., Ph.D., dan Dosen Fakultas Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia, Dr. Harsanto Nursadi, SH., M.Si. Tema yang diangkat oleh kedua narasumber sangat relevan di tengah tantangan pemilu yang besar, sehingga diharapkan memberikan rekomendasi positif untuk penguatan penyelenggara pemilu ke depan. Ketua KPU RI, Ilham Saputra, dalam sambutannya menyampaikan bahwa KPU RI telah berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan pemilu yang transparan, profesional dan berintegritas. KPU terus melakukan inovasi agar masyarakat dapat terus mengakses segala informasi dan tahapan Pemilu. Transpransi merupakan salah satu bagian dari suskesnya penyelenggaraan pemilu disebuah negara. Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) ini merupakan salah satu inovasi baru yang diterapkan pada Pemilihan Tahun 2020. Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, penerapan Sirekap dapat membantu dalam transparansi terhadap hasil pemilihan. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses data (hasil), dan bagi internal KPU sendiri memudahkan dalam melakukan rekapitulasi dan mempercepat proses penghitungan suara. KPU berencana menerapkan Sirekap pada Pemilu Tahun 2024 mendatang, tentunya dengan infrastruktur yang terus dikembangkan dan dimaksimalkan berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan ini akan membahas bagaimana Sirekap dalam perspektif pakar kepemiluan dan pakar hukum yang sangat concern dalam tata kelola kepemiluan, agar dapat dipahami bagaimana penerapannya dalam pemilu mendatang. Anggota KPU RI Divisi Teknis dan Penyelenggaraan, Evi Novida Ginting, memberikan pandangan bahwa pemanfaatan teknologi menjadi suatu keniscayaan. Oleh karenanya, hal tersebut menjadi suatu tantangan bagi KPU dalam mempersiapkan Pemilu Tahun 2024. Pemanfaatan teknologi dalam kegiatan rekapitulasi menjadi satu hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemilu agar dilakukan dengan lebih cepat, mudah, murah, efisien serta transparan dan akuntabel. Dalam menghadapi tantangan tersebut, KPU berharap dapat memperoleh pandangan dari para pakar untuk lebih meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, terlebih lagi diera digitalisasi saat ini. Evi menjelaskan, penggunaan Sirekap telah diterapkan pada Pemilihan Tahun 2020. KPU telah melakukan evaluasi terkait dengan segala kelebihan dan kekurangannya, untuk diperbaiki dan dikembangkan agar lebih siap digunakan dalam Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Akan tetapi, untuk Pemilu Tahun 2024 terdapat beberapa hal, baik dari aspek hukum maupun aspek teknis, yang penting untuk dikaji kembali dalam rangka penguatan bagi KPU agar dapat melakukan perbaikan dan persiapan dalam penggunaan Sirekap di tahun 2024. Harsanto Nursadi sebagai narasumber pertama menyampaikan materinya mengenai bagaimana penerapan Sirekap pada Pemilu Tahun 2024 dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. Jika bicara mengenai hukum administrasi negara, ada beberapa tahap-tahap penting yang tidak dapat dilewati. Pemerintah telah melalui proses perkembangan Administrasi Pemerintahan sejak tahun 1970 hingga tahun 2004. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 menjadi tonggak besar dalam sistem pemerintahan. Di tahun 2020 terdapat sebuah undang-undang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, yang selalu dibahas dalam berbagai sektor dan mempermasalahkan undang-undang ini dari segi metode dan prosesnya. Namun dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja ini telah merubah paradigma yang luar biasa, terutama dalam konteks proses dan prosedur administrasi pemerintahan Indonesia. Administrasi Pemerintahan saat ini telah memasuki era baru dengan dimensi yang disebut era industri 4.0. Faktanya saat ini segala sesuatu telah bekerja dengan menggunakan internet, hal yang tidak dapat diabaikan namun harus diterima dan diterapkan. Era Industri 4.0 ini telah mengubah tren otomasi dan adanya sebuah sistem yang merangkum data terkini, mencakup sistem cyber fisik, internet untuk segalanya, komputasi awan dan komputasi kognitif. Perubahan paradigma dari manual ke elektronik tidaklah mudah, banyak yang menganggap bahwa manual lebih valid dari elektronik karena adanya bentuk fisik. Data manual terbatas pada ruang dan waktu, namun elektronik dapat melewati batas-batas ruang dan waktu tersebut. Pengolahan data manual juga lebih memerlukan energi dan tempat, sedangkan data elektonik dapat di-compact deangan lebih baik dan aman. Banyak juga yang beranggapan bahwa data manual terlindungi oleh hukum, namun nyatanya data elektronik juga terlindungi oleh hukum dan teknologi. Sirekap seperti yang tertuang dalam Pasal 1 angka 30a Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2020, merupakan sebuah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan Suara Pemilihan. Sirekap adalah sebuah proses dalam sistem terpadu pemilu yang dilaksanakan secara elektronik dan dilindungi oleh hukum. Dalam hal pemilu sepenuhnya dilakukan secara elektronik, maka Sirekap juga dilaksanakan secara elektronik dengan konsekuensi harus adanya perubahan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Dalam hal pemilu dilakukan secara manual, maka Sirekap sebagai alat bantu dalam pelaksanaannya, dan Sirekap cukup diatur dalam Peraturan KPU. Validitas Sirekap lebih baik dari proses manual karena kemungkinan untuk mengubah menjadi lebih sulit. Data terkirim dan terkumpul dengan sangat cepat. Data tersebut dapat dijadikan bukti karena sama validnya dengan data awal. Hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan oleh KPU adalah Peraturan KPU mengenai Sirekap, perlunya kesiapan sarana dan prasarana serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, juga mengenai perlindungan data, karena terkait perlindungan data inilah yang paling dikhawatirkan oleh masyarakat. Di samping itu perlu adanya sosialisasi, karena tidak semua masyarakat dapat dengan mudah mengubah paradigma dari manual ke elektronik yang telah dijelaskan sebelumnya. Sosialisasi yang harus dilakukan tidaklah sederhana. Bagi generasi baru hal ini dapat dengan mudah diterima, namun lain halnya bagi generasi lainnya yang akan sangat sulit menerima data yang tidak kasat mata. Untuk itu, dalam pemilu dan pelaksanaan Sirekap di era industri 4.0, dimana sistem administrasi pemerintah sudah berdasarkan pada internet untuk segala (IOT), Harsanto memberikan beberapa opsi dalam pelaksanaan pemilu, diantaranya (1) pemilu dilaksanakan secara penuh dalam suatu proses elektronik; (2) pemilu dilaksanakan secara hybrid, yaitu manual dan digitalisasi; (3) rekap secara elektronik atau pemilu dilaksanakan secara manual, yaitu rekap hasil dilaksanakan secara elektronik. Narasumber kedua, Ramlan Surbakti, membahas mengenai kebutuhan dan tantangan dalam penerapan Sirekap pada Pemilu Tahun 2024. Ramlan menyampaikan bahwa sistem manajemen pemilu saat ini sangat penting dilaksanakan secara resmi untuk meningkatkan kualitas pemilu yang demokratis di Indonesia serta untuk menjamin efisiensi dari segi waktu dalam penyelenggaraan pemilu. Sistem manajemen hasil pemilu memiliki tiga unsur yang saling berkaitan satu dan lainnya, yaitu (1) Kredibilitas Pemilu, yang dapat dilihat dari segi kemutakhiran dan akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), Partisipasi Pemilih dan Hasil Pemilu, dapat dipercaya atau tidak; (2) Pengumuman Hasil Pemilu yang diumumkan lebih cepat; (3) Keadilan Pemilu, terkait bagaimana menjamin agar setiap pihak yang terlibat dalam proses pemilu dapat melaksanakan peranannya sesuai undang-undang. Sistem manajemen hasil pemilu memiliki urgensi, karena ketika KPU mengumumkan hasil pemilu dengan cepat, masyarakat akan menilai juga mengenai bagaimana kredibilitasnya, keadilannya, serta bagaimana mengenai anggarannya. Inilah ukuran demokratik yang sangat singkat dan paling banyak digunakan oleh orang awam yang peduli dengan pemilu. Dari ketiga unsur tersebut, yang masih menjadi perhatian adalah penghitungan hasil pemilu yang masih panjang, sehingga menurut ahli pemilu diperlukan penggunaan teknologi informasi. Sistem manajemen pemilu Indonesia mempunyai reputasi yang kurang baik di mata internasional, diantaranya karena sistem pemilu paling kompleks di dunia karena sulit dipahami oleh masyarakat bahkan oleh peserta pemilu. Pemilu di Indonesia merupakan pemilu paling besar yang diselenggarakan dalam satu hari. Menurut Ramlan, yang menjadi kriteria utama perlu atau tidaknya penggunaan teknologi informasi untuk pemilu adalah apakah dengan penggunaan teknologi informasi dapat menghilangkan kelemahan dan meningkatkan kualitas pemilu di Indonesia atau tidak? Beliau juga menyarankan apabila ingin menerapkan sistem yang baru, jangan menghilangkan sistem pemilu sebelumnya yang merupakan best practise. (Humas KPU Kabupaten Bandung)
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU RI mengadakan Workshop Pembekalan Pemateri Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3) selama 3 (tiga) hari (18-20 November 2021). Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memberikan pengetahuan dan keterampilan serta menyamakan persepsi dalam memberikan pembekalan sesuai materi yang terdapat di dalam modul DP3 Tahun 2021. Dilaksanakan secara luring dan daring melalui zoom meeting dengan mengundang Ketua KPU Provinsi, Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota yang membidangi Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat, serta Kepala Bagian dan Kepala Sub Bagian yang menangani Partisipasi dan Hubungan Masyarakat pada Sekretariat Provinsi di seluruh Indonesia. Dibuka secara resmi oleh Ketua KPU RI, Ilham Saputra, dan arahan secara umum oleh Anggota Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Ketua Divisi Teknis dan Penyelenggaraan KPU RI, Evi Novidia Ginting, memberikan arahannya terkait persiapan pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Evi menyampaikan hendaknya pemerintah dapat membantu penguatan dalam mempersiapkan payung hukum untuk pemanfaatan teknologi disetiap tahapan, sehingga dapat terbuka dan transparan serta dapat memberikan kepastian dan kejelasan. Dengan kemudahan sistem yang diakses oleh publik, maka KPU juga dapat menerima tanggapan dari masyarakat. Dalam rangka mewujudkan digitalisasi Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024, KPU telah menyiapkan Peraturan KPU tentang master IT yang merupakan rencana pengembangan aplikasi untuk Pemilu dan Pemilihan. Diharapkan di Tahun 2023 seluruh sistem informasi sudah dapat teregistrasi, terakreditasi, dan siap digunakan pada Pemilu Tahun 2024. Dalam memudahkan kinerja untuk menjaga kemanan, kecepatan, keabsahan dokumen Pemilu dan Pemilihan, KPU juga akan menggunakan digital signature pada dokumen hasil pemilu dan pemilihan dari tingkat pusat sampai dengan badan adhoc sebagai penunjang sistem informasi yang akan digunakan ke depan. Ketua Divisi Data dan Informasi KPU RI, Viryan Azis, dalam arahannya menyampaikan bahwa apa yang dilakukan hari ini akan mewarnai realita sosial demokrasi elektoral di tahun 2024. Karena jika dilihat kerangka kerja yang dibangun oleh biro sosialisasi, pendidikan pemilih dan partisipasi masyarakat, akan banyak ikhtiar KPU mewarnai desa/kelurahan dengan narasi-narasi tertentu yang dirumuskan dan akan diperbaru. Masyarakat desa/kelurahan kurang mendapatkan informasi tentang kepemiluan, sehingga KPU membuat program DP3 yang muaranya adalah kesenjangan informasi. Adanya ketertinggalan pengetahuan demokrasi yang ada di masyarakat desa/kelurahan dapat dipercepat dengan pelaksanaan program DP3. Perlu menjadi perhatian, narasi apa yang akan dialirkan ke masyarakat pedesaan ketika KPU menjadi pemateri bagi kader desa/kelurahan. Untuk itu KPU perlu merumuskan kata-kata kunci dan kilas balik akar sosiologis desa/kelurahan agar dapat diterima oleh masyarakat, dan program DP3 ini idealnya dapat mewarnai kehidupan sosial politik secara nyata di kehidupan masyarakt desa/kelurahan. Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Erik Kurniawan, menjadi narasumber pertama yang memberikan pembekalan materi bagi Pemateri DP3, mengenai Teknik Komunikasi Publik. Salah satu yang harus dimiliki oleh fasilitator, dalam hal ini pemateri DP3, adalah kemampuan berkomunikasi, dimana teknik komunikasi dapat menjadi salah satu strategi utama dalam menyebarkan informasi-informasi positif terkait Pemilu Tahun 2024. Secara umum tujuan komunikasi publik adalah memberikan informasi kepada banyak orang, menjalin relasi dengan sekelompok orang dan memberikan hiburan atau memberikan pengalaman kepada banyak orang. Secara khusus, tujuan komunikasi publik dinyatakan langsung dalam informasi lengkap yang dikemukakan langsung oleh komunikator, seperti apa yang akan jadi sasaran komunikasinya, dan terkait tema apa yang akan disampaikan mengenai informasi kepemiluan. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan komunikasi publik diantaranya ketepatan waktu dan sasaran, informasi yang lengkap dan mudah dimengerti, perlu memperhatikan situasi dan kondisi agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik, penggunaan kata-kata yang sesuai dan lebih mudah diterima disesuaikan dengan target audiensnya, serta adanya ajakan dalam berkomunikasi yang dapat mempengaruhi banyak orang. Selain bertujuan untuk menjernihkan informasi-informasi kepada pemilih, komunikasi publik jika dilihat dari sisi teoritik memiliki beberapa efek. Efek tersebut antara lain yaitu efek kognitif, yakni efek yang berkaitan dengan nalar rasio. Efek afektif, yaitu efek yang berhubungan dengan perasaan. Serta efek konatif, yaitu efek yang menimbulkan niatan untuk berperilaku tertentu dalam artian jasmaniah/fisik, dimana efek konatif ini baru akan tercapai apabila efek kognitif dan efek afektif sudah tercapai. Selanjutnya, sebagai pembicara harus mengetahui terlebih dahulu siapa yang menjadi target audiensnya. Penentuan segmentasi ini menjadi langkah awal yang penting, kemudian topik apa yang akan dibawakan agar kemudian dapat menentukan karakteristik audiens. Pembicara hendaknya membuat point-point penting dan memilih bahasa yang mudah dipahami. Dalam mengemukakan gagasan atau ide, pembicara perlu untuk membentuk opini kepada pendengar agar muncul gagasan baru di luar ide awal dalam bentuk komentar. Pembicara juga harus dapat memunculkan masalah dan mengajak diskusi kepada pendengarnya atas gagasan dan masalah yang muncul. Dan terakhir, pembicara harus mampu mengemukakan pengalaman (best practise) terkait topik/informasi yang disampaikan agar memunculkan ide untuk sebuah perubahan di lingkungan yang baru. (Humas KPU Kabupaten Bandung)
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Rabu (10/11/2021), KPU Kabupaten Bandung mengikuti webinar “Kapendak” (Kajian Pemilu dan Demokrasi) seri ke-5 (lima) yang diselenggarakan oleh KPU Kota Bogor. Webinar yang juga merupakan knowledge sharing ini mengangkat tema mengenai Peradilan Etik Penyelenggara dalam Pemilu dan Pemilihan. Ketua KPU kota Bogor, Samsudin, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kode etik, terutama bagi penyelenggara pemilu, merupakan hal penting yang tidak dapat ditawar. Penyelenggara Pemilu dari tingkat Pusat sampai tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjadi barometer demokrasi di Indonesia. Ketika penyelenggara pemilu mempedomani kode etik dan memiliki kinerja yang baik serta professional, maka akan berujung pada tingginya kepercayaan publik terhadap Pemilu dan Pemilihan itu sendiri. KPU RI berupaya dan memastikan agar penyelenggara Pemilu dapat menjaga etikanya dengan baik selama bertugas. Secara teknis, khususnya KPU Kota Bogor masih sangat minim kaitannya dengan mekanisme penegakan etika kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan KPPS sebagai penyelenggara adhoc. Untuk itu diperlukan pembahasan lebih dalam mengenai hal tersebut melalui kedua narasumber yang dihadirkan dalam webinar kali ini. Ketua Divisi SDM dan Litbang KPU Provinsi Jawa Barat, Undang Suryatna Anwar, menjelaskan mengenai penanganan dugaan pelenggaran kode etik penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan. Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu. Kode Etik ditetapkan untuk Menjaga Integritas, Kehormatan, Kemandirian dan Kredibilitas Penyelenggara Pemilu. Kode Etik bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN dan KPPSLN serta anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS, termasuk jajaran sekretariat KPU dan Bawaslu. Untuk menjaga integritas dan Profesionalitas, Penyelenggara Pemilu wajib menerapkan prinsip Jujur, Mandiri, Adil dan Akuntabel. Dalam penanganan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dan Pemilihan, apabila pihak teradu/terlapornya adalah Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kab/Kota, PPLN, Panwaslu LN dan KPPSLN, Anggota PPK, Panwaslu Kecamatan, PPS Panwaslu Desa/Kelurahan, KPPS dan Pengawas TPS apabila diduga dilakukan bersama-sama dengan penyelenggara Pemilu lainnya, maka dapat dilaporkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) untuk diperiksa dan diputus. Sedangkan apabila pihak terlapornya adalah Anggota PPK, PPS dan KPPS dapat dilaporkan ke KPU Kabupaten/Kota untuk diperiksa dan diputus. Sementara apabila pihak terlapornya adalah Anggota Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Desa/Kelurahan dan Pengawas TPS dapat dilaporkan ke Bawaslu Kabupaten/Koota untuk diperiksa dan diputus. Narasumber selanjutnya, Ketua Divisi Hukum KPU Provinsi Jawa Barat, Reza A. Sovnidar, membahas mengenai peradilan etik penyelenggara dalam Pemilu dan Pemilihan. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dibahas oleh narasumber sebelumnya. Reza menambahkan bahwa integritas penyelenggara pemilu berpedoman pada beberapa prinsip, antara lain Jujur, maknanya adalah penyelenggaraan didasari niat untuk semata-mata terselenggaranya Pemilu dan Pemilihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Mandiri maknanya Penyelenggara Pemilu bebas atau menolak campur tangan dan pengaruh siapapun yang mempunyai kepentingan atas perbuatan, tidakan, keputusan dan/atau putusan yang diambil. Adil memiliki makna bahwa penyelenggara Pemilu menempatkan segala sesuatu sesuai hak dan kewajibannya. Sedangkan Akuntabel bermakna Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan hasilnya dapat dipertanggujawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Profesionalitas penyelenggara pemilu berpedoman pada prinsip Berkepastian Hukum, maknanya Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aksesibilitas bermakna kemudahan yang disediakan Penyelenggara Pemilu bagi penyandang disabilitas guna meuwjudkan kesamaan kesempatan. Tertib mempunyai makna penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, keteraturan, keserasian, dan keseimbangan. Terbuka berarti Penyelenggara Pemilu memberikan akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai kaidah keterbukaan informasi publik. Proporsionalitas maknanya penyelenggaraan Pemilu menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum untuk mewujudkan keadilan. Profesional bermakna Penyelenggara Pemilu memahami tugas, wewenang dan kewajiban dengan didukung keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas. Efektif memiliki arti bahwa Penyelenggara Pemilu menyelengarakan pemilu dengan renacana tahapan yang tepat waktu. Efisien adalah penyelenggara Pemilu memanfaatkan sumber daya, sarana, dan prasarana dalam penyelenggaran Pemilu sesuai prosedur dan tepat sasaran. Sedangkan Kepentingan Umum bermakna bahwa Penyelenggara Pemilu mendahulukan kepentingan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. (Humas KPU Kabupaten Bandung)