
MEKANISME PERPAJAKAN KEPEMILUAN
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU Kabupaten Bandung kembali mengikuti In House Training (IHT) Praktik Sistem Perpajakan Pusat dan Daerah dalam Penyelenggaraan Pemilu yang dikemas dalam acara webinar. Acara ini diadakan oleh KPU Kabupaten Bogor pada Senin (20/12/2021). Pada kesempatan tersebut menghadirkan narasumber dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran dan Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Kantor Pajak Pratama Cibinong, serta Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor.
Hasan Ashari dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran dan Perbendaharaan menyampaikan mengenai best practice pengelolaan perpajakan dalam perbendaharaan negara. Perpajakan erat kaitannya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), karena dalam penyusunannya terdapat unsur pajak dan posisi satuan kerja sebagai pembeli yang memiliki kewajiban dalam penyetoran pajak. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021, menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha yang didirikan atau melakukan kegiatan di wilayah hukum Negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi, serta mempunyai status sebagai wajib pajak. Oleh karenanya, Hasan menekankan bahwa ketika satuan kerja memilih penyedia barang/jasa, maka hal yang harus diperhatikan adalah penyedia tersebut harus merupakan wajib pajak yang dapat dibuktikan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selanjutnya satuan kerja mengambil alih tugas penyedia untuk memotong dan memungut pajak.
Terdapat beberapa jenis pajak yang dijelaskan oleh Hasan, antara lain: (1) PPh Pasal 21, yakni merupakan pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak, baik pegawai ataupun bukan pegawai, termasuk peserta kegiatan atau orang pribadi atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan besaran yang berbeda. PPh Pasal 21 atas pejabat negara/PNS/TNI/Polri dan pensiunannya, dikenai tarif 0%, 5% dan 15% tergantung golongannya. Jika penerimanya adalah non PNS, dapat dikenakan pajak ketika penghasilannya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sementara bagi peserta kegiatan, maka selain peserta tersebut PNS, akan dikenakan tarif yang sama 0%, 5% dan 15% tergantung besaran honor yang didapat; (2) PPN (Pajak Pertambahan Nilai), merupakan pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Penyedia barang/atau jasa pemerintah tidak wajib PKP. Jika Penyedia barang/jasanya adalah PKP, maka satuan kerja atau bendahara tidak diperkenankan memungut PPN untuk pembayaran kurang dari dua juta rupiah, karena PPN akan disetorkan langsung oleh penyedia; (3) PPh Pasal 22, adalah pajak yang dipungut oleh Bendahara Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu yang melakukan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Wajib Pajak badan tertentu memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Dikenakan tarif 1,5% pada setiap pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang oleh rekanan, dan dikenakan tarif 100% lebih tinggi (sebagai sanksi) apabila tidak memiliki NPWP, atau sebesar 3%; (4) PPh Pasal 23, yakni pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau hadiah dan pengharagaan. Secara umum PPh Pasal 23 dikenakan tarif 2%, dan dikenakan tarif 100% lebih tinggi (sebagai sanksi) apabila tidak memiliki NPWP, atau sebesar 4%; (5) PPh Pasal 26, merupakan pajak yang dipotong dari badan usaha di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri; (6) PPh Pasal 4 ayat (2), atau disebut juga PPh final adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan, dan pemotongan pajaknya bersifat final. Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) ini berbeda-beda untuk setiap jenis penghasilannya.
Selanjutnya, Adam Siaga Utama dari Kantor Pajak Pratama Cibinong, menjelasakan apa saja yang menjadi kewajiban bendahara pemerintah. Setiap rupiah yang dikeluarkan terdapat hak negara yang harus ditunaikan, yaitu dalam bentuk pajak. Pajak digunakan untuk keperluan layanan publik, pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, untuk subsidi dan pertahanan keamanan. Yang menjadi kewajiban instansi pemerintah sebagai wajib pajak yakni mendaftar, menghitung, memungut/memotong, menyetorkan pajak dan melaporkan SPT masa. Dalam hal penyetoran pajak, yang perlu bendahara lakukan adalah membuat kode billing pada DJP online berdasarkan perhitungan pajak terutang dan menyetorkan pajak ke bank persepsi/pos persepsi. Saat ini pembayaran billing pajak dapat dilakukan ke rekening kas negara melalui ATM, internet banking, mobile banking, atau pada loket bank/pos persepsi. Direktorat Jenderal Pajak saat ini sudah mengeluarkan sebuah aplikasi bukti potong dan/atau pemungutan PPh unifikasi elektronik yang dinamakan Aplikasi e-Bupot Unifikasi. Aplikasi ini dapat ditemukan pada laman Direktorat Jenderal Pajak dan dapat digunakan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi serta mengisi dan menyampaikan SPT masa PPh unifikasi. Pada aplikasi ini instansi pemerintah sebagai wajib potong/pungut dapat membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi, menyerahkan kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut serta melaporkan kepada Direktorat Jnderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Bupot tersebut.
Dellianie Ukman dari Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor menjelaskan mengenai hal-hal terkait penyelenggaraan pemilu yang terkena pajak daerah. Pada dasarnya KPU sendiri tidak dikenakan pemotongan pajak secara langsung oleh bendahara, seperti halnya pajak pusat. Namun pajak akan dipungut/dipotong oleh hotel/restoran yang digunakan sebagai fasilitas dalam kegiatan yang dilakukan oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu dalam melakukan kegiatan-kegiatan. Pajak tersebut akan dipungut dan disetorkan oleh pihak hotel atau restoran sebagai wajib pajak, bukan oleh bendahara instansi pemerintah.
Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun yang termasuk ke dalam pajak daerah, yakni: (a) pajak hotel yang dikenakan atas pelayanan hotel; (b) pajak restoran pajak yang dikenakan atas pelayanan restoran; (c) pajak hiburan yang dikenakan atas penyelenggaraan hiburan; (d) pajak public/kab-bandung2/public/bandung/public/kab-bandung/reklame yang dikenakan atas penyelenggaraan public/kab-bandung2/public/bandung/public/kab-bandung/reklame; (e) pajak penerangan jalan yang merupakan pajak atas pengunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain; (f) pajak air tanah atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah; (g) pajak mineral bukan logam dan batuan yang merupakan pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan; (h) pajak parkir yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor, penyelenggaraan tempat parkir di lahan pemerintah atau pemerintah daerah yang dikelola oleh pihak lain atau dikerjasamakan dengan pihak lain; serta (i) pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB). (Humas KPU Kabupaten Bandung)