Berita Terkini

39

RDP MENYEPAKATI TANGGAL PEMUNGUTAN SUARA PEMILU DAN PEMILIHAN TAHUN 2024

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Pemerintah dan jajaran penyelenggara pemilu mengadakan Rapat Kerja serta Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dengan agenda besar even demokrasi di tahun 2024 pada Senin, 24 Januari 2022. Pemerintah dalam hal ini adalah Komisi II DPR dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), sedangkan jajaran penyelenggara pemilu terdiri dari KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Even demokorasi yang dimaksud tersebut adalah pelaksanaan pemilu dan pemilihan yang akan diselenggarakan pada tahun yang sama, yakni tahun 2024. RDP tersebut menyepakati 3 (tiga) poin utama setelah mendengarkan pemaparan dari jajaran penyelenggara pemilu, masukan dari Pemerintah, serta berdasarkan ketentuan Pasal 75 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan Pasal 201 ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Adapun tiga poin yang menjadi kesimpulan RDP ini adalah: (1) Penyelenggaraan pemungutan suara pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi serta anggota DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Februari 2024; (2) Penyelenggaraan pemungutan suara pemilihan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota dilaksanakan pada hari Rabu, 27 November 2024; dan (3) Tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 ditetapkann setelah dilaksanakan pendalaman lebih lanjut oleh DPR, Pemerintah dan jajaran penyelenggara pemilu. (Humas KPU Kabupaten Bandung) Follow Us


Selengkapnya
71

HADAPI POTENSI SERANGAN SIBER, KPU LUNCURKAN CSIRT

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU meluncurkan tim tanggap insidensi siber yang dinamakan KPU-CSIRT (Computer Security Incident Response Team), pada Jumat, 21 Januari 2022. Acara ini dilaksanakan secara luring yang dihadiri oleh Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), partai politik dan diikuti secara daring oleh KPU Provinsi beserta KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia. Peluncuran KPU-CSIRT ini berkat kerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). CSIRT merupakan kebutuhan utama dalam menghadapi berbagai perkembangan teknlogi informasi, ditujukan untuk mengantisipasi bentuk serangan siber yang perlu direspon dengan cepat. CSIRT sangat penting mengingat KPU mempunyai tugas dan fungsi yang sangat strategis. KPU sendiri telah melalui proses panjang sampai akhirnya dapat meluncurkan KPU CSIRT ini, dan KPU menjadi salah satu lembaga pertama yang telah meluncurkan sistem ini. Kepala BSSN, Hinsa Siburian, menyebutkan bahwa di dalam ruang siber terdapat beberapa ancaman yang disebabkan oleh adanya tindak kejahatan (hacking and social engineering) serta adanya human error. Sifat serangannya dapat secara teknis maupun sosial, maka tugas BSNN adalah bagaimana menghadapinya. Hinsa juga menegaskan bahwa tingginya tingkat pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berbanding lurus dengan risiko dan ancaman keamanannya. CSIRT sendiri, menurut Hinsa mempunyai tugas utama dalam menangani serangan siber yang bersifat teknis. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, agar serangan yang bersifat teknis tersebut tidak sampai mengganggu sistem atau platform yang telah dibangun oleh KPU berupa data, server, jaringan dan aplikasi yang menjadi tugas dan fungsi dari KPU dapat terjamin keamanannya. Ancaman berikutnya adalah serangan siber yang bersifat sosial, dimana ancaman seperti ini targetnya adalah manusia. Yang diserang adalah ide, pilihan, pendapat, emosi, tingkah laku, opini dan motivasi. Sehingga dapat mempengaruhi cara pikir, sistem kepercayaan dan perilaku manusia, salah satu tekniknya yakni dengan hoaks. Maka negara harus hadir antara lain dengan membentuk Badan Siber dan Sandi Negara dengan strategi yang dibangun untuk keamanan siber. Membangun dan membentuk kekuatan nasional, membangun dan mengkonsolidasikan sistem proteksi pada seluruh infrastruktur informasi vital, termasuk infrastruktur informasi digital yang digunakan KPU. Dijelaskan kembali oleh Hinsa, CISRT merupakan organisasi atau tim yang bertanggungjawab untuk menerima, meninjau, menanggapi laporan dan aktivitas insiden keamanan siber. CSIRT diperlukan karena menurut data BSSN terdapat lebih dari 1 miliar lebih anomali trafik/serangan siber di Indonesia. Hal ini dipicu salah satunya oleh peningkatan implementasi layanan berbasis elektronik, sehingga memicu peningkatan serangan siber. Oleh karenanya pula, pembentukan CISRT ini sejalan dengan penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang saat ini sudah berjalan. CSIRT sebagai bagian unsur keamanan SPBE, yaitu penjaminan kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data dan informasi yang berperan sebagai monitor dan penyediaan pemulihan dari insiden keamanan siber yang ada dalam sistem elektronik di KPU. Ketua KPU, Ilham Saputra, mengemukakan bahwa berangkat dari pengalaman di tahun 2019, CSIRT menjadi penting bagi KPU sebagai penyelenggara pemilu dan pemilihan, dimana di tahun 2024 akan dilaksanakan serentak di tahun yang sama. KPU terus berupaya mengembangkan beragam sistem informasi untuk lebih memudahkan masyarakat dalam mengkonfirmasi berita terhadap hoaks yang muncul terhadap penyelenggara pemilu. KPU bersama dengan BSSN bergerak cepat dalam mengembangkan CSIRT yang berfungsi untuk merespon dan memitigasi apabila terjadi insiden siber, sehingga diharapkan penerapan SPBE di KPU menjadi semakin efektif. Selain itu, keberadaan CSIRT juga penting untuk melindungi data, identitas dan administrasi sistem kepemiluan dari ancaman kebocoran data. Hal ini sebagai salah satu bentuk komitmen dari KPU untuk melindungi identitas masyarakat. Ke depan, KPU akan melakukan evaluasi terhadap sistem informasi dan keamanan siber agar kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu semakin meningkat, dan dapat meyakinkan masyarakat akan keamanan teknologi informasi KPU. Hal ini merupakan bagian dari transparansi KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Dengan diserahkannya surat tanda registrasi secara simbolik dari ketua BSSN kepada Ketua KPU, maka secara resmi dinyatakan bahwa KPU-CSIRT telah terdaftar sebagai salah satu CSIRT organisasi sektor pemerintah di BSSN. (Humas KPU Kabupaten Bandung) Follow Us


Selengkapnya
80

PROBLEMATIKA DAN REKOMENDASI MASA JABATAN KEPALA DAERAH

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Problematika Masa Jabatan Kepala Daerah dan Pemilihan Serentak 2024 menjadi tema yang diangkat pada webinar berseri yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), pada hari Jumat, 21 Januari 2022. Webinar kali ini  menghadirkan Dosen Hukum Tata Negara (HTN) dan Dewan Pakar PSHK FH UII, Jamaludin Ghafur, Pendiri Netgrit dan Anggota Dewan Nasional Konvensi Rakyat, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, serta Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, yang akan bertindak sebagai narasumber. Seperti diketahui bersama, terdapat sekitar 271 Kepala Daerah yang akan berakhir masa jabatannya sebelum tahun 2024. Keputusan DPR dan Pemerintah yang meniadakan Pemilu di 2022 dan 2023 membawa konsekuensi dibutuhkannya Penjabat untuk mengisi kekosongan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah sebelum tahun 2024, sehingga menimbulkan problematika tersendiri. Titi Anggraeni menyampaikan mengenai Pemilihan Serentak 2024 dan impilikasinya terhadap tata kelola penyelenggaraan pemilu. Tata kelola pemilu (electoral governance) sendiri merupakan rangkaian kegiatan yang lebih luas menciptakan dan memelihara kerangka kelembagaan, dimana pemungutan suara dan persaingan elektoral terjadi, yang beroperasi pada tingkatan mulai dari pembuatan aturan, penerapan aturan, dan ajudikasi aturan. Meskipun variabel sosial, ekonomi, politik dan sejarah turut mempengaruhi pemilu yang demokratis, namun tidak mungkin pemilu dapat terselenggara dengan bebas dan adil tanpa tata kelola pemilu yang efektif. Ada korelasi yang kuat antara tata kelola pemilu yang baik dengan kualitas dan tujuan dalam mengkonsolidasikan proses demokrasi. Tata Kelola pemilu memiliki jangkauan yang luas, tidak hanya sekedar pada pelaksanaan tahapan dan kerja-kerja KPU. Pemilu di Indonesia yang merupakan terbesar satu hari di Dunia, memiliki dampak yang sangat nyata dari sisi teknis. Kompleksitasnya semakin tinggi ketika pelaksanaan pemilu serentak melalui 5 kotak pada tahun 2019 lalu. Sejalan dengan persepsi pemilih dalam sebuah survei pasca Pemilu Tahun 2019, dimana mayoritas responden, baik dari publik maupun para tokoh menyatakan setuju bahwa pemilu serentak menyulitkan pemilih dan setuju agar format pemilu serentak diubah. Sejalan pula dengan hasil evaluasi hukum terkait pemilu yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementrian Hukum dan HAM RI yang merekomendasikan untuk mengubah model keserentakan pemilu 5 kotak menjadi model pemilu serentak nasional dan lokal, yakni pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kab/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/wali kota. BPHN merekomendasikan untuk menerapkan penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemilu (khususnya dalam penghitungan suara), mengubah kelembagaan Bawaslu menjadi lembaga ajudikasi (sedangkan fungsi pengawasan diserahkan kepada masyarakat), melakukan perbaikan atas kelemahan-kelemahan pada sistem pemilihan presiden, sistem pemilihan legislatif, dan sistem pemilihan DPD, serta melakukan perbaikan pengaturan electoral justice system. Dari beberapa rekomendasi tersebut, mengarah kepada reformasi tata kelola pemilu Indonesia melalui perubahan kerangka hukum pemilu, dalam hal ini adalah perubahan undang-undang pemilu, dimana faktanya saat ini adalah tidak adanya revisi undang-undang pemilu, pemilihan & undang-undang partai politik. Titi menegaskan, dalam menghadapi Pemilu Serentak Tahun 2024, diperlukan adanya terobosan teknis yang harus dipetakan, disiapkan dengan baik, dan terintegrasi, terutama mengenai teknologi informasi dengan upaya serius mendorong digitalisasi sertifikasi hasil penghitungan suara di TPS, menata efektivitas bimbingan teknis dan redistribusi beban petugas KPPS/PPK/pengawas lapangan, keterbukaan diperkuat, yaitu akses pada rekam jejak calon legislatif (bukan menutup tapi melindungi data), serta road map strategi komunikasi penjangkauan publik yang efektif dalam melawan disinformasi dan hoaks pemilu. Penyelenggara pemilu juga harus mampu mencitrakan dirinya sebagai figure imparsial, kompeten dan inklusif, yang dijaga maksimal sejak proses seleksi berlangsung. Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyampaikan di tahun 2022 ada 101 Kepala daerah yang akan habis masa jabatannya, dan di tahun 2023 sebanyak 171 Kepala Daerah. Menurut Ferry, hal ini tentu akan menimbulkan suatu problematika yang luar biasa dan menjadi poin penting yang harus dicermati. Setidaknya ada 4 problematika yang muncul dalam konteks proses penunjukan Kepala Daerah, yaitu: (1) Problem konstitusi, dimana UUD 1945 Pasal 18 mengamanatkan kepala daerah dipilih secara demokratis; (2) Problematika legitimasi; (3) Problematika kewenangan kepala daerah, dimana akan terjadi tumpang tindih kewenangan; dan (4) Problematika masa jabatan. Jamaludin Ghafur membahas mengenai pilkada reguler dan kaderisasi partai politik. Tidak adanya pilkada di tahun 2022 dan 2023 erat hubungannya dengan kaderisasi partai politik, terutama dalam konteks rekrutmen pejabat publik. Ketika sistem ketatanegaraan dipilih sebagai sistem yang akan dibangun berdasarkan sistem demokrasi, maka pemilu dan pilkada menjadi penting. Sehingga timbul pertanyaan, konsekuensi apa yang akan dihadapi apabila pilkada di tahun 2022 dan 2023 ditiadakan? Lebih lanjut Jamaludin menjelaskan, partai politik merupakan suatu organisasi yang berhubungan erat dengan kekuasaan melalui cara pemilihan yang demokratis dan bekerja memalui mekanisme perwakilan dalam pemerintahan. Karena partai politik merupakan organisasi yang erat kaitannya dengan kekuasaan negara, maka para ahli memberikan pembeda antara partai politik dengan organisasi non partai politik, yaitu pada aspek bahwa fungsi minimal dari partai politik adalah untuk merekrut kandidat pejabat publik. Karakter ini yang tidak dimiliki oleh organisasi sosial dan politik lainnya. Maka apabila Pemilu dan Pemilihan Tahun 2022 dan 2023 tidak dilaksanakan, maka siapa kelak yang berwenang melaksanakan rekrutmen tersebut? Sebagai catatan, untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022 dan 2023, diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali Kota sampai dengan terpilihnya Gubernur, Bupati dan Wali Kota melalui Pemilihan Serentak Tahun 2024. Penjabat kepala daerah tersebut memiliki masa jabatan 1 tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 tahun berikut dengan orang yang sama ataupun berbeda. Seperti yang telah diungkap oleh narasumber sebelumnya, bahwa di tahun 2022 dan 2023 ini terdapat sekitar 271 Kepala Daerah yang habis masa jabatannya, dimana penggantinya akan dipilih oleh pemerintah pusat, sehingga tidak lagi dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung. Permasalahan yang akan terjadi dengan adanya kekosongan ini dengan periode yang sangat singkat tersebut tidak sesuai dengan biaya kampanye yang telah dikeluarkan calon, sehingga muncul alternatif lain kekosongan tersebut diganti oleh penjabat. Namun hal tersebut harus dipertimbangkan karena penjabat sementara (Pjs.) untuk mengisi kekosongan tersebut ternyata tidak bersifat sementara. Akan banyak kerja-kerja kepala daerah yang terkendala, karena bagaimanpun Pjs. tidak akan sama kekuasaanya dengan kepala daerah definitif yang dipilih langsung oleh rakyat, sehingga semua keputusan politiknya ada pada pemerintah pusat. Hal ini tentu tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang telah dibangun yang merupakan amanat konstitusi. Oleh karenanya, Presiden perlu merubah mekanisme Pjs. menjadi pemilihan melalui DPRD dengan catatan periode waktu hanya dua tahun. Sehingga beberapa hal yang menjadi aturan main dalam konteks pengisian jabatan publik yang harus diisi melalui mekanisme pemilu akan tetap dapat menjadi solusi atas pendeknya periode masa jabatan bagi kepala daerah yang akan mengisi jabatan diantara tahun 2022 sampai 2024. (Humas KPU Kabupaten Bandung) Follow Us


Selengkapnya
40

MENAKAR KESIAPAN PEMILU SERENTAK TAHUN 2024

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Menakar Kesiapan Pemilu Serentak Tahun 2024 Dilihat dari Persepsi Penyelenggara Pemilu dan Partai Politik, merupakan tema yang diangkat oleh Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Tema tersebut dipilih dalam acara webinar yang diselenggarakan pada hari Kamis, 20 Januari 2022. Bertindak sebagai keynote speaker pada kesempatan ini adalah Ketua KPU, Ilham Saputra, Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo, Ketua Komisi I DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, serta Titi Anggraeni sebagai Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang bertindak sebagai pembahas. Seperti diketahui sebelumnya, Panitia Seleksi Anggota KPU – Bawaslu telah merampungkan seluruh tugasnya. Saat ini masih dalam proses menunggu hasil seleksi dari Komisi II DPR. Semua berharap agar DPR mampu menghasilkan penyelenggara pemilu yang memiliki kredibilitas dan integritas. Penyelenggara pemilu memiliki posisi yang sangat penting dan menentukan, oleh karena itu perlu dipersiapkan dengan sangat maksimal dalam rangka menyongsong penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024. Kesiapan partai politik sebagai peserta pemilu juga tidak kalah penting dan perlu untuk diperhatikan. Karena salah satu fungsi partai politik adalah melaksanakan rekrutmen politik, maka perlu mempersiapkan kader-kader politik guna mengisi jabatan-jabatan publik, baik di lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif. Ilham Saputra menyampaikan beberapa pengalamannya dalam perspektif sebagai penyelenggara pemilu. Tahun 2024 mendatang akan dilaksanakan pemilu yang penyelenggaraannya spesifik. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia menyelenggarakan pemilu dan pemilihan pada tahun yang sama. Kondisi ini memerlukan kesiapan penyelenggara pemilu yang komprehensif, karena pemilu di tahun 2024 nanti akan mempunyai beban kerja yang cukup berat. Setiap penyelenggara pemilu mempunyai beban penyelenggaraan masing-masing dan memiliki kondisi politik yang berbeda, serta dengan tantangan yang berbeda pula. KPU telah banyak melakukan perubahan dan perbaikan terhadap sistem yang ada. Ilham juga menyampaikan bahwa penyelenggara pemilu harus memiliki integritas yang kuat dan profesional, terlebih lagi pada penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 akan memiliki tantangan yang berbeda dari sebelumnya. Berbicara mengenai seleksi Anggota KPU – Bawaslu yang saat ini sedang berlangsung, Ilham melihat bahwa kemandirian penyelenggara pemilu ke depan sangat bergantung pada bagaimana mekanisme fit and proper test yang ada di Komisi II DPR. Kemandirian harus dijaga betul sehingga tidak mengorbankan institusi yang independen, mandiri, nasional dan bersifat tetap yang telah diatur dalam konstitusi. Mekanisme seleksi penyelenggara pemilu ini perlu dikawal, karena akan berkontribusi terhadap kepercayaan masyarakat akan penyelenggara pemilu, dalam hal ini adalah KPU, yang menjadi modal suskesnya penyelenggaraan pemilu. Ratna Dewi dalam kesempatan ini membahas mengenai kesiapan pengawasan Pemilu di tahun 2024 mendatang. Banyak hal yang harus dipersiapkan kembali dalam pelaksanaannya, baik dari aspek sumber daya manusia (SDM), anggaran, regulasi dan bagaimana partisipasi masyarakat serta partai politik sebagai pilar dalam proses demokrasi dapat berkontribusi positif untuk mempersiapkan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Jika melihat kondisi kepemiluan di Indonesia saat ini, partai politik yang seharusnya memiliki peranan penting dalam kehidupan demokrasi, masih bersifat elitis, karena kerap tidak mewakili suara akar rumput, melainkan membawa kepentingan elit-elit partai politik. Fungsi kaderisasi tidak berjalan secara maksimal, politik transaksional masih terjadi, dimana segala sesuatu ditentukan oleh finansial, baik dalam proses rekrutmen calon maupun kompetisi. Namun saat ini lembaga penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sudah semakin mandiri dan secara umum lebih transparan. Bawaslu sebagai lembaga pengawas semakin diperkuat secara kelembagaan dan kewenangan. Begitupun dengan perkembangan teknologi dan pemanfaatannya yang semakin memudahkan kerja-kerja penyelenggara pemilu, serta mempermudah akses informasi kepada publik. Bawaslu sendiri akan memprioritaskan program dari aspek pencegahan, penanganan pelanggaran, penyelesaian proses melalui peningkatan kapasitas penyelenggara, peningkatan koordinasi antar lembaga, serta peningkatan partisipasi masyarakat, terutama menguatkan peran perguruan tinggi sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang secara keseluruhan mempunyai tanggung jawab bersama untuk susksesnya Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Titi Anggraini menambahkan, kompleksitas tahun 2024 yang dihadapi dikontribusikan oleh banyak hal. Respon penyelenggara dan peserta tidak terlepas dari situasi yang saat ini dihadapi. Kompleksitas harus dihadapi, baik oleh penyelenggara maupun peserta sebagai konsekuensi dari karakter pemilu Indonesia, yang mana merupakan  penyelenggaraan pemilu serentak dalam satu hari terbesar di dunia. Pemilu Indonesia juga merupakan pemilu paling kompleks dan rumit di dunia, dengan rekapitulasi paling lama di dunia. Uang menjadi determinan pada penyelenggaraan pemilu, dimana sumbangan dana kampanye di Indonesia termasuk yang paling tinggi di dunia. Titi melihat, pengalaman pemilu di tahun 2019 tidak mampu diwadahi oleh berbagai evaluasi, dorongan perubahan, perbaikan pengaturan, dan oleh perubahan undang-undang. Hal ini akan berimplikasi terhadap beban kerja penyelenggara pemilu dan pemilihan tahun 2024 sebagai ekses tidak adanya perubahan desain penjadwalan, serta dapat mempengaruhi profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu. (Humas KPU Kabupaten Bandung) Follow Us


Selengkapnya
46

FASILITASI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG UNTUK TINGKATKAN KUALITAS DAFTAR PEMILIH

Soreang, kab-bandung.kpu.go.id – Dalam rangka pelaksanaan program pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan (DPB), KPU Kabupaten Bandung melakukan kunjungan ke Pemerintah Kabupaten Bandung, pada Rabu, 19 Januari 2022. Kegiatan audiensi dan koordinasi ini dilakukan bertempat di ruang Desk Pilkada Kabupaten Bandung. Dari jajaran KPU Kabupaten Bandung turut hadir Ketua, Anggota, Sekretaris beserta jajarannya. Agenda kerja tersebut difasilitasi oleh Asistem Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Aspem dan Kesra) yang didampingi Plt. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcasip), Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem), serta forum Camat Kabupaten Bandung. Ketua KPU Kabupaten Bandung, Agus Baroya, menyampaikan bahwa terdapat 2 (dua) unsur data yang dibutuhkan dalam pemutakhiran DPB, yaitu data penduduk masuk dan data penduduk keluar di Kabupaten Bandung. Setiap bulan KPU Kabupaten Bandung melakukan rekapitulasi DPB, dan data yang dibutuhkan bukan hanya data yang berkurang saja (tidak memenuhi syarat), tetapi ada data masuk (bertambah) yang bisa kami informasikan. Ini merupakan unsur dari pemutakhiran DPB. Sementara itu Kepala Aspem dan Kesra, Erick Juriara sebagai fasilitator, menyampaikan bahwa perihal data ini tetap ada di ranah Disdukcasip. Kegiatan DPB tersebut di luar tahapan pemilu/pemilihan, namun Pemerintah Kabupaten Bandung akan mendukung penuh proses pemutakhiran tersebut. Audiensi ini menghasilkan komitmen berupa dukungan Pemerintah Kabupaten Bandung terhadap kegiatan pemutakhiran DPB, baik berupa kegiatan jemput bola ke kecamatan atau desa/kelurahan untuk mendapatkan data penduduk pindah, datang, meninggal, yang akan dikoordinir oleh bagian Tapem. Teknis dari tindak lanjut audensi ini, KPU Kabupaten Bandung akan melaksanakan koordinasi dengan seluruh camat sebagai bagian forum komunikasi DPB dan membahas mekanisme memperoleh data agar bisa sinergis dengan melibatkan Aspem Kesra, Kesbangpol dan Disdukcasip dalam pelaksanaannya. (Humas KPU Kabupaten Bandung) Follow Us


Selengkapnya
60

PERSIAPAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENATAAN DAPIL PEMILU TAHUN 2024

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Menjelang penyelenggaraan tahapan Pemilu Tahun 2024 yang akan dilaksanakan beberapa waktu ke depan, KPU Provinsi Jawa Barat mengadakan rapat koordinasi secara daring bersama KPU Kabupaten/Kota. Rapat koordinasi tersebut mengusung tema Pembahasan Data Daerah Pemilihan (Dapil) untuk Persiapan Tahapan Pemilu Tahun 2024, yang dilaksanakan pada hari Selasa, 18 Januari 2022. Kegiatan ini dipimpin oleh Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Endun Abdul Haq, dan diikuti oleh Anggota Divisi Teknis Penyelenggaraan di masing-masing satuan kerja se-Jawa Barat. Setiap perwakilan dari KPU Kabupaten/Kota menyampaikan pandangan, perkembangan dan dinamika terkini terhadap komposisi Dapil pada Pemilu Tahun 2019 ditiap-tiap wilayahnya. Terdapat beberapa pandangan dari KPU Kabupaten/Kota yang memungkinkan adanya perubahan komposisi Dapil dan alokasi kursi, dan ada juga yang berpendapat tidak berubah, tetap seperti susunan pada Pemilu Tahun 2019. Beragam faktor dapat menyebabkan komposisi Dapil dan alokasi kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota dapat berubah, misalnya karena perkembangan jumlah penduduk, pemekaran maupun penggabungan kecamatan atau desa/kelurahan, dan faktor-faktor lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana diketahui, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Dapil dan alokasi kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota ini ditetapkan oleh KPU. Sedangkan untuk Dapil dan alokasi kursi pemilu anggota DPR maupun anggota DPRD Provinsi, telah ditentukan dalam undang-undang tersebut. Untuk mendapatkan gambaran secara umum, KPU Kabupaten/Kota dapat melakukan simulasi penyusunan Dapil dan alokasi kursi dengan menggunakan komposisi jumlah penduduk pada Semester I tahun 2021. “Penataan Dapil merupakan salah satu tahapan pemilu yang paling awal. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan mulai dari sekarang,” ujar Endun. Lebih lanjut Endun menambahkan, dalam melakukan penataan Dapil dan alokasi kursi, KPU Kabupaten/Kota melakukan uji publik untuk mendapatkan aspirasi dari pemangku kepentingan terkait. Di samping itu, juga harus berpedoman pada 7 (tujuh) prinsip yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) Kesetaraan Nilai Suara: yaitu upaya untuk meningkatkan nilai suara (harga kursi) yang setara antara setiap Dapil dengan prinsip satu orang-satu suara-satu nilai; (2) Ketaatan pada Sistem Pemilu yang Proporsional: yaitu ketaatan dalam pembentukan dapil dengan mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persenatse jumlah kursi yang diperoleh setiap partai politik setara mungkin dengan persentase suara sah yang diperoleh; (3) Proporsionalitas: yaitu kesetaraan alokasi dengan memerhatikan kursi antar dapil agar tetap terjaga perimbangan alokasi kursi setiap Dapil; (4) Integritas Wilayah: yaitu memerhatikan beberapa provinsi, kabupaten/kota atau kecamatan yang disusun menjadi satu Dapil untuk daerah perbatasan, dengan tetap memerhatikan keutuhan dan keterpaduan wilayah, kondisi geografis, sarana perhubungan, serta aspek kemudahan transportasi; (5) Berada dalam Cakupan Wilayah yang Sama: yakni penyusunan Dapil DPRD Provinsi yang terbentuk dari satu, beberapa dan/atau bagian dari kabupaten/kota yang seluruhnya harus tercakup dalam suatu Dapil DPR. Begitu pula dengan Dapil DPRD Kabupaten/Kota yang terbentuk dari satu, beberapa dan/atau bagian kecamatan yang seluruhnya tercakup dalam suatu Dapil DPRD Provinsi; (6) Kohesivitas: yakni penyusunan Dapil memerhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat, dan kelompok minoritas; dan (7) Kesinambungan: yakni penyusunan Dapil dengan memerhatikan Dapil yang sudah ada pada pemilu sebelumnya, kecuali alokasi kursi pada Dapil tersebut melebihi batasan maksimal alokasi kursi setiap Dapil, atau bertentangan dengan prinsip penyusunan Dapil lainnya. (Humas KPU Kabupaten Bandung) Follow Us


Selengkapnya