MITIGASI BENCANA DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Manajemen Krisis Penyelenggaraan Pemilihan di Daerah Rawan Bencana menjadi topik yang diangkat dalam webinar yang diselenggarakan oleh KPU Kota Sukabumi, pada Senin, 31 Januari 2022. Narasumber yang dihadirkan pada kesempatan ini terdiri dari Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Provinsi Sulawesi Tengah, Halima, serta Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Sukabumi, Akhmad Zulkarnain. Sebagaimana diketahui bersama bahwa wilayah Indonesia berdasarkan letak geografis terletak diantara tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Untuk itu, KPU sebagai penyelenggara pemilu perlu mempersiapkan sedini mungkin dan mencari cara terbaik dalam memanajemen risiko dan mitigasi bencana terkait dengan penyelenggaraan pemilu dimasa mendatang, khususnya di daerah rawan bencana.
Berbicara mengenai bencana alam, Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Idham Holik, mengatakan krisis alam atau bencana alam tentu tidak diinginkan terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu maupun pemilihan. Namun sangat disadari pula bahwa krisis adalah sesuatu hal yang tidak dapat dihindari, dan salah satu langkah yang harus diambil adalah mengantisipasi. Langkah-langkah antisipasi yang dapat diambil salah satunya adalah dengan cara mendiskusikan potensi masalah tersebut beserta solusinya. Menurut Idham, kegiatan ini merupakan salah satu bentuk antisipatif yang selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk plan action atau rencana aksi kerja. KPU sebagai penyelenggara pemilu dapat berkordinasi dengan BPBD setempat untuk mengambil langkah-langkah taktis untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan dalam konteks penyelenggaraan pemilu di daerah rawan bencana.
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kota Palu, Risvirenol, menyampaikan bahwa tahun 2018 yang lalu Kota Palu mengalami bencana berupa tsunami yang menelan banyak korban, dan lebih dari 1.100 korban tidak terdata. Ada beberapa kendala yang dialami KPU Kota Palu, yakni mengenai regulasi penyelenggaraan DPHP tahap I (data pemilih berkelanjutan) berkenaan dengan pemilih yang telah berpindah atau mengungsi di daerah yang bukan dapilnya saat terjadi bencana, serta mengenai minimnya dana terkait evakuasi bencana dalam penyelenggaraan pemilu. Yang menjadi kendala saat itu ialah sulitnya koordinasi dengan pimpinan pusat maupun daerah. Terlebih lagi dengan minimnya regulasi secara umum yang membahas tentang bencana alam, seperti strategi dan metode yang digunakan dalam pendidikan pemilih ketika bencana, ataupun ketika menghadapi masyarakat yang trauma terhadap bencana alam yang dialami. KPU Kota Palu sendiri melakukan pendidikan pemilih pasca bencana dengan membentuk relawan demokrasi, dengan memberikan materi tentang pemilu dan memberikan trauma healing kepada penyelenggara di level bawah. Untuk itu diharapkan dengan kegiatan ini, penyelenggara pemilu mendapatkan pemahaman mengenai bagaimana mengantisipasi regulasi yang ada ketika terjadinya bencana. Yang perlu dibahas selanjutnya adalah apakah ke depan KPU akan menyediakan dana taktis untuk bencana? Adakah strategi dalam trauma healing bagi penyelenggara pemilu ketika mengalami bencana? Serta adakah kerja sama antara BPBD dalam memberikan trauma healing?
Halima berbagi pengalaman saat terjadi bencana alam berupa gempa bumi, tsunami dan likuifaksi pada tahun 2018 lalu di Sulawesi Tengah, di tengah proses tahapan pemilu dan pemilihan, mitigasi bencana terkait manajemen krisis yang akan dihadapi penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 mendatang. Perlu diketahui bahwa saat terjadinya bencana terdapat beberapa kabupaten yang terkena dampak langsung. Bencana merupakan hal yang tidak dapat dihindari, namun penyelenggara tetap dituntut untuk berpikir kritis, sistematis, tenang dan mempersiapkan kestabilan emosi serta dapat menguasai keadaan yang sangat genting tersebut. Manajemen krisisnya sendiri, sangat berkaitan dengan kapan bencana itu terjadi dan ditahapan mana saat bencana itu terjadi. Tentu dengan kesiapan kerja penyelenggara setelah bencana juga perlu dimanajemen sesuai tahapannya. Mitigasi merupakan sebuah keniscayaan, seluruh wilayah di Indonesia harus dapat mengantisipasi terjadinya bencana. Mitigasi terakhir yang perlu dilakukan adalah bahwa KPU harus memiIiki dana abadi yang dapat berupa donasi, dan telah terkumpul sebelum terjadinya bencana, sehingga kondisi akan lebih mudah.
KPU Provinsi Sulawesi Tengah sendiri, saat itu memastikan setiap penyelenggara dalam keadaan selamat dan dalam kondisi aman. Terlebih karena kejadian tersebut terjadi saat mereka berkegiatan di wilayah kerja KPU. Selanjutnya yang dilakukan adalah deteksi, klasifikasi dan klarifikasi, mendeteksi semua penyelenggara serta melakukan penyelamatan hak hidup bagi penyelenggara terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan klasifikasi mengenai keamanan keluarganya, dan seberapa besar tingkat kerawanan di lingkungannya, kondisi psikologis, serta tempat tinggal para penyelenggara. Dikarenakan dalam beberapa waktu ke depan para penyelenggara harus tetap bekerja, karena ada hak pilih yang juga harus dilindungi.
Akhmad Zulkarnain menyebutkan bahwa dengan letak geografis Indonesia yang berada pada posisi ring of fire, bencana alam menjadi kondisi yang tidak dapat dihindari, tidak mengenal musim dan bisa terjadi sewaktu-waktu. Dampak dari bencana alam terhadap proses tahapan penyelenggaraan pemilu dapat terlihat pada rusaknya kantor dan gudang logistik pada tahapan pemilu, rusaknya daftar pemilih, infrastruktur pendukung, terhambatnya pengadaan logistik, resistensi dari peserta pemilu dan lainnya. Karakteristik keteraturan dan kepastian yang dituntut dalam penyelenggaraan pemilu bertolak belakang dengan karakteristik bencana yang penuh dengan ketidakpastian dan berpotensi mengacaukan. Akhmad menambahkan, Jawa Barat merupakan wilayah rawan bencana. Terdapat potensi bencana berupa erupsi gunung berapi, gempa bumi, banjir, pergerakan tanah tinggi dan menengah, serta tsunami. Oleh karenanya diperlukan kesiapsiagaan bersama dengan cara mengidentifikasi dan memetakan orang/wilayah yang rawan terkena bencana serta menetapkan jalur evakuasi, memastikan pemilu adaptif melalui penanganan bencana dengan menyediakan sarana dan panduan praktik bagi panitia ad hoc, serta tetap menjalin koordinasi dengan pemerintahan daerah dan pejabat yang mengampu pernyataan dini bencana. (Humas KPU Kabupaten Bandung)