
MEMBANGUN SATU DATA PEMILU UNTUK SATU DATA INDONESIA
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU RI kembali menggelar webinar Knowledge Sharing Digitalisasi Pemilu, pada Rabu (1/12/2021). Membangun Satu Data Pemilu untuk Satu Data Indonesia menjadi tema yang diangkat dalam webinar seri ke-IV (empat) ini. Ketua KPU RI, Iham Saputra, berkesempatan memberikan sambutan sekaligus membukan kegiatan webinar ini secara resmi. Bicara tentang data, sebagai penyelenggara Pemilu tentu tidak terlepas dari tugas penyelenggaraan dan tugas dalam mengelola data. Begitu banyak data yang harus tersimpat pada masa tahapan-tahapan Pemilu. KPU dapat menggunakan data-data tersebut sebagai bahan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat ataupun para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu. Oleh karenanya, diharapkan dengan adanya diskursus seperti ini, para narasumber dapat memberikan gambaran kepada KPU sebagai penyelenggara agar dapat membuat satu big data yang komprehensif dan akurat yang dapat digunakan sebagai informasi kepada masyarakat. Ilham meminta agar KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang telah memiliki big data yang baik untuk tetap dipertahankan dan mengkoordinasikan dengan KPU RI apabila ada inovasi terkait proses pengumpulan datanya.
Anggota KPU RI, Virya Azis, dalam pengantarnya menekankan bahwa data merupakan aset yang sangat berharga dan bernilai, sehingga harus dikelola dengan proses yang baik. Seiring perkembangan kehidupan yang semakin digital, maka semakin memberikan berbagai teknologi untuk memproses data dan memungkinkan kita untuk dapat hidup berdampingan dengan data secara mudah. Pengelolaan data pada setiap aspek kehidupan bermuara pada satu pertanyaan penting, yaitu bagaimana data dikelola dengan tetap membangun kedaulatan digital, dimana kedaulatan digital menjadi penting dikaitkan dengan data kepemiluan. KPU RI telah melakukan upaya dengan berkoordinasi bersama 9 (sembilan) kementrian/lembaga terkait dalam hal manajemen data. KPU ingin mengintegrasikan data kepemiluan dengan data dari berbagai kementrian sebagai wujud satu data Pemilu untuk satu data Indonesia, yang ke depannya diharapkan dapat digunakan oleh kementrian/lembaga lain terkait urusan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn.) Dr. Moeldoko, menjadi narasumber pertama dalam Knowledge Sharing hari ini. Sebuah kerja sama yang sangat baik antara KPU dengan Pemerintah dalam hal ini kementrian/lembaga dalam membahas mengenai data, karena data sangat penting dan sangat strategis untuk memperlancar segalanya. Dalam kesempatan ini, Moeldoko juga menyampaikan apa yang menjadi arahan Presiden RI. Beliau menekankan pentingnya satu data dalam proses pengambilan kebijakan yang tepat dan juga dalam membangun kepercayaan atas data yang dikeluarkan Pemerintah, baik oleh masyarakat maupun dunia internasional. Pemerintah juga sigap dalam menanggapi urgensi kebutuhan data. Berbagai upaya perbaikan data terus dikejar demi penyusunan kebijakan yang tepat, termasuk untuk kebutuhan Pemilu, data menjadi sangat krusial. Tentu bukan hal yang diinginkan ketika data digunakan oleh oknum-oknum politik sehingga hasil Pemilu menjadi termanipulasi. Moeldoko juga menyampaikan sebuah kebijakan baru, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, yang diharapkan menjadi kunci dari berbagai permasalahan data di Indonesia. Saat ini koordinasi mengenai Satu Data Indonesia berada di bawah Kementerian PPN/Bappenas.
Data yang termutakhir dan berkualitas masih sulit ditemukan. Tidak adanya koordinasi yang dilakukan antar institusi menyebabkan data yang dihasilkan tidak sinkron. Selain itu, standar data yang dihasilkan juga berbeda, inilah gambaran terkait data yang ada selama ini. Oleh arena itu, muncul kebijakan Satu Data yang bertujuan untuk melakukan strukturisasi kerangka regulasi dan institusi, menyediakan data dalam format terbuka dan melaksanakan forum data, dan melibatkan kementrian/lembaga terkait sebagai pelopor untuk membuka jalur informasi antar instansi. Dengan demikian data Pemerintah menjadi terpadu, dapat dibagi-pakaikan satu sama lain. Bukan hanya menjadi domainnya KPU saja, tetapi dapat digunakan oleh berbagai pihak. Adapun strategi yang digunakan untuk mewujudkan kebijakan Satu Data Indonesia, harus dilakukan perbaikan tata kelola data dengan penataan regulasi dan kelembagaan, standarisasi dan sinkronisasi data, capacity/building, serta memastikan interoperabilitas data lintas kementrian/lembaga. Rilis dan pemanfaatan data terbuka juga perlu dilakukan dengan mempublikasikan data dalam format terbuka, pembangunan portal Satu Data serta mendorong pemanfaatan data, baik internal maupun publik. Kantor Staf Presiden (KSP) mendukung agar KPU semakin memiliki data yang komprehensif, lebih detail dan berharap data yang dimiliki KPU dapat digunakan oleh Pemerintah untuk pengambilan kebijakan dalam sektor lain.
Staf Ahli Menteri PNN/Bappenas bidang Pemerataan dan Kewilayahan, Oktorialdi, yang juga sebagai Koordinator Sekretariat Satu Data Indonesia, memaparkan mengenai Satu Data Indonesia dan korelasinya dengan Kepemiluan. Data adalah kekayaan baru baru bangsa Indonesia. Data dilihat sebagai aset strategis bangsa. Untuk itu data harus dijaga dan terus dilakukan updating, sehingga dapat dijadikan sumber keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Begitu banyak tantangan Satu Data Indonesia, baik secara teknis maupun non teknis. Secara teknis dapat dikatakan bahwa tantangannya terkait dengan banyaknya aplikasi penghasil data yang belum dikelola secara terintegrasi, beragamnya referensi dan standar data serta metodologi tata kelola data yang belum terstandarkan. Sedangkan secara non teknis, tantangannya adalah adanya ego sektoral, kompleksitas ekosistem regulasi dan kelembagaan, tingkat pemahaman kebijakan Satu Data Indonesia yang belum merata, serta adanya kecenderungan keraguan antar instansi pemerintah untuk berbagi akses data. Oleh karena itu, adanya Satu Data Indonesia dimaksudkan untuk mengatur penyelenggaraan tata kelola data yang dihasilkan oleh Instansi Pusat dan Instansi Daerah untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengendalian pembangunan.
Pada prinsipnya, satu data harus berdasarkan pada: (1) Satu standar data, dimana definisi metodologi pelaksanaannya dan sumbernya jelas; (2) Satu metadata baku, dimana perluasan dari standar data dapat dilihat di metadata; (3) Interoperabilitas; dan 4) Kode Referensi/Data Induk. Oktorialdi mengaitkan dengan Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE), bahwa sesuai Perpres Nomor 95 Tahun 208 tentang sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dan Peraturan Menteri (Permen) PNN/Bappenas Nomor 16 Tahun 2020 tentang manajemen tata SPBE, menjelaskan bahwa SPBE adalah penyelenggaraan pemerintah yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada pengguna SPBE yang bertujuan untuk menjamin terwujudnya data yang akurat, mutakhir, terintegrasi dan dapat diakses sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengendalian pembangunan nasional. Instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi sasaran dari sistem ini.
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik, Juri Ardianto, menyatakan Satu Data dan konektivitas data antar lembaga merupakan hal yang penting. Namun yang perlu disusun segera adalah tindak lanjut dari Perpres tentang Satu Data yang kemudian dihubungkan secara teknis oleh kementerian/lembaga lain untuk dapat saling terkoneksi. Pemerintah dan KPU sebagai penyelenggara sebaiknya memiliki cara pandang yang sama terkait dengan ketersediaan data penduduk dan penyediaan data pemilih, sehingga perihal data ini tidak menjadi sumber masalah. Biasanya permasalahan yang muncul adalah ketika pemerintah memiliki data yang sama dengan sistem informasi yang berbeda dengan KPU sebagai penyelenggara pemilu, sehingga ketika terjadi sinkronisasi akan menimbulkan distrosi. Untuk itu dukungan teknologi informasi juga menjadi penting agar semakin diperhatikan oleh kementrian/lembaga. (Humas KPU Kabupaten Bandung)