KONSTITUSIONALITAS JADWAL PEMILU
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Seiring dengan telah ditetapkannya hari dan tanggal pemungutan suara pada Pemilu Tahun 2024 oleh KPU melalui Keputusan Nomor 21 Tahun 2022, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menggelar webinar dengan mengusung tema “Mengkaji Konstitusionalitas Jadwal Pemilu di Indonesia” pada Kamis, 10 Maret 2022. Bertindak sebagai narasumber pada webinar ini adalah pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, dan Anggota JPPR, Dila Farhani Nurrahman. Terkait dengan Hari Pemungutan Suara Pemilu Tahun 2024 yang telah ditentukan pada 14 Februari 2024, JPPR ingin melihat kembali mengenai mekanisme penentuan jadwal yang selama ini telah dilakukan dengan baik. Namun dalam penentuan jadwal Pemilu Tahun 2024 terdapat proses konstitusi yang berubah. Mekanisme tersebut menjadi kegelisahan JPPR ketika melihat dari siklus tanggal pemilu yang bergeser dari kebiasaan yang sudah dilakukan sebelumnya. JPPR melihat hal tersebut berpotensi dalam pencideraan mandat dalam konstitusi. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa sistem pemilu merupakan konsekuensi logis dari sistem pemerintahan yang dianut. Dimana sistem pemilu tentunya mengikuti sistem pemerintahan dalam sebuah negara sesuai prinsip-prinsip dasarnya, yakni bentuk negara, susunan negara (hubungan antara pemerintah pusat dan daerah), serta sistem pemerintahan. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 disebutkan secara aspek konstitusionalnya bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Indonesia merupakan negara kesatuan berbentuk republik, konsekuensinya adalah bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Dalam Pasal 6 UUD 1945 disebutkan juga bahwa pengisian jabatan presiden melalui pemilui yang dipilih langsung oleh rakyat. Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 7 UUD 1945 bahwa masa jabatan presiden adalah 5 (lima) tahun. Dari sanalah diketahui bahwa sistem pemerintahan di Indonesia merupakan sistem presidensial. Hasyim menambahkan, asas pemilu bukan sekedar langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil), namun regularitas pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali juga merupakan asas pemilu. Menanggapi perihal isu terhadap lontaran gagasan tentang penundaan pemilu, dimana kedudukan KPU yang dimandati sebagai penyelenggara pemilu semata-mata menjalankan apa yang ditentukan konstitusi, bahwa pemilu dilaksanakan reguler lima tahunan. Jimly Asshiddiqie melihat perkembangan terakhir mengenai hal-hal prinsip seperti tahapan pemilu yang dimulai pada 1 Agustus 2022, hari pemungutan suara pada 14 Februari 2022, dan pelantikan presiden pada 20 Oktober telah disepakati, hanya tinggal dituangkan dalam peraturan KPU. Maka jika secara logika dilihat dari sudut pandang hukum, peraturan sudah tidak dapat diubah kembali. KPU menurut undang-undang merupakan lembaga nasional yang bersifat tetap dan mandiri, termasuk mengenai kewenangan regulasinya yang juga mandiri. Oleh karenanya, Jimly ingin meyakinkan kepada semua kalangan bahwa sudah tidak akan ada lagi perubahan mengenai jadwal pemilu. Sementara Dila Farhani Nurrahman menyatakan terdapat beberapa hal yang menjadi kajian JPPR dalam menanggapi isu terkait penetapan jadwal pemilu, meskipun secara sah belum diketuk. Jadwal pelaksanaan pemilu menjadi gerbang awal untuk mekanisme pelaksanaan tahapan selanjutnya. Terjadi perdebatan penentuan jadwal pelaksanaan pemilu antara pemerintah dan KPU, dimana KPU telah membuat rancangan pelaksanaan hari pemungutan suara Pemilu Tahun 2024 adalah tanggal 21 Februari, sedangkan pemerintah mengusulkan tanggal 15 Mei 2021, dan akhirnya berujung pada keputusan akhir yaitu pemilu serentak akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Rasionalisasi KPU sebagai antisipasi karena ditahun yang sama dilaksanakan pemilihan serentak pada 27 November 2024 (terdapat jeda). Di sisi lain, usulan pemerintah didasarkan pada stabilitas politik dan polarisasi yang bisa mengganggu program pemerintah. Perdebatan ini tentu harus menemukan titik temu. JPPR menilai, penentuan titik temu jadwal tersebut sebagai bagian dari cerminan sifat kemandirian KPU. Dila melanjutkan, lantas bagaimana kepentingan masyarakat sipil dalam proses penentuan penyelenggaraan jadwal pemilu? Meskipun masyarakat sipil tidak menjadi bagian dalam proses penentuan penyelenggaraan jadwal pemilu, masyarakat tetap memiliki kepentingan karena berkaitan dengan hukum publik (konstitusi) yang harus dijunjung tinggi dan ditaati secara bersama oleh seluruh pihak. Peran serta masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan merupakan upaya untuk mewujudkan pemilu yang berintgrasi dan berkepastian hukum. (Humas KPU Kabupaten Bandung) Follow Us
Selengkapnya