IMPLEMENTASI MENEJEMEN RESIKO SEBAGAI UPAYA TATA KELOLA KELEMBAGAAN UNTUK KEBERHASILAN PENYELENGGARAAN PEMILU DAN PILKADA
Pemilu adalah salah satu fondasi utama dalam sistem demokrasi yang sehat. Namun, dalam praktiknya, KPU dalam menyelenggarakan pemilu selalu menghadapi berbagai risiko, baik yang bersifat teknis, sosial, hingga politis. Karena itu, Kamis (13/06/25) secara Hybrid KPU menyelenggarakan Rapat Koordinasi guna memperkuat Implementasi Menejemen Risiko dan Pendampingan Penyusunan Risk Registrasi atau Daftar Risiko KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tahun 2025, sebab pendekatan manajemen risiko menjadi sangat vital untuk memastikan proses pemilu dapat berlangsung secara adil, aman, dan kredibel. Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin dalam sambutannya, menekankan pentingnya efisiensi dan tatakelola kelembagaan untuk menciptakan lembaga yang sehat. Langkah ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), yang menekankan pentingnya identifikasi dan mitigasi risiko dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Sama halnya dengan pemaparan Kepala Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Iffa Rosita yang menekankan pentingnya menerapkan menejemen risiko sebagai upaya melindungi nilai organisasi serta mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Dalam konteks itulah, rapat Koordinasi bersama seluruh KPU provinsi dan kabupaten/kota ini menjadi langkah strategis dan tepat dalam memperkuat fondasi penyelenggaraan pemilu yang lebih profesional, antisipatif, dan berintegritas. Tantangan pemilu yang semakin kompleks, seperti perubahan dinamika politik yang cepat, teknologi yang terus berkembang, hingga potensi ancaman siber dan disinformasi, menuntut KPU selaku penyelenggara pemilu untuk tidak lagi sekadar bersikap reaktif. Diperlukan sistem manajemen risiko yang terencana, menyeluruh, dan berbasis data. Oleh karena itulah, penyelenggaraan rapat koordinasi dalam memperkuat implementasi menejemen risiko dan menyusun daftar risiko menjadi sangat penting sebab manajemen risiko pemilu tidak dapat hanya mengandalkan penanganan insiden setelah terjadi. Salah satu aspek utama yang dibahas dalam rapat ini, yakni penyusunan daftar risiko, memiliki peran krusial dalam mengidentifikasi risiko secara dini. Dengan pendekatan yang sistematis, daftar risiko menjadi alat pemetaan risiko yang tidak hanya mencatat potensi masalah, tetapi juga menilai tingkat kemungkinan dan dampaknya, serta menetapkan langkah mitigasi yang tepat sebelum risiko tersebut berkembang menjadi gangguan nyata terhadap capaian dan sasaran suatu program KPU. Melalui pendekatan ini, KPU di semua tingkatan untuk lebih siap dan responsif dalam menghadapi berbagai kemungkinan gangguan, baik yang bersifat teknis, administratif, maupun sosial-politik. Misalnya, dalam konteks geografis, KPU Papua pada Pemilu 2019 mengalami keterlambatan distribusi logistik di lebih dari 500 TPS akibat tantangan transportasi dan kondisi alam. Risiko semacam ini bisa diidentifikasi lebih awal melalui risk register dan ditangani dengan strategi mitigasi seperti yang disampaikan oleh Kepala Divisi Hukum dan Pengawasan Iffa Rosita dalam pemaparan materinya, gangguan pendistribusian logistik ke daerah terpencil dapat diminimalisir dengan menyusun jadwal distribusi logistik yang realistis, menyediakan cadangan dan buffer waktu, menggunakan mitra distribusi yang berpengalaman, serta pelacakan distribusi logistik real-time. Lebih dari itu, rapat koordinasi ini juga memperkuat prinsip kolaboratif antarlevel penyelenggara pemilu. Dengan menyatukan pemahaman antara KPU pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, maka kebijakan manajemen risiko dapat dijalankan secara seragam namun tetap fleksibel menyesuaikan prioritas dan karakteristik risiko (risk appetite) pada masing-masing daerah. Inilah bentuk nyata dari penguatan tata kelola pemilu yang adaptif dan berbasis konteks. Sebagai contoh, melalui penyusunan risk register, potensi risiko seperti kerusakan sistem IT, kekurangan logistik di wilayah terpencil, hingga penyebaran informasi palsu di media sosial dapat dipetakan secara rinci. Setiap risiko kemudian diberi penilaian berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampaknya. Dengan begitu, prioritas penanganan dapat ditentukan secara objektif. Dalam pemaparan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyampaikan perhatian utama dalam menejemen risiko yakni kamus risiko dan pelaporan berkala. Dengan penguatan menejemen risiko pada KPU diharapkan dapat memperkuat transparansi dan akuntabilitas. Ketika risiko telah terdokumentasi sejak awal, publik dan pemangku kepentingan lainnya dapat menilai sejauh mana KPU telah bersiap menghadapi tantangan. Hal Ini dapat meningkatkan kepercayaan publik, yang merupakan elemen kunci dalam legitimasi pemilu. Sebagaimana ditegaskan oleh International IDEA, salah satu pilar pemilu demokratis adalah “persepsi publik terhadap keadilan dan kesiapan penyelenggara pemilu.” (JDIH KPU Kab Bandung)
Selengkapnya