SOFT LAUNCHING PROGRAM DP3 KPU

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id Soft Launching program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3) telah diselenggarakan KPU Republlik Indonesia, Jumat (20 Agustus 2021). Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu tugas pokok penyelenggara Pemilu adalah memberikan sosialisai dan pendidikan pemilih kepada masyarakat, Partai Politik dan stakeholders lainnya, tugas ini bukan hal yang mudah, terang Ketua KPU RI, Ilham Saputra. Untuk itu, program DP3 ini diharapkan melibatkan banyak masyarakat walaupun masih terbatas untuk 1 (satu) provinsi hanya 2 (dua) desa yang diharapkan akan menumbuhkan kader-kader bagi Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan guna menyebarkan dan memberikan efek positif kepada masyarakat lainnya.

Dalam rangka meningkatkan kualitas Pemilu dan Pemilihan serta kuantitas partisipasi pemilih di Indonesia, maka KPU RI menginisiasi program DP3 untuk mendorong masyarakat menjadi pemilih yang mandiri, cerdas dan bertanggungjawab, sehingga tumbuh kesadaran dalam bernegara yang mendorong mereka berpartisipasi pada Pemilu maupun Pemilihan. Partisipasi inilah yang kami harapkan dari masyarakat, baik itu penggunaan hak pilih atau bisa menjadi pemantau pemilih, atau bahkan menjadi penyelenggara badan adhoc. KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan Pemilihan mempunyai kewajiban mencerdaskan pemilih, meningkatkan partisipasi, dan mengharapkan pemilih cerdas dapat bersikap rasional, mandiri dan bertanggung jawab ketika menentukan pilihan politiknya. Diharapkan masyarakat tidak berorientasi pada kepentingan jangka pendek, melainkan masyarakat harus dapat memilih karena visi, misi dan program dari calon.

KPU RI menghadirkan beberapa pembicara dalam soft launching program DP3 ini. Diawali oleh Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, yang menyampaikan program tersebut pada prinsipnya merupakan salah satu sarana pendidikan pemilih bagi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan secara berkesinambungan agar masyarakat lebih dalam pemahamannya dan lebih peduli untuk berpartisipasi dan membentuk kader-kader yang dapat menumbuhkan kesadaran politik. Untuk pemilihan lokus adalah desa yang ditunjuk KPU Provinsi dengan berkordinasi bersama KPU Kabupaten/Kota berdasarkan kriteria yang ditentukan. KPU menjalin kerja sama dengan Pemerintah Desa melalui dokumen kerja sama berupa nota kesepahaman atau perjanjian kerja sama. Peserta dalam program DP3 ini sebanyak 25 (dua puluh lima) orang dari setiap lokus dengan sasaran mencakup pemilih pemula, disabilitas, perempuan, pemilih muda, dan tokoh agama/tokoh masyarakat.

 I Dewa lebih lanjut memaparkan indikator keberhasilan program ini antara lain mencakup: (1) Pemerataan Program Pendidikan Pemilih. Kader-kader Desa Program ini dikatakan berhasil ketika seluruh provinsi di Indonesia menyelenggarakan minimal 2 (dua) lokus sebelum Pemilu Serentak Tahun 2024; (2) Lahirnya Kader Desa Peduli Pemilu. Kader-kader Desa Peduli yang lahir dari program ini diharapkan secara aktif dan sukarela mengajak masyarakat di tingkatan desa untuk berpatisipasi dalam Pemilu dan Pemilihan; (3) Kualitas Partisipasi Masyarakat di Lokus tersebut Meningkat. Adanya peningkatan partisipasi pemilih di daerah partisipasi rendah, berkurangnya konflik/kekerasan di daerah potensial konflik/kekerasan, dan berkurangnya jumlah pelanggaran Pemilu di daerah potensi pelangaran tinggi.

Direktur Jenderal Bina Pemerintah Desa, Dr. Yusharto Huntoyungo, selaku pembicara kedua menjelaskan program DP3 ini secara operasional didefinisikan sebagai sarana pendidikan pemilih masyarakat desa yang berkesinambungan guna meningkatkan pengetahuan dan kepedulian terhadap Pemilu dan Pemilihan, yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Tujuannya adalah: (1) Membangun kesadaran politik masyarakat agar menjadi pemilih yang berdaulat; (2) Mengedukasi masyarakat dalam memfilter informasi sehingga tidak mudah termakan isu hoaks kepemiluan; (3) Menghindarkan masyarakat pada praktik politik uang; (4) Meningkatkan kualitas dan kuantitas partisipasi pemilih; dan (5) Membentuk kader yang mampu menjadi penggerak dan penggugah kesadaran politik masyarakat.  Yusharto mengatakan jika masyarakat Indonesia sangat majemuk, dengan demikian memerlukan berbagai macam pendekatan. Kondisi masyarakat yang majemuk ini menjadi modal sosial, menjadi kekuatan untuk mewujudkan komunitas yang lebih humanistik yang disebut komunitas warga, juga menjadi alat kontrol dan membentuk pertukaran sosial.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menyampaikan bahwa terdapat 3 (tiga) jenis pendidikan, yaitu pendidikan kewargaan, pendidikan pemilih, dan informasi pemilih. Apa yang dilakukan KPU dengan program DP3 ini termasuk ke dalam pendidikan pemilih. Pendidikan pemilih menekankan pada kesiapan pemilih untuk dapat berpartisipasi penuh dalam Pemilu, hubungan antara demokrasi dan Pemilu, serta hak dan kewajiban pemilih. Dalam upaya pelaksanaan pendikan pemilih, pesan umumnya adalah bagaimana kaitannya Pemilu dan demokrasi, bagaimana peran, hak dan kewajiban pemilih, pentingnya suara masyarakat dan kerahasiaan pemilih. Melibatkan komunitas dalam pendidikan pemilih juga tidak kalah penting, karena program ini juga melibatkan desa. Harapannya setelah program ini justru menciptakan kreasi atau inovasi dari masyarakat desa yang mugkin dapat ditularkan ke komunitas lain.

Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito,  berkesempatan memaparkan ulasannya seabagai pembicara keempat. Desa adalah entitas sosial dan arena politik yang nyata penanda praktik demokrasi dilevel grassroot. Interaksi sosial mereka dalam peristiwa Pilkades, Pilkada, Pilleg, dan Pilpres telah menjadi narasi sejarah dan politik keseharian. Mengerjakan demokrasi dari desa berarti berkontribusi dalam membangun politik Indonesia. Ada beberapa critical issue yang perlu dibicarakan, misalnya soal modifikasi dan politisasi isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Seberapa besar potensi modifikasi SARA dan konflik itu menjadi bagian penting untuk dijelaskan, dan bagaimana SARA itu bisa dikelola agar tidak merusak. Politisasi SARA terjadi dibeberapa komunitas desa, hal ini dikarenakan beberapa aspek media yang gencar menjadi potensi mendistorsi dan segelintir orang yang memproduksi hoaks. Desa Peduli Pemilu artinya membangun orientasi bahwa desa dekat dengan diskursus Pemilu, tercermin dalam kultur kompetisi secara sehat dan bermakna, taat aturan main, serta fair dalam proses dan menerima hasil. Demikian pula program DP3 adalah membawa Pemilu dekat dengan bahasa masyarakat komunitas desa, inklusif dan terjangkau sebagai bagian dari milik rakyat desa, terang Arie.

Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Sugito, menjadi pembicara penutup. Disampaikan bahwa tujuan pembangunan desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan. Desa menjadi peran yang penting untuk membangun pilar demokrasi di Indonesia. Desa harus berdaya dalam menjalankan kewenangannya. Demokrasi desa merupakan prasyarat penting dalam membangun akuntabilitas publik melalui kultur lokal serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan iklim dan budaya demokrasi desa dan tingkat di atasnya.

Demokratisasi desa bukan sekedar berjalannya prosedur demokratis tertentu, melainkan terkait dengan nilai dan prinsip-prinsip khusus yang menuntut untuk ditampilkan dalam tindakan, seperti musyawarah desa, Pilkades, Pilkada dan Pemilu. Demokratisasi desa dipahami sebagai proses perubahan relasi kuasa bidang politik dan ekonomi yang ditandai oleh partisipasi aktif dan kritis warga desa dalam pengambilan keputusan strategis, sedangkan di tingkat yang lebih tinggi, demokratisasi desa dipahami sebagai bentuk partisipasi aktif warga desa dalam sebuah proses politik untuk penguatan demokrasi maupun pembangunan daerah, terang Sugito menutup paparannya. (Humas KPU Kabupaten Bandung)

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 47 Kali.