
Politik Perempuan Dan Tantangan Pemilu Tahun 2024
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung mengikuti Webinar Ngaji Demokrasi dimasa Covid-19 (Ngademi) dengan tema “Politik Perempuan dan Tantangan Pemilu 2024” yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Cirebon. Narasumber pada acara ini terdiri dari: (1) Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta; (2) Titik Nurhayati, S.Pd., M.Hum., Anggota KPU Provinsi Jawa Barat; (3) Dahliah Umar, MA., Ketua Network for Indonesian Democratic Society Netfid Indonesia; serta (4) Siska Karina, S.H., M.H., Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Selasa (21/04/2021).
Peran perempuan dalam politik masih belum memiliki posisi seperti layaknya laki-laki, terkadang perempuan masih dipandang sebelah mata, banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Alasan ketertinggalan perempuan dalam politik dapat dipengaruhi oleh budaya patriarki dan persepsi masyarakat terhadap pemimpin perempuan, pendikan (komunikasi) tertinggal, sistem politik yang masih melekat dengan istilah Politic is Men’s World, terang Nurliah Nurdin dalam paparannya. Lebih lanjut Nurliah menyampaikan faktor-faktor yang mempengaruhi representasi perempuan di dalam politik, diantarnya: (1) kurangnya kaderisasi (pengurus perempuan dalam partai politik); (2) Media yang berperan penting dalam membangun opini publik mengenai pentingnya repsentasi perempuan dalam parlemen; serta (3) Kemiskinan dan keluarga, teorinya perempuan menbutuhkan izin pasangan jika ingin berpolitik, terlebih lagi biaya yang dibutuhkan tidak sedikit untuk terjun ke dunia politik.
Paparan kemudian masuk pada pembahasan mengenai tantangan mencapai target keterwakilan perempuan sebanyak 30% (tiga puluh persen) di perlemen dan kepemimpinan ekslusif, kemudian akan muncul petanyaan, mengapa perempuan masih termajinalkan dalam politik dan apa kendala yang mengakibatkan sulit memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30% dalam kepemimpinan nasional dan lokal serta lembaga perwakilan? Hari ini sebagai Hari Kartini, kita harus menafsirkan kembali perjuangan RA Kartini, tidak semua perempuan memiliki kemampuan dan kemauan dalam politik, ujar Dahliah Umar.
Titik Nurhayati pada kesempatan yang sama menjelaskan implementasi kesetaraan gender, perempuan dalam ranah publik dan ranah domestik, keduanya sebenarnya saling kontradiktif tetapi harus dijalani oleh perempuan. Kesetaraan gender adalah tujuan kelima dari tujuan pembangunan berkelanjutan yang ditentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk dilaporkan oleh sekitar 40 (empat puluh) negara dalam bentuk Voluntary National Review. Ada 6 (enam) agenda dalam perjuangan kesetaraan gender, yaitu: (1) mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan; (2) menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, perdagangan orang dan eksploitasi seksual, serta berbagai jenis eksploitasi lainnya; (3) menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan dini dan paksa serta sunat perempuan; (4) mengenali dan menghargai pekerjaan mengasuh dan pekerjaan rumah tangga; (5) menjamin partisipasi penuh dan efektif serta kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat; serta (6) menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi serta hak reproduksi.
Emansipasi perlu diwujudkan dan kita dukung dalam segala aspek. Kesetaraan gender yang merupakan cita-cita bersama, harus dibarengi dengan peningkatan kompetensi perempuan di segala bidang. Habis gelap terbitlah terang, jika Kartini lahir dari keluarga berada, maka kita tidak bisa memilih dari kalangan mana kita lahir tapi kita bisa menentukan mau bagaimana dan jadi apa kita kelak, semangat untuk semua perempuan hebat, Selamat Hari Kartini, tutup moderator pada webinar kali ini. (Hupmas KPU Kabupaten Bandung)