
KONSOLIDASI DEMOKRASI JELANG PEMILU DAN PEMILIHAN TAHUN 2024
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU memiliki beberapa agenda kegiatan pasca penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan. Salah satu agenda tersebut adalah program sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan yang dilaksanakan oleh seluruh KPU di Indonesia, tutur Rifqi Ali Mubarok, Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, dalam sambutannya pada pembukaan acara webinar Kursus Demokrasi bertema Pemantapan Konsolidasi di Jawa Barat Jelang Penyelenggaraan Pemilu Serentak Tahun 2024, Senin (12/7/2021). Acara ini terselenggara berkat kerja sama antara Second House dengan KPU Provinsi Jawa Barat.
Lebih lanjut Rifqi menyampaikan bahwa program sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan meliputi 2 (dua) aspek, yaitu: (1) teknis, seperti penyampaian informasi kepada masyarakat bagaimana mekanisme pendaftaran pemilih, bagaimana tata cara menggunakan hak pilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan lain-lain; (2) substantif, seperti bagaimana menyampaikan informasi mengenai cara memilih calon yang berkualitas, dan lain-lain. Pendidikan demokrasi tidak hanya menjadi tugas KPU sebagai penyelenggara, melainkan juga menjadi tanggungjawab pemerintah, Partai Politik, dan para pemangku kepentingan. Kita tidak boleh terjebak dalam proses demokrasi prosedural semata, yang hanya menjadikan Pemilu/Pemilihan sebagai suatu rutinitas.
Idham Holik, Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, menjadi narasumber pada kesempatan ini. Konsolidasi Demokrasi dan Pemilu Berintegritas menjadi tema yang diangkat dalam pemaparan yang disampaikan. Demokrasi merupakan amanah konstitusi. Demokrasi bukan yang terbaik, tetapi demokrasi dapat mengakomodasi sistem politik dengan keberagaman seperti di Indonesia. Menolak demokrasi sama dengan menolak konstitusi. Sebelum resmi menjadi sebuah negara, demokrasi sudah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Demokrasi harus dimaknai sebagai the only game in town, maksudnya demokrasi harus dijadikan sumber nilai dalam berpolitik dan bersosial.
Faktor destruktif pemantapan konsolidasi pada Pemilu/Pemilihan Serentak Tahun 2024 harus terbebas dari: 1) Politik pasca kebenaran (post-truth politics), seperti hoaks/berita bohong, disinformasi, misinformasi, dan lain-lain; 2) Politik identitas (identity politics), penggunaan wacana agama, etnisitas, dan kesukuan dalam kampanye yang membuat pemilih tidak tercerdaskan; 3) Politik permusuhan (adversarial politics) atau politik demagogi, menyebar permusuhan lewat ujaran kebencian (hate speech), kampanye hitam (black campaign), dan lain-lain; 4) Politik uang/klientelisme, vote buying (pembelian suara), candidacy buying, pelibatan aparatur pemerintahan dalam mempengaruhi pilihan politik pemilih; 5) Politik intimidasi, mengancam pemilih agar memilih kontestan elektoral tertentu; 6) Budaya politik tak setara, bias gender masih menjadi mindset politik politisi (khususnya fungsionaris partai dan kandidatnya) dan pemilih; 7) Pemilih illiterat, pemilih yang tidak memiliki pengetahuan demokrasi yang memadai termasuk dalam persoalan kepemiluan; dan 8) Media partisan, media massa yang menjadi “corong” kepentingan pragmatis politik tertentu yang melanggar undang-undang pers, kode etik jurnalistik dan penyiaran, terang Idham.
Bagaimana demokrasi di Jawa Barat? Pertanyaan ini dilontarkan oleh Ine Purwadewi Sundari, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, selaku narasumber. Ine memaparkan tantangan bagi pemantapan konsolidasi di Jawa Barat, diantaranya: 1) Penggunaan kekerasan oleh masyarakat dalam menyelesaikan masalah; 2) Masih adanya unjuk rasa/aksi demonstrasi berujung kekerasan; 3) Persentasi keterpilihan perempuan sebagai anggota legislatif yang belum memenuhi 30%; 4) Peraturan Daerah (Perda) inisiatif belum signifikan secara kuantitas; dan 5) Rekomendasi DPRD kepada eksekutif transparansi anggaran. Konsolidasi melalui demokrasi ini memiliki makna bagi keberlangsungan Pemilihan/Pemilu. Dampak positif dari penyelenggaraan Pemilihan/Pemilu yang aman dan lancar serta menghasilkan kepastian kepemimpinan dan pemerintahan daerah, adalah meningkatnya kepercayaan rakyat terhadap sistem politik dan pemerintahan yang berlaku.
Ine mengatakan bahwa Partai Politik perlu mempelajari sebaik-baiknya pesan yang disampaikan oleh rakyat dalam Pemilihan Serentak yang lalu, yaitu menampilkan calon yang mempunyai integritas, kepemimpinan, program nyata serta menghindarkan diri dari cara-cara kampanye dalam memimpin yang mengeksploitasi dan mempertentangkan perbedaan latar belakang suku, agama maupun keturunan. Dalam penyelenggaraan Pemilihan/Pemilu, partai politik serta seluruh pemangku kepentingan perlu terus memperbaiki sistem dan pelaksanaan penyelenggaraannya, terutama regulasi dan pengawasan serta bekerja keras untuk melaksanakan proses pergantian kepemimpinan secara teratur, terbuka, dan demokratis untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera. (Humas KPU Kabupaten Bandung)