WORKSHOP SISTEM PEMILU DAN PENCEGAHAN POLITIK UANG

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Komite Independen Pemantau Pemilih (KIPP), Jojo Rohi, memberikan pemaparan mengenai sistem serta tahapan pemilu dan pemilihan. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sementara Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota secara langsung dan demokratis sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.

Pemilu dan pemilihan memberikan kesempatan bagi setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk berpartisipasi menggunakan hak pilihnya. Pemilu dan pemilihan menjadi sarana terjaminnya pergantian kepemimpinan di pusat dan daerah secara konstitusional yang berlangsung secara regular. Pemilu dan pemilihan juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta harus dapat dirasakan secara konkrit oleh masyarakat. Pemilu dan Pemilihan juga sebagai pendidikan politik dan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin sebagai representasi dari publik. Itulah yang menjadi tujuan Pemilu dan pemilihan yang selama ini diketahui. Di Indonesia, sistem pemilu dan penentuan pasangan calon terpilih yang digunakan dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden apabila pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap Provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah Provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Untuk Pemilihan calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan PRD Kabupaten/Kota, menggunakan sistem proporsional terbuka. Dan untuk pemilihan calon anggota DPD pelaksanaannya menggunakan sistem distrik berwakil banyak.

Menurut International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA, 2016), tahapan penyelenggaraan pemilu terdiri dari: (1) Tahap Persiapan (Pra Pemilu dan Pemilihan; (2) Tahap Penyelenggaraan/Pelaksanaan Pemilu dan Pemiihan; serta (3) Tahap Pasca Pemilu dan Pemilihan. Tahapan Pemilu atau pemilihan merupakan sebuah siklus berkelanjutan, dimana sebuah tahapan dalam tata kelola pemilu bisa kembali ke tahapan sebelumnya atau bahkan ke tahapan yang paling akhir melalui proses kajian dimasing-masing tahapan dengan melibatkan stakeholders yang berkepentingan, yaitu lembaga penyelenggara pemilu dan pembuat kebijakan juga peserta pemilu. Bahkan untuk tahapan sosialisasi, logistik atau pemutakhiran data pemilih, dapat terus dilaksanakan berkelanjutan diluar masa tahapan atau sesuai dengan kebijakan penyelenggara pemilu dan pemilihan.

Sesi selanjutnya dibahas juga mengenai pendidikan pemilih dan pencegahan politik uang, yang di paparkan oleh Sekretaris Departemen Politik dan Pemerintahan Fisip Universitas Gajah Mada (UGM), Mada Sukmajati. Studi yang dilakukan oleh The Latin American Public Opinion Project (LAPOP) Americas Barometer, Afrobarometer, Money Politics Project di Asia Tenggara menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ketiga negara di dunia yang paling banyak melakukan praktik jual beli suara atau politik uang. Indonesia hanya kalah bersaing dibanding Uganda dan Benin. Menurut Manzetti dan Wilson (2007), perilaku masyarakat yang cenderung lemah dalam mendapatkan informasi politik menjadi sasaran utama praktik politik uang. Survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2019, 40% Masyarakat Indonesia menerima uang dari peserta pemilu, dan 37% masyarakat Indonesia mengaku menerima uang dan mempertimbangkan untuk tetap memilih mereka (Purnamasari, 2019). Mada menjelaskan berbagai modus kini dilakukan dalam praktik politik uang. Dahulu, tindak pidana politik uang dilakukan dengan cara tim sukses pasangan calon langsung memberikan uang atau barang lainnya kepada pemilih disertai ajakan memilih pasangan calon tertentu. Di masa sekarang ini, modus yang digunakan biasanya dilakukan oleh tim bayangan yang bukan sebagai tim kampanye terdaftar di KPU, dilakukan dalam ruang publik tertutup seperti pesantren, acara keagamaan khusus, komunitas setempat lewat tokoh, juga dengan tawaran yang diberikan sesuai kebutuhan masyarakat yang tidak selalu berbentuk uang, bisa dalam bentuk voucher, hadiah, sembako, bansos bahkan uang elektronik dan asuransi yang disertai selebaran/ajakan memilih calon tertentu, baik secara langsung maupun disamarkan. Untuk itu, menurut Mada, sebagai pemilih cerdas yang memilih dengan penuh kesadaran dan sikap kritis, harus memiliki modal aktif. Pemilih harus aktif mencari informasi tentang riwayat kandidat seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas kemasyarakatan, riwayat perjuangan dan kepribadian dalam kehidupan kemasyarakatan. Aktif mencari informasi tentang visi, misi dan program kandidat. Aktif mencari informasi pemilu dan berperan serta dalam pelaksanaan setiap tahapan. Aktif mengecek statusnya di DPS dan DPT online untuk memastikan apakah sudah terdaftar atau belum sebagai pemilih. Aktif mengikuti kegiatan kampanye untuk mengetahui lebih dalam visi, misi dan program kandidat. Aktif mengajak pemilih dan datang langsung ke TPS pada hari H untuk menggunakan hak pilih. Aktif awasi proses pemungutan suara di TPS dan penghitungan suara agar berjalan secara jujur dan adil. Juga aktif memonitor rekapitulasi hasil hingga penetapan hasil suara disemua tingkatan. (Humas KPU Kabupaten Bandung)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 61 Kali.