
PERILAKU PEMILIH DAN SOSIALISASI
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU Kabupaten Bandung mengikuti webinar BICARA (Bincang Cerdas Demokrasi) seri 27 yang digelar oleh KPU Kota Sukabumi pada Jumat, 4 Maret 2022. Webinar kali ini mengangkat tema tentang Perilaku Pemilih dan Sosialisasi KPU dalam Peningkatan Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2024. Pembicara pada kesempatan ini terdiri dari Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah, Sahran Raden, dan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Pramita. Ketua KPU Kota Sukabumi, Tri Utami, mengatakan bahwa ketiga poin dalam tema yang diusung kali ini mempunyai kerekaitan satu sama lain. Jika dilihat dari sisi dimensi tugas pokok dan fungsi KPU, terutama perilaku pemilih, yang berarti tugas dan fungsi KPU dalam melakukan pendidikan pemilih berkelanjutan bertujuan untuk memberikan bekal kognisi yang memadai tentang pendidikan politik. Tugas tersebut bertujuan menumbuhkan kesadaran dan pemahanam dari calon pemilih untuk memenuhi peran kewarganegaraan dalam menyukseskan pesta demokrasi, sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku pemilih yang rasional.
Anggota KPU Kota Sukabumi, Ratna Istianah, menyampaikan bahwa sebagai penyelenggara, tentunya pengalaman yang telah didapatkan pada pemilu dan pemilihan sebelumnya dapat dijadikan acuan dan gambaran untuk pelaksanaan pemilu yang akan datang. Tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya berkaitan dengan perilaku pemilih dan sosilisasi yang dilakukan oleh KPU, karena KPU sebagai aktor komunikasi publik. Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi pemilih yakni dengan pendekatan psikologis, pendekatan sosiologis, dan pendekatan rasional.
Sahran Raden menyebutkan terdapat 2 aspek yang mempengaruhi partisipasi pemilih dalam pemilu, yaitu sistem pemilu (electoral system/laws), instrumen untuk menerjemahkan perolehan suara ke dalam kursi yang dimenangkan oleh partai atau calon, dan proses pemilu (electoral process) terkait dengan pilihan elemen teknis pemilu, seperti besaran daerah pemilihan, metode pencalonan, metode pemberian suara dan metode penghitungan suara. Tingkat partisipasi di Indonesia selalu memiliki fluktuasi, hal tersebut terjadi karena dipengaruhi paling tidak oleh 2 faktor yang menjadi problem dalam partisipasi pemilih, yakni pengaruh politik terkait dengan kinerja partai politik, lembaga legislatif, pejabat publik, jalannya pemerintahan serta dampak kebijakan dan faktor teknis yang merupakan tugas KPU dalam melaksanakan pelayanan pemutakhiran data pemilih, pelayanan di TPS, pelaksanaan kampanye dan sosialisasi.
Perilaku Pemilih menurut paradigma the Columbia study terbagi menjadi 3 karakter, yakni yang pertama adalah karakter sosiologi dimana preferensi memilihnya menempel pada diri individu berupa nilai agama, kelas sosial, etnis, daerah dan tradisi keluarga. Kedua adalah karakteristik psikologis, adanya keterikatan psikologi yang membentuk orientasi politik seseorang dengan kandidat dan partai politik serta pilihan rasional (rational choice). Ketiga adalah pemilih yang memilih karena alasan visi, misi dan program. Biasanya pemilih rasional mengevaluasi terlebih dahulu mengenai latar belakang calon. Ketiga karakter tersebut mempengaruhi terhadap proses sosialisasi.
Sahran melanjutkan, seperti apa strategi sosialisasi dan pendidikan pemilih elektoral Indonesia di Tahun 2024? Terdapat 3 pilar dalam pemilu, yaitu penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan masyarakat. Dari ketiga pilar tersebut dapat dilihat bagaimana isu-isu problematika pemilu di Indonesia, seperti halnya hukum pemilu, politik uang, politik transaksional, hoaks kepemiluan serta daerah pemilihan dan kampanye. Sehingga yang menjadi tugas KPU adalah mendorong pemilu berkualitas, demokratis, jujur dan adil, bebas, inklusif serta partisipatif. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam demokrasi salah satunya melalui program sosialisasi dan pendidikan pemilih serta mengidentifikasi isu krusial untuk menghadirkan ide, pemikiran dan masukan bagi negara sekaligus berfungsi sebagai kontrol sosial bagi reformasi elektoral Indonesia.
Sementara menurut Nurlia Dian Paramita, perilaku pemilih penting dilakukan untuk mengukur polularitas, mengidentifikas dan pengukuran dukungan, untuk identifikasi isu strategis dan taktis, identifikasi dan pengukuran strategic/intermediary channel (simpul voters), identifikasi dan pengukuran medium kampanye (media placement), daya guna saluran informasi nonformal, memahami kekuatan dan kekurangan competitor, serta sebagai gambaran strategi kampanye. Identifikasi pemilih sendiri dapat dimulai dari administrasi pemerintahan, letak demografi, pendidikan, jenis kelamin, usia dan lainnya untuk mengukur seperti apa afiliasinya. (Humas KPU Kabupaten Bandung)