PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN BUDAYA KERJA ORGANISASI

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – KPU Kabupaten Bandung mengikuti webinar series Bimbingan Teknis dengan tema Pengembangan Komunikasi dan Budaya Kerja Organisasi pada Selasa (07/12/21). Acara ini diselenggarakan oleh KPU Kota Bandung sebagai upaya penguatan reformasi birokrasi dan pelayanan publik bagi penyelenggara pemilu. Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Undang Suryatna, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga sejalan dengan program pemerintah yang terkait dengan implementasi core value dan employer branding. KPU sebagai penyelenggara Pemilu dituntut menjadi lembaga yang mandiri, profesional dan berintegritas. Oleh karenanya berbagai upaya dalam peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) penyelenggara pemilu menjadi bagian yang penting agar selalu dapat menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan yang senantiasa berubah. Perkembangan tekologi informasi yang terus berubah memberikan kemudahan dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja serta pelayanan publik. Undang juga menekankan reformasi birokrasi mengubah budaya kerja di lingkungan institusi pemerintah, sehingga sebagai pegawai dituntut untuk memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja dengan profesional, mampu mencapai target kinerja yang ditetapkan dan mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi dan nepotisme.

Ketua KPU Kota Bandung, Suharti, mengutarakan bahwa KPU sebagai badan publik tentu dituntut untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat maupun peserta pemilu. Dalam rangka pelayanan publik kepada masyarakat, KPU Kota Bandung menggagas kegiatan ini untuk meningkatkan kapasitas SDM diinternal KPU, juga bagi seluruh lembaga publik untuk terus melakukan pembenahan dalam persiapan menghadapi Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Komunikasi dan budaya kerja menjadi modal utama untuk melayani semua pihak demi suksesnya penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Suharti berharap dengan adanya kegiatan ini, dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan komunikasi dan budaya kerja sesuai dengan tagline KPU Melayani.

Asisten Komisioner Bidang Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku Aparatur Sipil Negara (ASN), Iip Ilham Firman, dalam kegiatan ini bertindak sebagai narasumber. Tema yang diangkat pada kesempatan ini tidak terlepas dari faktor reformasi birokrasi yang merupakan perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) aparatur negara, serta merupakan suatu upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan SDM aparatur. Reformasi birokrasi ini muncul karena adanya fakta yang timbul, dengan tujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Sasarannya adalah mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang kapabel dan pelayanan publik yang prima.

Namun demikian masih ada beberapa permasalahan utama penyebab kurang optimalnya reformasi birokrasi, khususnya di daerah karena reformasi birokrasi masih dianggap sebagai formalitas dan pemenuhan administratif. Fokus dan lokus reformasi birokrasi belum mengacu pada akar masalah yang ada di daerah. Strategi reformasi birokrasi juga belum terintegrasi, serta masih adanya komitmen pimpinan dalam mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi belum optimal. Reformasi birokrasi di Indonesia sudah berjalan 11 (sebelas) tahun, dan reformasi birokrasi masih menjadi sebuah upaya yang tidak mudah dalam mewujudkannya. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama pada masing-masing instansi dalam membangun reformasi birokrasi diinternal dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik.

Iip menambahkan bahwa disiplin pegawai dan kode etik pegawai sangat melekat bagi seorang ASN, baik di dalam jam kerja maupun di luar jam kerja. Tetapi masih banyak yang beranggapan bahwa sebagai ASN itu hanya bekerja pada saat jam kerja, dan di luar itu hanya sebagai individu. Kemudian mengapa ASN harus melaksanakan nilai dasar, kode etik dan perilaku serta menegakkan netralitasnya? Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa ASN diikat oleh 3 (tiga) fungsi, yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, fungsi sebagai pelayan publik, dan fungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Ketiga fungsi tersebut tidak akan berjalan dengan baik apabila ASN tidak melaksanakan nilai dasar, kode etik dan perilaku yang ditetapkan disetiap instansi maupun negara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa reformasi birokrasi sangat berkaitan dengan penguatan karakter nilai dasar ASN. Begitu pula dengan netralitas lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu, dimana hal tersebut merupakan ujian integritas yang mutlak.

Kaitannya dengan pengawasan netralitas pada Pemilu Tahun 2024 mendatang, ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan, antara lain: (a) Perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam pencegahan pelanggaran netralitas dengan sosialisasi aturan netralitas melalui media audio-visual, terutama pada Wilayah Indonesia Timur;           (b) Perlu meninjau kembali kedudukan kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), karena berpotensi menyebabkan ASN sulit bersikap netral;               (c) Memperkuat kerja sama antar lembaga pengawas dan lembaga terkait untuk meningkatkan pemantauan pelanggaran netralitas ASN di seluruh wilayah; dan           (d) Pemberian sanksi hukum yang tegas bagi pasangan calon kepala daerah dan partai politik yang memobilisasi ASN untuk pemenangan pemilu/pemilihan.

Sesi berikutnya, Anggota Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Barat, Yudaningsih, menyampaikan pemaparannya mengenai optimalisasi pelayanan publik. Optimalisasi pelayanan publik merupakan harga mati, apabila sebuah badan publik dalam hal ini KPU, ingin menjadi badan publik yang mumpuni dan dipercaya oleh publik. Namun ada beberapa kendala yang menyebabkan pelayanan publik tidak berkualitas, diantaranya rendahnya kepatuhan/implementasi standar pelayanan yang mengakibatkan berbagai jenis mal-administrasi yang didominasi oleh pelanggaran perilaku aparatur, atau masalah sistemik yang terjadi di instansi menjadi kendala utama dalam peningkatan pelayanan publik, disertai dengan ketidakpastian dalam memberikan jaminan penyelesaian pengaduan serta kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah yang menurun. Sehingga berpotensi mengarah pada apatisme publik.

Faktanya saat monitoring dan evaluasi (monev), KI Provinsi Jawa Barat mendapati sebagian besar badan publik belum maksimal dalam melaksanakan fungsi dan tugas pelayanan publik. Masih banyak masyarakat yang tidak memahami mengani standar operasional prosedur (SOP) permintaan informasi publik. Dibutuhkan sebuah komitmen untuk menjadi badan publik yang informatif dan betul-betul melayani masyarakat. Dalam mewujudkan pelayanan prima, dapat dilakukan dengan metode SMART service, yaitu Sigap, Mudah, Akurat, Ramah dan Terampil. Strategi yang dapat dilakukan dalam mewujudkan pelayanan prima ini antara lain dengan penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat, komitmen pimpinan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penerapan dan penyesuaian standar pelayanan harus dapat memberikan perlindungan bagi internal pegawai, menindaklanjuti pengaduan masyarakat, pengembangan SDM dan infrastruktur, serta melakukan monev terhadap kinerja pelayanan publik.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Bandung, Bambang Sukardi, berkesempatan memberikan pemaparannya terkait hubungan kelembagaan penyelenggara pemilu dengan pemerintah daerah. Pertama, pemerintah berperan dalam penyiapan data kependudukan, dengan melakukan evaluasi dan update data kependudukan bersama KPU untuk pemilu/pemilihan yang akan datang, penyediaan anggaran pemilihan dan dana hibah untuk mendukung kegiatan KPU Kota Bandung, menjaga netralitas ASN serta menjaga stabilitas politik dan situasi keamanan dan ketetertiban masyarakat (kamtibmas) yang kondusif. Pemerintah daerah memiliki langkah stabilitas politik dalam mendukung situasi kondisi agar tetap nyaman dan aman dengan melakukan deteksi dini dan pemetaan potensi stabilitas yang mempengaruhi dinamika politik lokal, pendidikan sosial, politik dan budaya kepada elemen masyarakat, penguatan fungsi intelejen data, meningkatkan komunikasi dengan tokoh masyarakat, adat dan agama, juga dalam pemanfaatan modal sosial (pendekatan sosio-kultural). Pemerintah daerah juga memberikan bantuan dan fasilitasi berupa penugasan personel dan penyediaan sarana ruangan bagi sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan, pelaksanaan sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan pemilu, fasilitasi dalam transportasi pengiriman logistik, pemantauan kelancaran penyelenggaraan pemilu, serta kegiatan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pemilu.

Dalam menjaga paradigma dan prinsip-prinsip independensi penyelenggara, Pemerintahan Daerah (Kepala Daerah dan DPRD) tidak memiliki hubungan kelembagaan secara langsung dengan lembaga penyelenggara pemilu/pemilihan. Sebagai penutup, Bambang menyampaikan bahwa relasi penyelenggara pemilu/pemilihan dengan pemerintahan daerah adalah dengan menciptakan ruang komunikasi yang efektif dan setara dalam lingkup kewenangan masing-masing institusi. kemudian mengelola hubungan secara profesional, berjarak, tetapi juga selalu dalam ruang koordinasi yang terjaga. (Humas KPU Kabupaten Bandung)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 52 Kali.