PENERAPAN SIREKAP PADA PEMILU

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Rabu (17/11/2021), KPU Kabupaten Bandung mengikuti webinar mengenai Penerapan Sirekap pada Pemilu yang diselenggarakan oleh KPU RI. Acara ini disiarkan langsung di chanel YouTube KPU RI. Narasumber pada kesempatan ini diisi oleh Guru Besar Perbandingan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof. Ramlan Surbakti, MA., Ph.D., dan Dosen Fakultas Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia, Dr. Harsanto Nursadi, SH., M.Si. Tema yang diangkat oleh kedua narasumber sangat relevan di tengah tantangan pemilu yang besar, sehingga diharapkan memberikan rekomendasi positif untuk penguatan penyelenggara pemilu ke depan.

Ketua KPU RI, Ilham Saputra, dalam sambutannya menyampaikan bahwa KPU RI telah berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan pemilu yang transparan, profesional dan berintegritas. KPU terus melakukan inovasi agar masyarakat dapat terus mengakses segala informasi dan tahapan Pemilu. Transpransi merupakan salah satu bagian dari suskesnya penyelenggaraan pemilu disebuah negara. Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) ini merupakan salah satu inovasi baru yang diterapkan pada Pemilihan Tahun 2020. Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, penerapan Sirekap dapat membantu dalam transparansi terhadap hasil pemilihan. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses data (hasil), dan bagi internal KPU sendiri memudahkan dalam melakukan rekapitulasi dan mempercepat proses penghitungan suara. KPU berencana menerapkan Sirekap pada Pemilu Tahun 2024 mendatang, tentunya dengan infrastruktur yang terus dikembangkan dan dimaksimalkan berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan ini akan membahas bagaimana Sirekap dalam perspektif pakar kepemiluan dan pakar hukum yang sangat concern dalam tata kelola kepemiluan, agar dapat dipahami bagaimana penerapannya dalam pemilu mendatang.

Anggota KPU RI Divisi Teknis dan Penyelenggaraan, Evi Novida Ginting, memberikan pandangan bahwa pemanfaatan teknologi menjadi suatu keniscayaan. Oleh karenanya, hal tersebut menjadi suatu tantangan bagi KPU dalam mempersiapkan Pemilu Tahun 2024. Pemanfaatan teknologi dalam kegiatan rekapitulasi menjadi satu hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemilu agar dilakukan dengan lebih cepat, mudah, murah, efisien serta transparan dan akuntabel. Dalam menghadapi tantangan tersebut, KPU berharap dapat memperoleh pandangan dari para pakar untuk lebih meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, terlebih lagi diera digitalisasi saat ini. Evi menjelaskan, penggunaan Sirekap telah diterapkan pada Pemilihan Tahun 2020. KPU telah melakukan evaluasi terkait dengan segala kelebihan dan kekurangannya, untuk diperbaiki dan dikembangkan agar lebih siap digunakan dalam Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Akan tetapi, untuk Pemilu Tahun 2024 terdapat beberapa hal, baik dari aspek hukum maupun aspek teknis, yang penting untuk dikaji kembali dalam rangka penguatan bagi KPU agar dapat melakukan perbaikan dan persiapan dalam penggunaan Sirekap di tahun 2024.

Harsanto Nursadi sebagai narasumber pertama menyampaikan materinya mengenai bagaimana penerapan Sirekap pada Pemilu Tahun 2024 dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. Jika bicara mengenai hukum administrasi negara, ada beberapa tahap-tahap penting yang tidak dapat dilewati. Pemerintah telah melalui proses perkembangan Administrasi Pemerintahan sejak tahun 1970 hingga tahun 2004. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 menjadi tonggak besar dalam sistem pemerintahan. Di tahun 2020 terdapat sebuah undang-undang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, yang selalu dibahas dalam berbagai sektor dan mempermasalahkan undang-undang ini dari segi metode dan prosesnya. Namun dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja ini telah merubah paradigma yang luar biasa, terutama dalam konteks proses dan prosedur administrasi pemerintahan Indonesia.

Administrasi Pemerintahan saat ini telah memasuki era baru dengan dimensi yang disebut era industri 4.0. Faktanya saat ini segala sesuatu telah bekerja dengan menggunakan internet, hal yang tidak dapat diabaikan namun harus diterima dan diterapkan. Era Industri 4.0 ini telah mengubah tren otomasi dan adanya sebuah sistem yang merangkum data terkini, mencakup sistem cyber fisik, internet untuk segalanya, komputasi awan dan komputasi kognitif. Perubahan paradigma dari manual ke elektronik tidaklah mudah, banyak yang menganggap bahwa manual lebih valid dari elektronik karena adanya bentuk fisik. Data manual terbatas pada ruang dan waktu, namun elektronik dapat melewati batas-batas ruang dan waktu tersebut. Pengolahan data manual juga lebih memerlukan energi dan tempat, sedangkan data elektonik dapat di-compact deangan lebih baik dan aman. Banyak juga yang beranggapan bahwa data manual terlindungi oleh hukum, namun nyatanya data elektronik juga terlindungi oleh hukum dan teknologi.

Sirekap seperti yang tertuang dalam Pasal 1 angka 30a Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2020, merupakan sebuah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan Suara Pemilihan. Sirekap adalah sebuah proses dalam sistem terpadu pemilu yang dilaksanakan secara elektronik dan dilindungi oleh hukum. Dalam hal pemilu sepenuhnya dilakukan secara elektronik, maka Sirekap juga dilaksanakan secara elektronik dengan konsekuensi harus adanya perubahan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Dalam hal pemilu dilakukan secara manual, maka Sirekap sebagai alat bantu dalam pelaksanaannya, dan Sirekap cukup diatur dalam Peraturan KPU. Validitas Sirekap lebih baik dari proses manual karena kemungkinan untuk mengubah menjadi lebih sulit. Data terkirim dan terkumpul dengan sangat cepat. Data tersebut dapat dijadikan bukti karena sama validnya dengan data awal.

Hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan oleh KPU adalah Peraturan KPU mengenai Sirekap, perlunya kesiapan sarana dan prasarana serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, juga mengenai perlindungan data, karena terkait perlindungan data inilah yang paling dikhawatirkan oleh masyarakat. Di samping itu perlu adanya sosialisasi, karena tidak semua masyarakat dapat dengan mudah mengubah paradigma dari manual ke elektronik yang telah dijelaskan sebelumnya. Sosialisasi yang harus dilakukan tidaklah sederhana. Bagi generasi baru hal ini dapat dengan mudah diterima, namun lain halnya bagi generasi lainnya yang akan sangat sulit menerima data yang tidak kasat mata. Untuk itu, dalam pemilu dan pelaksanaan Sirekap di era industri 4.0, dimana sistem administrasi pemerintah sudah berdasarkan pada internet untuk segala (IOT), Harsanto memberikan beberapa opsi dalam pelaksanaan pemilu, diantaranya (1) pemilu dilaksanakan secara penuh dalam suatu proses elektronik; (2) pemilu dilaksanakan secara hybrid, yaitu manual dan digitalisasi; (3) rekap secara elektronik atau pemilu dilaksanakan secara manual, yaitu rekap hasil dilaksanakan secara elektronik.

Narasumber kedua, Ramlan Surbakti, membahas mengenai kebutuhan dan tantangan dalam penerapan Sirekap pada Pemilu Tahun 2024. Ramlan menyampaikan bahwa sistem manajemen pemilu saat ini sangat penting dilaksanakan secara resmi untuk meningkatkan kualitas pemilu yang demokratis di Indonesia serta untuk menjamin efisiensi dari segi waktu dalam penyelenggaraan pemilu. Sistem manajemen hasil pemilu memiliki tiga unsur yang saling berkaitan satu dan lainnya, yaitu (1) Kredibilitas Pemilu, yang dapat dilihat dari segi kemutakhiran dan akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), Partisipasi Pemilih dan Hasil Pemilu, dapat dipercaya atau tidak; (2) Pengumuman Hasil Pemilu yang diumumkan lebih cepat; (3) Keadilan Pemilu, terkait bagaimana menjamin agar setiap pihak yang terlibat dalam proses pemilu dapat melaksanakan peranannya sesuai undang-undang. Sistem manajemen hasil pemilu memiliki urgensi, karena ketika KPU mengumumkan hasil pemilu dengan cepat, masyarakat akan menilai juga mengenai bagaimana kredibilitasnya, keadilannya, serta bagaimana mengenai anggarannya. Inilah ukuran demokratik yang sangat singkat dan paling banyak digunakan oleh orang awam yang peduli dengan pemilu. Dari ketiga unsur tersebut, yang masih menjadi perhatian adalah penghitungan hasil pemilu yang masih panjang, sehingga menurut ahli pemilu diperlukan penggunaan teknologi informasi.

Sistem manajemen pemilu Indonesia mempunyai reputasi yang kurang baik di mata internasional, diantaranya karena sistem pemilu paling kompleks di dunia karena sulit dipahami oleh masyarakat bahkan oleh peserta pemilu. Pemilu di Indonesia merupakan pemilu paling besar yang diselenggarakan dalam satu hari. Menurut Ramlan, yang menjadi kriteria utama perlu atau tidaknya penggunaan teknologi informasi untuk pemilu adalah apakah dengan penggunaan teknologi informasi dapat menghilangkan kelemahan dan meningkatkan kualitas pemilu di Indonesia atau tidak? Beliau juga menyarankan apabila ingin menerapkan sistem yang baru, jangan menghilangkan sistem pemilu sebelumnya yang merupakan best practise. (Humas KPU Kabupaten Bandung)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 78 Kali.