
PEMILU SERENTAK 2024, SIAPKAH?
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Getar Pemilu 2024 merupakan salah satu program baru dari Radio Elshinta yang akan membahas tentang Pemilu Serentak 2024. Acara kali ini bertajuk “Pemilu Serentak 2024, Siapkah?” dilakukan secara live streaming melalui chanel YouTube Radio Elshinta pada Senin, 14 Februari 2022. Pembicara yang dihadirkan yakni Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, Ketua KPU, Ilham Saputra, Ketua Bawaslu, Abhan, Ketua DKPP, Muhammad, Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, serta Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan, Juri Ardiantoro.
Titi Anggraini menyampaikan ada beberapa hal yang perlu dicermati dari seluruh proses penyelenggaraan Pemilu Serentak yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 mendatang, yang mana tahapannya akan segera dimulai, yakni terkait dengan beberapa problematika teknis yang harus menjadi refleksi dan evaluasi mendalam, terutama terkait dengan profesionalisme dan ketertiban dalam penyelenggaraan tahapan. Sehingga diharapkan nanti 14 Februari 2024 Seluruh pemilih dapat menggunakan hak pilih serentak dan tidak terkendala terkait dengan manajemen logistik ataupun kesiapan petugas. Poin lainnya yang menjadi sangat penting adalah soal beban kerja. Semua pihak tidak menginginkan diplomasi menjadi tercederai karena adanya korban jiwa akibat akses kelelahan dalam menyelenggarakan agenda elektoral pemilu. Pemilu 2024 harus menjadi pemilu yang mudah.
Titi menambahkan, dalam proses penyelenggaraan pemilu, sedikitnya terdapat 4 permasalahan yang relatif selalu terulang, yakni mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sejatinya belum sepenuhnya valid dan akurat, sehingga selalu menjadi persoalan yang dibawa oleh peserta pemilu dalam berbagai perselisihan ataupun sengketa yang diajukan. Berikutnya adalah mengenai jual beli suara, bukan hanya aspek penegakan hukum saja yang menjadi catatan, namun pada kenyataannya praktik kampanye yang ada belum berorientasi pada praktik gagasan, sehingga kecenderungan untuk mengambil jalan pintas dengan membeli suara masih sangat besar dilakukan oleh aktor politik. Yang ketiga adalah mengenai politisasi birokrasi. Bukan hanya birokrasinya yang dipolitisir, namun juga terdapat birokrasi yang aktif berpolitik. Keempat ialah terdapat penyelenggara pemilu yang tidak netral atau belum sepenuhnya berintegritas. Keempat permasalahan tersebut menjadi titik krusial yang perlu diantisipasi. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal lainnya yang juga perlu diperhatikan, antara lain: (1) Peraturan teknis. Baik dari peraturan KPU, peraturan Bawaslu dan peraturan DKPP diharapkan terbit tepat waktu dan tidak injury time agar masyarakat dapat mengambil peran maksimal; (2) Kesiapan petugas. Petugas ini dapat berupa penguatan kapasitas bimtek pelatihan yang maksimal, karena pemilu di Indonesia merupakan the most complex election in the world; (3) Kemampuan membangun strategi sosialisasi dan pendidikan pemilih yang tepat, agar pemilih mengetahui dari hal yang sangat mendasar, bagaimana memberikan suara yang benar, mengenali kandidat dan program yang ditawarkan. Maka kanal-kanal informasi KPU yang sifatnya edukatif untuk mengakses calon dan mengakses peserta pemilu harus dipublikasikan, yang masih menjadi tantangan adalah diseminasinya. Selain itu, manajemen resiko juga harus disiapkan secara komprehensif agar tidak mengulang persoalan yang pernah terjadi di tahun 2019 pada 2024 mendatang.
Ilham Saputra mengemukakan bahwa dalam mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentah Tahun 2024, KPU telah menyusun beberapa regulasi sesuai pengalaman pada Pemilihan Tahun 2020 yang lalu. Diantaranya KPU bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mempersiapkan pemeriksaan kesehatan secara free oleh rekan medis di tingkat kecamatan. Kemudian KPU juga mengantisipasi dengan menyiapkan Ambulans di setiap kecamatan atau desa/kelurahan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Secara regulasi, KPU sudah membuat peraturan terkait rekrutmen badan ad hoc dengan membatasi usia. Hal ini mengacu pada riset yang dilakukan beberapa lembaga, regulasi ini dapat disadur untuk pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 mendatang. Sementara terkait diseminasi kepada masyarakat, seperti yang dibahas oleh narasumber sebelumnya, saat ini KPU telah memiliki program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3), dimana program ini dapat membentuk kader untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat mengenai bagaimana berpartisipasi, dan bagaimana proses kepemiluan berjalan. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara salah satunya karena ketidaktahuan masyarakat mengenai proses kepemiluan itu sendiri. KPU berharap kader-kader ini ke depan dapat menjadi penyelenggara pemilu atau menjadi kader sosialisasi KPU kepada masyarakat.
Menanggapi beberapa hal krusial yang telah dijelaskan sebelumnya, Juri Ardiantoro melihat terdapat perkembangan yang signifikan kearah yang lebih baik dari pemilu ke pemilu berikutnya. KPU telah melakukan berbagai inovasi mengenai daftar pemilih, kemudian kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dalam menyiapkan dana pemilihan sudah semakin baik, terlebih lagi dengan banyaknya gagasan di KPU untuk mengintegrasikan seluruh sistem terkait akurasi daftar pemilih. Terkait politik uang, Juri melihat saat ini telah banyak kemajuan dalam sisi penindakan. Tidak lagi mengenai pidana, namun juga sudah terdapat sanksi administratif yang dapat membatalkan peserta pemilu. Sebagai arena kontestasi pemilu, selalu saja ada beberapa pihak yang berusaha melakukan pelanggaran untuk meraih kemenangan. Oleh karena itu, integritas dan profesionalisme penyelenggara pemilu harus dipersiapkan. Juga perlu adanya pengawasan yang kuat, serta perlu adanya kesadaran publik yang dapat menjadi garda untuk membentengi setiap usaha pelanggaran yang melibatkan masyarakat seperti politik uang. Juri optimis, meskipun potensinya masih dapat terjadi, tetapi akan semakin baik di dalam mengelola maupun penindakan jika terjadi pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Mengenai pembiayaan atau anggaran untuk Pemilu Serentak Tahun 2024, Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pihaknya sudah meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk membuat perencanaan dan pelaksanaan Pemilu 2004. Komisi II DPR juga telah berkoordinasi kepada pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri dan juga Menteri Keuangan agar pembiayaan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu 2024 ini dapat dipersiapkan, sejauh ini pemerintah berkomitmen akan hal itu. Pihaknya juga memnta kepada KPU dan Bawaslu untuk melakukan evaluasi terhadap pembiayaan tersebut sehingga dapat lebih efisien.
Muhammad sebagai Ketua DKPP mengingatkan bahwa sebenarnya tantangan pemilu yang paling nyata berada di level TPS. KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU bersifat menguatkan atau mengoreksi apa yang telah dilakukan oleh penyelenggara yang berada dilevel bawah. Untuk itu, diharapkan KPU dapat menyampaikan regulasi agar penyelenggara ad hoc dapat memahaminya, sehingga tidak ada potensi tafsiran yang berbeda dari regulasi yang ada. Sementara dalam perspektif Bawaslu, persoalan penegakan hukum pemilu selalu menjadi catatan kritis. Bagaimana supaya hukum pemilu itu efisien, efektif, dan tidak pandang bulu, maka perlu penegakan pemilu yang tegas dan berkeadilan. Bawaslu seringkali dianggap terlambat, bahkan tidak merespon aduan masyarakat. Maka dari itu, diharapkan penyelenggara dapat menjunjung tinggi dan melaksanakan prinsip profesional, serta harus dipastikan agar fungsi pegawasan berjalan dengan efektif. (Humas KPU Kabupaten Bandung)