.png)
PEMBELAJARAN PEMILU DAN DEMOKRASI DI TINGKAT SMA/SMK/SLB
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Selasa (07 September 2021), KPU Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Diskusi Kegiatan Muatan Pembelajaran Pemilu dan Demokrasi pada tingkat SMA/SMK/SLB di Jawa Barat. Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Rifqi Ali Mubarok, dalam sambutannya menyampaikan bahwa sebagai bentuk upaya melaksanakan pendidikan pemilih, selain berkolaborasi dengan pemerintah provinsi, KPU juga berkolaborasi dengan media untuk sama-sama membangun pemilu dan demokrasi di Jawa Barat ke arah yang berkualitas dan berintegritas. Salah satu hal yang diupayakan KPU untuk terus membangun dan memperbaiki pelaksanaan pemilu/pemilihan serta budaya demokrasi di Jawa Barat yaitu melalui pendidikan pemilih yang dilaksanakan di luar tahapan. Hal yang perlu dipersiapkan selanjutnya yaitu bagaimana menyiapkan pemilih-pemilih yang nantinya akan memilih di tahun 2024, termasuk kemungkinan pelajar di tingkat SMA/SMK/SLB yang akan menggunakan hak pilih dan menjadi pemilih pemula yang sangat potensial dan dapat mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih. Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi yang jumlah pemilihnya paling banyak di Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan demokrasi secara nasional, salah satunya dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024.
Anggota KPU Provinsi Jawa Barat Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat, Idham Holik, menjadi narasumber pertama. Demokrasi sebagai sebuah pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus diinternalisasi dengan baik. Proses internalisasi tersebut berlangsung sepanjang waktu secara simultan. Dengan terinternalisasinya nilai-nilai demokrasi, partisipasi pemilih pemula akan jauh lebih baik. Demokrasi konsolidasi menjadi kewajiban kita semua, oleh karena itu mendidik warga negara, mendidik siswa dan mendidik pemilih menjadi tanggung jawab kita semua. Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat, kedaulatan rakyat dapat dilihat dari tingkat partisipasi masyarakat di dalam tahapan penyelenggaraan pemilu/pemilihan. Mengapa pemilih pemula harus ikut berpartisipasi? Hal ini berkaitan dengan legitimasi pemerintahan, lebih luasnya partisipasi juga akan berdampak pada efektivitas jalannya pemerintahan. Ada Beberapa catatan tentang potensi yang dapat merusak proses pemantapan konsolidasi demokrasi pada pemilu/pemilihan. Pemilu/Pemilihan Serentak Tahun 2024 harus terbebas dari politik pasca kebenaran, politik identitas, politik permusuhan, politik uang/klientelisme, politik intimidasi; budaya politik tak setara; pemilih literat, dan media partisan, terang Idham.
Idham juga menjelaskan bahwa tujuan pendidikan pemilih adalah sebagai pemelihara dan penerus warisan budaya demokrasi, karena budaya demokrasi merupakan amanah para pendiri bangsa. Budaya demokrasi seperti apa yang diinginkan para pendiri bangsa? Yaitu budaya Demokrasi Pancasila dan budaya demokrasi Konstitusional menurut UUD Tahun 1945. Dengan budaya demokrasi kita dapat membangun Indonesia, membangun Jawa Barat dan tempat dimana kita tumbuh.
Di Jawa Barat sendiri, Pendidikan pemilih akan difokuskan pada bagaimana mengembangkan kepribadian pemilih, sehingga pemilih dapat memiliki intelektualitas yang cukup baik. Pendidikan pemilih diharapkan dapat mengembangkan budaya heutagogy (belajar mandiri/self-determining learning) bagi pemilih, karena pemilih memiliki kuriositas tinggi. Inti dalam proses pendidikan pemilih sendiri dititiktekankan pada partisipasi berpengetahuan dengan pondasi prinsip demokrasi yang tertuang dalam konstitusi atau regulasi, dan yang lebih spesifik lagi terhadap Pancasila, jelas Idham.
Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh MGMP Pkn Provinsi Jawa Barat, Ida Rohayani. Ida memaparkan dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) melibatkan banyak hal terutama mempelajari tentang konstitusi, aturan-aturan dan bagaimana menjalankan pemerintahan, mempelajari proses pemilu dan mengajarkan nilai-nilai sikap sebagai warga negara yang baik, juga membangun keterampilan dalam berpolitik dan pemerintahan. PPKn bukan hanya pendidikan tentang kewarganegaraan, tetapi ideologi harus masuk di dalamnya. PPKn mengajarkan bagaimana menjadi bagian integral dari ide, instrumen, serta cara hidup bermasyarakat, bernegara dan berbangsa Indonesia.
Tujuan dari pendidikan nasional untuk membentuk pelajar yang potensial, mendidik mereka sebagai manusia yang religious, beretika, sehat, berpengetahuan, cerdas, kreatif, mandiri. Sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, sesuai yang tertuang dalam Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kaitannya dengan profil pelajar Pancasila, bahwa pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Ada tiga kunci yaitu pelajar sepanjang hayat, kompetensi global dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila (Think Globally Act Locally). Kemudian, profil pelajar Pancasila adalah profil lulusan yang bertujuan menunjukkan karakter dan kompetensi yang diharapkan diraih dan menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila peserta didik dan para pemangku kepentingan. Apa saja dimensi profil pembelajaran Pancasila itu? Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, Berkebhinekaan global, gotong-royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Profil pelajar baru didengungkan di tahun 2020, tetapi profil pelajar Pancasila di sekolah sudah dapat diterapkan melalui iklim sekolah, kebijakan, pola interaksi dan komunikasii, serta norma yang berlaku di sekolah, melalui pembelajaran berbasis proyek konstektual dan interaksi dengan lingkungan sekitar yang harus melibatkan semua guru untuk menciptakan warga negara yang baik, serta melalui ekstrakurikuler atau kegiatan untuk mengembangkan minat dan bakat, untuk kemudian sekolah dijadikan laboratorium kewarganegaraan, tutup Ida.
Pemimpin redaksi Tribun Jabar, Adi Sasono, yang bertindak sebagai narasumber memberikan pandangannya bahwa pemilih pemula ibarat tunas yang sangat berharga di masa depan sebagai generai penerus. Sehingga sebaiknya dalam konteks pemilu mereka menjadi pemilih yang benar, dan ketika menjadi kontestan mereka dapat menjadi kontestan yang benar. Sudah seharusnya remaja menulis dengan penanya sendiri, dan membaca dengan kacamatanya sendiri, ucap Adi. Ada beberapa permasalahan bagi pemilih pemula dalam pemilu, antara lain problem administratif, banyak pemilih pemula yang tidak paham mengapa harus ada pemilu sebagai proses politik dalam negara demokrasi, kemudian mereka mudah dibujuk untuk ikut kampanye, padahal ketika bukan dalam proses pemilu mereka sebagai kelompok pemula tidak diperhatikan. Problem lainnya karena keluguan dan mudah terbawa arus, mereka dapat menjadi pendukung buta bahkan golput. Kemudian yang terakhir kelompok pemilih pemula masih minim literasi, rawan gagal paham terhadap realitas di media sosial yang penuh hoax. Pemilih pemula sebagai pasar yang potensial dimata media harus diperhatikan dengan serius. Media juga harus menyediakan kebutuhan informasi kredibel dan edukatif, kemudian diwujudkan menjadi sebuah produk yaitu berita yang kredibel dan multiplatform juga even yang melibatkan pemilih pemula, terang Adi menutup paparannya. (Humas KPU Kabupaten Bandung)