PEMBEKALAN KADER PROGRAM DP3
Dayeuhkolot, kab-bandung.kpu.go.id – Launching program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3) di Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, pada Kamis (21/10/2021) juga menyelenggarakan kegiatan pembekalan bagi para kader DP3. Pembekalan diisi oleh 3 (tiga) orang narasumber yang terdiri dari Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, Idham Holik, Kabid Bakesbangpol Kabupaten Bandung, Anang Suryana, serta Anggota Bawaslu Kabupaten Bandung, Januar Solehudin. Sesi pembekalan yang dilaksanakan secara luring dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 ini dipandu oleh Anggota KPU Kabupaten Bandung, Supriatna. Para kader DP3 yang mengikuti kegiatan ini sebanyak 25 (dua puluh lima) peserta, terdiri dari berbagai macam segmentasi dan usia yang variatif, sehingga mewakili semua unsur masyarakat Desa Citeureup.
Idham Holik menyampaikan materi tentang teknik komunikasi publik dan metode identifikasi berita hoaks. Pendekatan komunikasi publik elektoral dalam konteks sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan, dapat dilakukan melalui beberapa metode, antara lain: (1) pendekatan pidato; (2) pendekatan edutainment; (3) pendekatan hubungan interpersonal; serta (4) pendekatan penulisan opini media, tulisan kreatif (creative writing) dan seni lukis (painting art). Komunikasi publik dalam pidato (public speaking), hendaknya memerhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Naskah. Pada teknik ini, pembicara akan menggunakan naskah yang telah disiapkan sebelumnya guna menghindari kekeliruan; (2) Memoriter (menghafal). Dengan teknik ini, pembicara telah menghafal seluruh isi pidatonya, sehingga ia tidak perlu lagi membawa naskah; (3) Impromptu (spontan). Teknik ini biasa digunakan oleh pembicara profesional yang bisa membawakan pidato tanpa persiapan; serta (4) Ekstemporan (penjabaran kerangka). Dengan teknik ini, pembicara akan menuliskan pokok-pokok pidatonya saja secara urut di selembar kertas yang berfungsi sebagai penuntun saat berpidato nanti.
Idham menambahkan, efek komunikasi publik elektoral meliputi: (1) Efek Kognitif. Efek ini berkaitan dengan pengetahuan, nalar dan rasio; (2) Efek Afektif. Efek ini berhubungan dengan perasaan; dan (3) Efek Konatif. Efek ini menimbulkan niatan untuk berperilaku tertentu dalam artian jasmaniah/fisik. Hoaks termasuk dalam kekacauan informasi yang melingkupi misinformasi, disinformasi, dan malinformasi (Ali-Fauzi, dkk, 2019:7). Misinformasi adalah informasi yang tidak benar namun orang yang menyebarkannya percaya bahwa informasi tersebut benar tanpa bermaksud membahayakan orang lain. Disinformasi adalah informasi yang tidak benar dan orang yang menyebarkannya juga tahu kalau itu tidak benar. Informasi ini merupakan kebohongan yang sengaja disebarkan untuk menipu, mengancam, bahkan membahayakan pihak lain. Sedangkan Malinformasi adalah informasi yang benar namun digunakan untuk mengancam keberadaan seseorang atau sekelompok orang dengan identitas tertentu, atau dengan kata lain ini adalah sejenis hasutan kebencian.
Masyarakat Indonesia Anti Hoax menguraikan 5 (lima) langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli, yaitu: (1) Hati-hati dengan judul provokatif: apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda; (2) Cermati alamat situs: pastikan alamat situs sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi oleh Dewan Pers; (3) Periksa fakta: berita yang dibuat berdasarkan fakta berbeda dengan yang berdasarkan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita, sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subjektif; (4) Cek keaslian foto: diera teknologi digital saat ini, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images; serta (5) Ikut serta grup diskusi anti-hoax: di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Narasumber kedua, Januar Solehudin, menyampaikan materi bertema strategi pencegahan politik uang serta modus operandi dan solusi kampanye isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Efek pemilu dan pemilihan tanpa adanya pengawasan serta pencegahan, dapat berpotensi menyebabkan hilangnya hak pilih, maraknya politik uang, penyelenggaraan tahapan yang tidak sesuai regulasi, biaya politik mahal, terjadinya pemungutan suara ulang (PSU), konflik pendukung antar calon, serta manipulasi suara.
Januar melanjutkan, menurut Burhanuddin Muhtadi, jumlah pemilih yang terlibat politik uang dalam Pemilu Tahun 2019 dikisaran 19,4% hingga 33,1%. Kisaran politik uang ini sangat tinggi menurut standar internasional, dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan peringkat politik uang terbesar nomor 3 (tiga) sedunia, dengan kata lain politik uang telah menjadi praktik normal baru dalam Pemilu Indonesia. Praktik money politics adalah salah satu perilaku berpolitik yang dilarang (tercela) dalam proses penyelenggaraan pemilu. Hal itu terbaca dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye. Pasal 284 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mempertegas larangan money politics tersebut, sebagai berikut: “Dalam hal terbukti pelaksana dan tim kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung atau tidak langsung untuk: a. tidak menggunakan hak pilihnya; b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; c. memilih Pasangan Calon tertentu; d. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; dan/atau e. memilih calon anggota DPD tertentu, dljatuhi sanksi sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”
Isu SARA yang masuk ke ranah politik disebabkan karena hal alamiah/natural (given). Sebagai sesuatu yang bersifat fitrah/alamiah, SARA adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan dari panggung politik serta merupakan kehendak alamiah dari subjek yang memiliki identitas untuk membawa dan mempertaruhkan identitas yang melekat pada dirinya dalam ruang politik. Politik SARA adalah sesuatu yang bersifat direkayasa (by design). Politik SARA merupakan sesuatu yang dirancang dalam rumah politik, sehingga menjadi komoditas politik yang digunakan pada saat tertentu untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik.
Politik SARA muncul dilatari oleh beberapa faktor, di antaranya: (1) Adanya ketimpangan sosial-ekonomi di masyarakat, sehingga identitas dijadikan faktor determinan; (2) Rekayasa elit politik untuk memperoleh kemenangan politik; (3) Adanya pemahaman yang belum tuntas soal bagaimana menjaga toleransi dan eksistensi tiap identitas; (4) Adanya blunder/kecerobohan individu atau politikus tertentu dalam berkomunikasi yang menyinggung psikologi sosial massa; dan (5) Faktor media massa dan media sosial. Pencegahan politik uang dan isu SARA dalam kampanye dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut: (1) Memperkuat regulasi dan terobosan hukum; (2) Sosialisasi anti-politik uang dan politisasi SARA; (3) Pencegahan dan pengawasan yang partisipatif terhadap masyarakat dan lintas agama; serta (4) Konsolidasi media dalam men-counter hoaks yang dapat menimbulkan politisasi SARA.
Anang Suryana sebagai narasumber terakhir, memaparkan materi tentang pentingnya demokrasi, pemilu/pemilihan dan partisipasi. Demokrasi secara umum dimaknai dari, oleh, dan untuk rakyat. Budaya politik partisipatif menjadi sebuah keniscayaan dan daya dorong yang kuat dalam pelembagaan demokrasi. Sistem Politik dan kebutuhan partisipasi politik memiliki beberapa unsur, diantaranya: (1) Tuntutan dukungan sikap apatis; (2) Serangkaian tindakan pengambilan keputusan oleh lembaga politik sesuai fungsi masing-masing yang membentuk struktur politik; dan (3) Pemenuhan atau penolakan aspirasi. Budaya politik masyarakat terdiri dari beberapa tipe, seperti Parokial, yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, Kaula (subjek), yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif, serta Partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik.
Partisipasi politik dapat diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk, antara lain: (1) Lingkungan keluarga. Musyawarah keluarga, pemasangan atribut kenegaraan pada hari besar nasional, membaca dan mengikuti berbagai berita di media massa dan elektronik; (2) Lingkungan masyarakat. Partisipasi dalam forum warga, atau pemilihan ketua RT/RW; (3) Lingkungan sekolah. Pemilihan ketua kelas, ketua OSIS, penyusunan AD-ART pada organisasi sekolah, forum-forum diskusi atau musyawarah, maupun membuat artikel aspirasi siswa; serta (4) Lingkungan berbangsa dan bernegara. Menggunakan hak pilih dalam pemilu dan pemilihan, serta menjadi anggota aktif dalam partai politik.
Para kader DP3 Desa Citeureup cukup antusias mengikuti pembekalan yang disampaikan oleh para narasumber. Materi-materi yang disampaikan dalam bentuk teks, audio maupun video sangat berkualitas. Indra Meirwanda, sebagai salah satu kader peserta program DP3, mengutarakan bahwa tema dan materi yang disampaikan oleh para narasumber sangat bermanfaat. Tidak hanya secara teoritis, tetapi ilmu yang didapatkan dapat dipraktikkan secara langsung dalam konteks penyelenggaraan tahapan kepemiluan di masyarakat. Seluruh kader berkomitmen untuk membantu KPU dan pemerintah dalam menyukseskan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024 nanti, melalui penyampaian informasi dalam forum-forum masyarakat yang diselenggarakan di lingkungannya masing-masing. (Humas KPU Kabupaten Bandung)