PELUANG PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMILU

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU)  Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Webinar Nasional pada Jumat (11/09/2021) dengan tema Peluang Penerapan Special Vote Arrangement (SVA): Early Voting, Drop Box dan Postal Vote dalam Praktik Pemilu di Indonesia. Dalam pengantarnya, Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, Rifqi Ali Mubarok, menyampaikan ada beberapa cara pemungutan suara untuk dapat dilakukan selain datang ke TPS yang dapat menjadi alternatif ketika pemilih tidak memungkinkan untuk datang ke TPS, seperti Early vote, Postal Vote, dan TPS Mobile yang pernah diterapkan di Indonesia pada tahun 2004/2009. Tidak menutup kemungkinan model  ini dapat diterapkan pada Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Hal ini tidak lain dalam rangka menjamin pemilih agar tidak kehilangan dan tetap dapat menggunakan hak pilihnya karena terkendala untuk datang ke TPS, ujar Rifqi.

Direktur Eksekutif NETGRIT, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menjadi narasumber pertama. Ferry dalam kesempatan ini menyampaikan materi tentang pengalaman Pemilu Indonesia di Luar Negeri. Ada catatan penting  terkait Special Voting Arrangement. Jika kita melihat bagaimana pengaturan kegiatan pemungutan suara yang khusus ini dibeberapa negara, terdapat 4 aspek yang dilakukan, antara lain: (1) Early Voting; (2) Postal Voting ; (3) Proxy Voting (para pemilih memberikan wewenang kepada orang lain dalam memberikan suara mereka); dan (4) Home and Institutional - based Voting by Mobile Ballot Box (TPS Keliling). Dalam kerangka SVA Pemilu Indionesia, sekiranya ada 3 metode yang sudah digunakan dibeberapa kegiatan, khususnya digunakan dalam proses pemilu di luar negeri. Pada Pemilihan di luar negeri juga ada beberapa tantangan yang dapat dijadikan pencermatan dalam mendesain kegiatan-kegiatan proses pemilu, terutama yang terkait dengan pemungutan suaranya, disinilah SVA menjadi penting untuk dilakukan.

Jika melihat data pemilu pada tahun 2019, metode pemilihan yang dilakukan adalah TPS LN, Kotak Suara Keliling dan POS. Hal ini terkait dengan mekanisme yang ada disetiap negara. Melihat beberapa kondisi termasuk partisipasi pemilih yang cukup rendah di luar negeri, KPU melakukan Early Voting yang merupakan terobosan dari SVA. Dengan melihat dampak yang positif terhadap partisipasi pemilih, meskipun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tidak memberi ruang bagi KPU untuk melaksanakan pemungutan suara Pemilu Presiden-Wakil Presiden di luar negeri lebih awal dibanding di dalam negeri, KPU memutuskan untuk mengadopsi pengaturan pemungutan suara lebih awal (early voting) bagi Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2014 di luar negeri. Pengaturannya di tuangkan dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2014, sebut Ferry.

Ferry juga memberikan beberapa rekomendasi terkait pemilu Indonesia di luar negeri, antara lain perlunya penguatan regulasi serta penerapan SOP yang informatif. Early Voting juga masih penting digunakan untuk memberikan kesempatan masyarakat Indonesia di luar negeri menggunakan partisipasinya dengan waktu yang sesuai kondisi di negara yang bersangkutan, serta dalam penerapan SVA perlu memperhatikan transparansi, keamanan, kerahasiaan dengan mitigasi secara menyeluruh dan uji coba yang terukur, tutup Ferry.

Peneliti Senior Perludem (Perkumpuluan untuk Pemilu dan Demokrasi), Heroik M. Pratama, lebih melihat konteks penerapan SVA dalam skala yang sifatnya lebih komparatif. SVA ini penting dalam tata kelola pemilu di Indonesia. Perlindungan hak pilih menjadi gagasan awal dari penerapan SVA, yang kemudian desain konstitusi di Indonesia mewajibkan bahwa tidak ada satupun orang yang sudah memenuhi kriteria sebagai pemilih tidak difasilitasi hak pilihnya, harus diberikan akses yang mudah dan setara dalam proses pelayanan hak pilihnya. untuk itu, SVA atau pemberlakuan khusus dalam pemungutan suara yang tujuan utamanya adalah perlindungan hak pilih. Gagasan awal inilah, walaupun di tengah situasi dan kondisi apapun, desain tata kelola pemilu dapat disesuaikan sedemikian rupa dengan tujuan perlindungan hak pilih, termasuk di tengah tata kelola pemilu yang situasinya abnormal, misalnya dalam situasi bencana alam ataupun non alam, maka dari itulah diberlakukannya SVA.

Metode yang sering digunakan dalam SVA berupa Early Voting, jika di kontektualisasikan dengan pandemi saat ini, Early Voting bertujuan untuk meminimalisir adanya penumpukan pemilih pada hari pemungutan suara. Metode ini dapat menjamin pemilih unuk tetap memberikan suaranya kepada Lembaga legislatif yang sesuai dengan levelnya masing-masing. Postal Vote, digunakan sebagian besar penduduk Amerika di tengah situasi pandemi saat ini, maka postal vote juga dapat memberikan perlindungan hak pilih. Namun demikian ada beberapa tantangan dalam melakukan SVA ini, yaitu menentukan klasifikasi siapa saja yang berhak menggunakan SVA, logistik pemilu utamanya surat suara yang perlu dipersiapkan, perlunya autentifikasi pemilih untuk memastikan SVA tidak berujung pada electoral malpracties serta memastikan prosedur pengamanan surat suara sampai hari penghitungan suara. Ketika kita ingin menerapkan SVA ini, jangan kemudian menjadi suatu persoalan yang menambah beban kerja penyelenggara pemilu dan juga mengurangi prinsip demokratis kita akibat daftar pemilih dan autentifikasi pemilih yang tidak bisa kita pastikan, ujar Heroik mengakhiri pemaparannya.

Direktur DEAL (Democracy an Electoral Empowering Partnership), Neni Nur Hayati, juga berkesempatan menjadi narasumber dalam webinar ini. Neni memberikan catatan – catatan penting pada Pemlu Tahun 2019 dan Pilkada Serentak Tahun 2020 dalam tata kelola dan regulasi. Penerapan  SVA pada pemilu di Indonesia sudah dapat dijadikan kebutuhan untuk menjawab beberapa problematika yang terjadi, tetapi tentu saja harus dibarengi payung hukum yang kuat, uji coba dan simulasi  secara bertahap, juga melakukan evaluasi mengenai kelemahan dan kelebihan serta mengkaji apa yang menjadi manfaatya dan mudharatnya. Proses ini dapat menghasilkan rekomendasi SVA yang paling tepat, sehingga harapannya trust public serta legitimasi proses dan hasil atas penyelenggaraan pemilu/pemilihan yang jujur dan adil dapat  berimplikasi terhadap peningkatan partisipasi pemilih, terang Neni.

Neni memberikan rekomendasi dalam penerapan SVA pada pemilu di Indonesia terkait bagaimana penguatan regulasi (mendesak perubahan regulasi, antara lain amandemen terbatas UU atau Perppu) menjadi hal yang sangat krusial, kemudian bagaimana kesiapan SDM, infrastruktur dan teknologi, penganggaran yang optimal, sosialisasi yang terstruktur, akurasi data pemilih, ketersediaan logistik (penyediaan surat suara),  mitigasi mikro dan penyusunan Peraturan KPU maupun Perbawaslu. Penerapan SVA di Indonesia menjadi keniscayaan untuk pemilu yang terbuka, sederhana, transparan dan berintegritas, tutup Neni. (Humas KPU Kabupaten Bandung).

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 87 Kali.