
OPSI PENGISIAN KEKOSONGAN JABATAN KEPALA DAERAH
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Transparansi Penunjukan Penjabat Kepala Daerah menjadi tema pada webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), pada hari Rabu, 26 Januari 2022. Webinar pada kesempatan ini menghadirkan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan mantan Dirjen Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan, serta Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) sekaligus Dosen Hukum Tata Negara FH UII, Allan FG. Wardhana sebagai narasumber.
Ramlan Surbakti mengatakan bahwa sebagian besar pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia saat ini tidaklah efektif. Banyak kebijakan publik yang dibuat tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Salah satu penyebabnya adalah persoalan dalam sistem pemilihan kepala daerah dan DPRD. Permasalahan saat ini tidak hanya seputar penunjukan penjabat kepala daerah, namun juga pada pemilihan kepala daerah itu sendiri. Ramlan menambahkan bahwa terdapat tiga syarat penentuan calon yang ideal, yakni adanya kesetaraan dan kesempatan yang sama antar anggota partai, adanya keterbukaan sehingga terwujud kompetisi yang sehat dalam internal partai, serta turut melibatkan anggota partai untuk berpartisipasi dalam penentuan pasangan calon. Setiap pembentukan pemerintahan harus didasarkan pada kehendak rakyat.
Allan F.G. Wardhana membahas mengenai Politik Hukum Pengisian Penjabat Kepala Daerah yang Demokratis dari sisi hukum tata negara. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari kedaulatan rakyat dan demokrasi. Demokrasi tidak hanya bermakna pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, akan tetapi penyelenggaraan negara dan pemerintah harus diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat. Artinya dengan melibatkan seluruh masyarakat seluas-luasnya. Ide inilah yang kemudian berkembang menjadi demokrasi perwakilan, dimana kedaulatan berada ditangan rakyat. Seperti diketahui bersama, di tahun 2022 dan 2023 akan ada 271 daerah dipimpin oleh penjabat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pemilihan kepala daerah yang akan digelar secara serentak pada tahun 2024 mendatang.
Seperti yang tertuang dalam Pasal 201 ayat (9) Undang - Undang Pilkada, disebutkan bahwa untuk mengiisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali kota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023, diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali kota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024. Artinya 271 daerah yang akhir masa jabatan kepala daerahnya di tahun 2022 dan 2023 harus menunggu sampai tahun 2024, dan permasalahan ini belum terjawab dalam undang-undang pilkada. Namun setidaknya ada empat potensi permasalahan ketika penjabat terlalu lama masa jabatannya, yakni: (1) Dalam hal legitimasi dan pertanggungjawabannya, apakah akan bertanggungjawab kepada menteri atau rakyat; (2) Dalam hal masa jabatannya karena undang-undang pilkada tidak mengatur batasannya; (3) Dalam hal jenis jabatan apakah termasuk jabatan politik atau pegawai; dan (4) Sejauh mana kewenangannya, terutama dalam pengambilan keputusan dan kebijakan strategis.
Allan menyampaikan ada beberapa opsi yang dapat digunakan. Mendagri dapat mengangkat Penjabat bagi Bupati ataupun Wali Kota yang berakhir masa jabatannya di tahun 2022. Sedangkan yang berakhir masa jabatannya tahun 2023 dipilih oleh DPRD yang diikuti dengan perubahan undang-undang atau dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), keduanya dipilih oleh DPRD. Namun, pada prinsipnya pilkada harus demokratis. Dikatakan demokratis apabila pemilu dilaksanakan berdasarkan suatu kompetisi yang dilakukan secara inklusif dengan mengedepankan akuntabilitas dan rakyat/wakil rakyat, dimana pemilih mempunyai keleluasaan untuk memilih kepala daerah dengan aspirasinya.
Djohermansyah Djohan juga memberikan beberapa opsi untuk mengantisipasi kekosongan jabatan kepala daerah, yakni dengan: (1) Perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan cara penetapan Perppu, yaitu merevisi Pasal 201 ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada; (2) Dipilih melalui DPRD, namun belum ada regulasinya; atau (3) Ditetapkan penjabat dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan melakukan seleksi terbuka dan diklat kepemimpinan. Adapun solusi ideal dalam mengantisipasi kekosongan kepala daerah yaitu dengan memperpanjang masa jabatan kepala daerah. Bagi pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang habis masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023, sebaiknya diperpanjang sampai dengan dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih hasil Pemilihan Serentak Tahun 2024. Perpanjangan masa jabatan diharapkan dapat menguatkan kontinuitas penyelenggaraan pemerintah daerah. (Humas KPU Kabupaten Bandung).