HUBUNGAN DEMOKRASI DAN KELUARGA
Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Sejatinya jika berbicara demokrasi pasti identik dengan Pemilu, Pemilihan hingga Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), padahal demokrasi secara luas dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, lingkungan masyarakat, sampai dengan keluarga yang merupakan unit terkecil dari masyarakat, terang Cecep Jamaksari, Anggota KPU Kabupaten Majalengka, selaku salah satu naramber pada acara webinar SiGincu yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Majalengka dengan tema Demokrasi dan Keluarga, Selasa (22/06/2021).
Cecep menerangkan bahwa terdapat 3 (tiga) jenis pola asuh orang tua di dalam keluarga, antara lain: (1) Pola Asuh Otoriter, merupakan cara mendidik anak yang dilakukan orang tua dengan menentukan sendiri aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak; (2) Pola Asuh Permisif, yaitu orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja. Orang tua membebaskan anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua memiliki kehangatan dan menerima apa adanya. Kehangatan, cenderung memanjakan dan menuruti keinginannya; (3) Pola Asuh Demokratis, merupakan suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak, orang tua memberikan bimbingan yang penuh pengertian kepada anak. Demokrasi itu berawal dari keluarga, ketika penerapan pelaksanaan dan aktualisasi prinsip-prinsip demokrasi dalam keluarga ini dilakukan dengan baik, maka dapat mewujudkan kehidupan bernegara menjadi semakin demokratis.
Demokrasi di Indonesia merupakan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Kerakyatan yaitu Kedaulatan Rakyat, Permusyawaratan yaitu Kekeluargaan, dan Hikmat-Kebijaksanaan yaitu daya rasionalitas, kearifan konsensual, dan komitmen keadilan. Keluarga dan demokrasi dalam konteks Indonesia, sebagian besar kehidupan manusianya berada dalam lingkungan keluarga, diamana bangsa Indonesia berasal dari berbagai lingkungan suku dan ras. Kekeluargaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah bagian dari kekeluargaan yang harus dibangun untuk menyejahterakan masyarakat, terang Ramlan Maulana, Anggota KPUKabupaten Purwakarta, mengawali paparannya sebagai narasumber kedua.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa masyarakat yang memiliki kultur dan nilai-nilai demokrasi, seperti toleransi, saling menghargai, menghormati perbedaan pendapat, terbuka, komunikatif, serta mampu mengekang diri sehingga tidak mengganggu orang lain, memahami dan menyadari keanekaragaman masyarakat, dan menjunjung tinggi nilai-nilai manusia. Kemudian indikasi kepribadian yang demokratis mencakup nilai-nilai toleransi, sikap hangat terhadap orang lain, menerima nilai-nilai bersama orang lain, menaruh kepercayaan terhadap lingkungan, dan memiliki kebebasan yang relatif sifatnya terhadap kecemasan. Kita sebagai penyelenggara melaksanakan sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis keluarga, merupakan bagian dari upaya yang dilakukan secara terencana, sadar, partisipatif, kontekstual dan berkesinambungan dalam rangka membentuk Keluarga Sadar Pemilu (KSP), yaitu sebuah keluarga dimana anggota-anggotanya memiliki pengetahuan, kesadaran dan keterampilan yang mumpuni tentang Pemilu, imbuh Ramlan.
Isti’anah, Anggota KPU Kabupaten Tasikmalaya, menjadi narasumber ketiga. Dijelaskan Isti terdapat 3 (tiga) kaitan fungsi keluarga dengan pendidikan demokrasi, yakni: (1) Fungsi sosial budaya, merupakan peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Keluarga memberikan pendidikan dini mengenai pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita cita dan nilai-nilai luhur; (2) Fungsi Edukatif. Keluarga adalah guru pertama dalam mendidik manusia mulai sejak bayi sampai dewasa. Anak-anak belajar berjalan, berbicara dengan bahasa yang santun, etika, dan nilai-nilai; serta (3) Fungsi Religius. Nilai-nilai agama pertama kali diajarkan dalam keluarga. Seorang anak akan melihat bagaimana perilaku keagamaan orang tuanya.
Dalam pendekatan fungsional maupun struktural, masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang dinamis, yang terdiri dari berbagai bagian atau sub sistem yang saling berhubungan, juga menekankan pada hubungan antara keluarga dan masyarakat luas. Keluarga demokratis tercapai dari berjalannya fungsi sosial budaya, edukatif dan agama dalam sebuah keluarga batih dan juga keluarga kerabat dengan penanaman nilai-nilai demokrasi. Sebuah keluarga yang demokratis dapat memberikan contoh kepada masyarakat dan dapat membangun kehidupan demokrasi kepada masyarakat. Keluarga memiliki korelasi fungsional dengan masyarakat, oleh karena itu dalam proses pengembangan individu untuk menjadi seorang pribadi yang baik, hendaknya diarahkan pada pengabdian untuk masyarakat dalam bernegara dengan nilai-nilai demokrasi, tutup Isti’anah. (Humas KPU Kabupaten Bandung)