EVALUASI PRINSIP DAN URGENSI PENATAAN DAPIL

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan tahapan Pemilu Tahun 2024, KPU RI mengadakan Rapat Evaluasi Prinsip dan Urgensi Penataan Daerah Pemilihan (Dapil) Pemilu yang dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting pada Jumat (10/12/2021). Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia yang membidangi Divisi Teknis Penyelenggaraan.

Ketua Divisi Keuangan, Umum dan Logistik KPU RI, Pramono Ubaid Tantowi, dalam sambutannya menjelaskan, dapil merupakan salah satu unsur dari sistem pemilu yang sangat penting. Penataan dapil akan menentukan sistem kepartaian dan mempengaruhi stabilitas pemerintahan hasil pemilu. Namun demikian walaupun secara teoritik sangat penting, akan tetapi secara praktis dapil sedikit terabaikan karena relatif tidak banyak dibahas. Dapil adalah arena kontestasi yang sebenarnya dari para peserta pemilu, wilayah dimana terdapat suara dan kursi yang diperebutkan partai politk dan calon. Untuk itu, KPU betul-betul mengatur dapil tersebut harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur di dalam undang-undang. Unsur-unsur dapil ini meliputi kursi, penduduk dan wilayah. Hal yang perlu diperhatikan menurut Pramono adalah bahwa semakin besar dapil, maka semakin kecil presentasi suara yang didiberikan untuk meraih kursi. Demikian juga sebaliknya, semakin kecil dapil, maka semakin besar presentasi suara yang diberikan untuk meraih kursi. Sebagaimana diketahui, prinsip terakhir dari penataan dapil adalah kesinambungan, dalam artian bahwa sebisa mungkin dapil lama dipertahankan, kecuali terdapat beberapa hal seperti terjadi pertambahan atau berkurangnya penduduk, sehingga alokasi kursi per-dapil bertambah atau berkurang, serta apabila terjadi pemekaran wilayah. Untuk itu, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dapat melihat kembali  beberapa faktor tersebut agar tidak terjadi anomali atau kecurangan di dalam proses penataan dapil.

Pemerhati Tata Kelola Pemilu, Ramlan Surbakti, menyebutkan bahwa negara demokrasi harus menyelenggarakan pemilu yang demokratis secara periodik. Walaupun pemilu hanya sebagai salah satu unsur dari sistem politik demokrasi, namun jika pemilu tidak dilakukan secara periodik, maka hilanglah status sebagai negara yang demokratis. Penyelenggara negara harus merupakan hasil pemilu, dan negara demokrasi mengadopsi serta menerapkan sistem perwakilan yang mengharuskan adanya satu atau lebih jenis pemilu. Setiap penyelenggaraan pemilu memerlukan suatu sistem, yang salah satu unsurnya adalah besaran dapil. Besaran dapil tersebut mencakup 2 (dua) hal, yaitu lingkup dapil berupa wilayah administrasi, jumlah penduduk atau kombinasi wilayah administrasi dengan jumlah penduduk, serta lingkup jumlah kursi setiap dapil. Ramlan menambahkan bahwa jumlah penduduk, keadilan teritorial, kemampuan keuangan negara serta kesepakatan antar fraksi merupakan beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan jumlah kursi DPR. Dalam undang-undang pemilu di Indonesia pada era reformasi tidak disebutkan kriteria yang digunakan untuk menentukan jumlah kursi DPR. Semuanya ditentukan berdasarkan kesepakatan kepentingan antar fraksi dan pemerintah, tetapi tanpa penjelasan kepada publik.

Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, bertindak sebagai narasumber kedua yang memaparkan mengenai bagaimana menjaga Proporsionalitas Pemilu melalui Daerah Pemilihan. Dapil adalah arena kompetisi bagi partai politik untuk memperebutkan kursi sekaligus arena representasi politik antara warga dengan partai politik. Proporsionalitas jumlah penduduk ke kursi adalah prinsip yang utama untuk mencapai OPOVOV (One Person, One Vote, One Value). Selain itu, perlu memastikan kohesivitas dan integralitas antar wilayah, ikatan politik, sosial, dan budaya antar pemilih dengan wakilnya. Dapil memiliki sejumlah konsekuensi, antara lain untuk membedakan antara varian sistem pemilu, pola persaingan, perilaku partai politik/peserta pemilu, dan juga pemilih. Terdapat 6 (enam) prinsip dalam membentuk batasan-batasan dapil, antara lain: (1) Dapil merupakan satu kesatuan yang utuh (contigous), maka pembentukannya harus memperhatikan kesatuan wilayah; (2) Kesetaraan populasi (equal population), berarti harga kursi disetiap dapil setara; (3) Menjaga kesamaan kepentingan dari komunitas (preserving communities of interest), yaitu pembentukan dapil memperhatikan kesamaan-kesamaan kondisi sosial masyarakat dalam suatu wilayahnya; (4) Menjaga keutuhan wilayah politik/administrasi (preserving political subdivision); (5) Protecting incumbent; dan (6) Kekompakan dapil (compactness of district).

Dalam sistem pemilu terbuka, besaran alokasi kursi dapil sangat berpengaruh terhadap proporsionalitas pemilu. Terdapat kesepakatan universal dikalangan ahli bahwa hal krusial yang menentukan kemampuan sistem pemilu dalam mengkonversi suara menjadi kursi yang diraih secara proporsional adalah besaran dapil, yakni jumlah wakil yang dipilih ditiap-tiap dapil. Sistem pemilu ini mengedepankan prinsip proporsionalitas opovov. Di Indonesia sendiri terdapat bentuk ketidaksetaraan perwakilan yang disebut dengan overrepresented, yaitu provinsi yang terwakili secara berlebihan karena jumlah penduduk untuk satu kursi sangat rendah, dan underrepresented, yakni provinsi yang kurang terwakili karena jumlah penduduk untuk satu kursi sangat tinggi. Padahal sistem pemilu di Indonesia adalah sistem proporsional, maka untuk pengalokasian kursipun harusnya proporsional dengan menggunakan  prinsip opovov tersebut. Adapun yang menjadi rekomendasi  ke depan diharapkan penataan dapil bukan menjadi domain dari pembuat undang-undang, melainkan domain KPU agar jauh lebih independen dan transparan dalam proses pembentukannya.

Praktisi Pemilu, Harun Husain, menguraikan bahwa dapil DPR dan DPRD Provinsi untuk Pemilu Tahun 2024 tidak mengalami perubahan, baik alokasi fungsinya maupun distriknya. Aturan main districting universal ini dibuat untuk melindungi kepentingan dan kedaulatan rakyat, serta berorientasi pada kepentingan publik. Terdapat beberapa permasalahan dalam dapil DPR. Alokasi kursi dan dapil DPR banyak ketidakjelasan pada metode pengalokasian kursi (apportionment) dan pembentukannya (districting) yang mengakibatkan sejumlah daerah kelebihan kursi (overrespresentatif), sedangkan sebagian lainnya kekurangan kursi (underrepresentatif). Prinsip-prinsip pendapilan yang sudah diadopsi dalam undang-undang pemilu justru dilanggar sendiri oleh pembuatnya. Kasus paling menonjol berupa terbentuknya dapil superman di pusat sampai daerah. Exit clausul yang sudah ada dalam undang-undang pemilu justru menjadi tidak bermakna dan tidak berhasil menghilangkan dapil-dapil ajaib itu. Di sampaing itu juga menyebabkan proses yang tidak partisipatif, dalam artian KPU dan publik tidak dilibatkan secara bermakna.

Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (PSD), Erik Kurniawan, sebagai pemateri terakhir, menyatakan bahwa alokasi kursi dan pendapilan perlu dilakukan berdasarkan prinsip maupun metode yang lebih baik dan universal, agar kualitas demokrasi di Indonesia meningkat. Banyaknya pelanggaran alokasi kursi dan dapil disebabkan pemain menjadi wasit untuk mengatur lapangan permainan. Sehingga penangan soal teknis seperti alokasi kursi dan dapil perlu dikembalikan lagi kepada penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, seperti halnya pada Pemilu Tahun 2004. (Humas KPU Kabupaten Bandung)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 79 Kali.