CATATAN DEMOKRASI DAN PEMILU DI AWAL TAHUN 2022

Bandung, kab-bandung.kpu.go.id – Sebagai organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada isu pemilu dan demokrasi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) secara rutin mengeluarkan catatan awal tahun yang bertujuan untuk merefleksikan sekaligus mendiskusikan proyeksi isu pemilu demokrasi di tahun berjalan. Tahun ini Perludem kembali merilis catatan awal tahun yang bertajuk “Memulai 2022: Tahun Awal Pemilu, Pandemi yang belum usai, dan Trend Demokratisasi yang menurun”. Acara digelar secara daring pada hari Minggu, 30 Januari 2022, dengan menghadirkan narasumber diantaranya Guru Besar Fakultas Hukum UNPAD, Susi Dwi Harjanti, Direktur LSI, Djayadi Hanan, Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati, dan Program Manager Perludem Fadli Ramdhani.

Khoirunnisa Nur Agustyati berbicara mengenai peran masyarakat sipil, khususnya Perludem dalam melakukan pengawalan terhadap proses pemilu yang berintegritas. Tahun 2022 merupakan tahun tahapan pemilu, bahwasanya pemerintah bersama penyelenggara pemilu dan DPR telah bersepakat bahwa hari H pemilu sudah ditetapkan pada hari Rabu, 14 Februari 2024, dan hari H pemilihan pada 27 November 2024. Tahapan pemilu sendiri dimulai 20 bulan sebelum hari H, yang artinya akan jatuh pada bulan Juni tahun ini. Di tengah fakta politik dengan tidak adanya perubahan undang-undang pemilu dan pemilihan, dari sisi insentif penyelenggaraan pemilu sudah dapat dipersiapkan dari awal, karena tidak perlu beradaptasi dengan regulasi yang baru.

KPU perlu melakukan inovasi dalam penyelenggaraan pemilu, penyamaan persepsi antar pemangku kepentingan dalam inovasi yang didorong oleh penyelenggara pemilu, serta perlu mempersiapkan manajemen risiko penyelenggaraan pemilu, termasuk risiko penyelenggaraan pada masa bencana non alam. Selanjutnya yang menjadi sorotan adalah mengenai peran Indonesia dalam demokrasi regional, karena Indonesia merupakan negara yang menyelenggarakan pemilu besar dan kerapkali menjadi laboratorium demokrasi regional, dimana seringkali diminta untuk melakukan knowledge sharing dengan beberapa negara, seperti contoh penyelenggaraan pemilu di masa pandemi maupun kerja sama terkait data terbuka dalam pemilu. Fadli Ramdhani menambahkan, Indonesia dan negara kawasan mempunyai dinamikanya masing-masing terkait demokrasi. Di tahun politik yang akan dimulai pada tahun 2022 ini, masyarakat sipil harus mengambil peran dan kontribusi dalam menjaga demokrasi agar tetap utuh. Masyarakat sipil mempunyai tantangan untuk menjaga stabilitas organisasi, dan masyarakat sipil yang menjalankan funsi sebagai penyeimbang CSO yang terkadang dihadapkan dengan ancaman pemindahan.

Susi Dwi Harjanti mengatakan bahwa pemilu merupakan sebuah siklus yang memiliki lima aspek yang harus diperhatikan, yakni meliputi aspek sistem pemilihan umum, aspek aktor pemilihan umum, aspek manajemen pemilihan umum, aspek penegakan hukum pemilu, dan aspek demokrasi regional. Kelima aspek tersebut merupakan hal yang penting, namun dalam konteks penyelenggaraan pemilihan umum nasional, keempat aspek pertama merupakan aspek yang menduduki peran sentral dalam menentukan apakah pemilihan umum dapat terselenggara dengan baik dan terwujudnya pemilihan umum yang berkualitas, baik dari aspek substantif maupun dari aspek prosedural. Selain menjaga nilai-nilai demokrasi, pemilu juga menjaga serangkaian hak, yaitu hak untuk bersikap, hak untuk mencalonkan diri, hak untuk memilih, hak kebebasan berekspresi, dan hak untuk mengakses pemilu yang berkeadilan, inilah arti penting dari pemilihan umum.

Kemudian bagaimana peran Mahkamah Konstitusi (MK) di dalam menjaga nilai demokrasi dan menjaga pemilu untuk dapat  memenuhi serangkaian hak yang telah disebutkan sebelumnya? Salah satu yang terpenting adalah berkaitan dengan ambang batas presidential threshold. Ada satu kepentingan konstitusi yang harus dilindungi oleh MK, bukan semata-mata melindungi atau menyelesaikan persoalan kerugian konstitusional dari warga negara, namun MK juga harus melindungi kepentingan dimana sebuah kebijakan  yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan kepentingan Undang-Undang Dasar.

Djayadi Hanan berpandangan bahwa fenomena Pemilu Tahun 2024 merupakan fenomena baru berupa penumpukan pemilu di satu tahun yang sama. Seharusnya dapat dipelajari dari Pemilu Tahun 2019 yang juga merupakan fenomena baru, namun tidak adanya evaluasi dari segi kerangka hukum maupun seluruh proses penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, menyebabkan tidak adanya perbaikan yang cukup baik. Oleh karena adanya situasi seperti itu, maka Pemilu Tahun 2024 akan dihadapkan dengan dinamika segala persiapannya. (Humas KPU Kabupaten Bandung)

Follow Us

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 47 Kali.