Opini

KOORDINASI SUPERVISI DAN ASISTENSI PADA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

Oleh : Enda Kurniawan

Sekretaris KPU Kabupaten Bandung

 

Dalam setiap kegiatan koordinasi dan supervisi penyelenggaraan kepemiluan, saya selalu menekankan satu hal mendasar yakni, pentingnya keseragaman pemahaman di antara seluruh pegawai KPU mengenai istilah dan konsep yang kita gunakan sehari-hari. Salah satu hal yang kerap disalah artikan, bahkan oleh sebagian penyelenggara sendiri, adalah mengenai perbedaan antara Pemilu dan Pemilihan.

 

Keduanya sering kali disebut secara bergantian seolah bermakna sama, padahal secara bahasa hukum baik Undang-Undang dan Peraturan KPU serta teknis, Pemilu dan Pemilihan memiliki makna yang berbeda. Pemilu atau Pemilihan Umum adalah proses untuk memilih wakil rakyat (DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta Presiden dan Wakil Presiden. Sementara itu, Pemilihan adalah ajang untuk memilih kepala daerah, yakni Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

 

Perbedaan ini bukan hanya soal istilah administratif, melainkan juga menyangkut rezim hukum, tahapan, hingga struktur penyelenggara yang mengaturnya. Pemilu diatur secara komprehensif dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, sedangkan Pemilihan Kepala Daerah diatur dalam kerangka regulasi tersendiri yang menegaskan aspek lokal dan desentralistik penyelenggaraannya. Karena itu, seluruh pegawai KPU, baik di tingkat sekretariat, teknis, maupun badan adhoc wajib memiliki persepsi yang sama agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pemahaman dan pelaksanaan tugas.

 

Selain pemahaman konseptual, hal lain yang perlu mendapat perhatian serius adalah tanggung jawab kelembagaan, khususnya peran Sekretariat PPK dan PPS. Berdasarkan ketentuan dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pembentukan dan Tata Kerja Badan Adhoc, disebutkan bahwa Sekretariat PPK dan PPS memiliki kewajiban untuk melakukan evaluasi, menyusun laporan pelaksanaan tahapan, serta menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan kepada KPU Kabupaten/Kota.

 

Lebih jauh lagi, Sekretaris PPK dan PPS bertanggung jawab secara administrasi kepada Sekretaris KPU Kabupaten/Kota. Artinya, hubungan kerja antara sekretariat di tingkat kecamatan dan desa tidak hanya bersifat fungsional terhadap PPK atau PPS, tetapi juga administratif dan hierarkis terhadap Sekretaris KPU. Mekanisme ini penting untuk memastikan bahwa setiap kegiatan dan penggunaan anggaran di tingkat bawah tetap dalam koridor akuntabilitas kelembagaan.

 

Dalam praktiknya, pelaporan kinerja dan evaluasi tahapan tidak boleh hanya menjadi formalitas. Setiap laporan harus disusun secara objektif, terukur, dan mencerminkan hasil kerja nyata di lapangan. Sekretariat PPK dan PPS memiliki peran vital sebagai simpul koordinasi administratif yang menjembatani antara pelaksana teknis di lapangan dan struktur kelembagaan di tingkat kabupaten.

 

Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU memiliki tanggung jawab moral dan institusional untuk memastikan seluruh unsur penyelenggara bekerja dalam kerangka integritas, profesionalitas, dan keseragaman arah kerja. Kesalahan dalam memahami istilah atau alur tanggung jawab sekecil apa pun dapat berimplikasi pada ketidak teraturan pelaksanaan di lapangan.

 

Oleh karena itu, saya meyakini bahwa penyelenggaraan kegiatan seperti Knowledge Sharing bukan hanya forum berbagi pengalaman, tetapi juga sarana untuk memperkuat kesamaan persepsi dan memperteguh komitmen kita dalam menjalankan amanah sebagai penyelenggara pemilu. Dengan pemahaman yang sama dan pelaksanaan tanggung jawab yang tertib, kita akan mampu menghadirkan proses pemilu dan pemilihan yang tidak hanya sukses secara teknis, tetapi juga berintegritas dan dipercaya oleh publik.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 26 kali